Pagi ini, Keno harus bangun lebih awal lantaran Dito yang terus memukul-mukul kuat pintu kamarnya. Cowok itu mengecek alarm di atas nakas yang belum berdering karena disetel dua jam lagi. Pukul 05:00, waktu yang menurutnya sangat pagi untuk menyiapkan diri pergi ke sekolah.
Di sebelahnya, ada Renzi yang tidur terlampau pulas. Cowok itu tidak memakai baju, sontak membuat kotak-kotak di perutnya sedikit menonjol, Keno jadi ngeri melihatnya.
Sesaat setelah mengumpulkan nyawa, ia bangkit dan berseru "sabar" agar Dito tidak terus-terusan menggedor pintu kamar dan membuat gaduh. Beruntung saat dibuka memang sungguhan Dito yang berdiri rapi dengan pakaian calon ahli surga. Karena biasanya suara Dito yang terdengar tapi Kakek Malik yang menampakan diri.
Keno menghalau pikirannya, ini bukan di pesantren tapi di rumah.
"Masih pagi lho, To. Udah buat ribut aja!" Keluhnya memicingkan mata, ia masih sangat mengantuk.
Dito tersenyum. Di pesantren, ia diajarkan untuk membuat gaduh jika yang dibangunkan tidak lekas bangun dari mimpinya. "Ayo, subuhan bareng Kakek."
Keno melotot. "Apa? Nggak deh, males ..."
"Tadi malem suruh ngaji nggak mau, sekarang sholat juga nggak mau. Terus maunya apa?" tanya Dito masih berusaha sabar.
"Iya-iya, tapi emangnya nggak bisa subuhan di jam 6 aja? Ini masih terlalu malem." Bukannya menurut Keno malah menawar, tapi anehnya Dito masih terus menjawabnya.
"Nggak bisa dong, kalo itu namanya bukan subuh tapi dhuha."
"Yaudah, sholat dhuha aja kalo gitu."
Dito memijat pelipisnya. Memang harus ekstra sabar menghadapi setan yang sedang bersarang di tubuh Keno.
Prang!
Renzi langsung membuka mata dan melompat dari ranjangnya kala mendengar suara benda jatuh ke lantai. Cowok itu lantas keluar, melihat Keno dan Dito di depan pintu yang sama terkejutnya dengan dirinya.
"Apa itu?"
Keduanya kompak saling pandang, sebelum Keno berlari menuruni tangga dan melihat seorang wanita yang terjatuh ke lantai sambil memandang kosong ke arah ponsel yang tergeletak tak jauh dari sana. Tampak syok.
"Mama?" Keno langsung menghampiri cinta pertamanya itu dengan langkah gontai.
"Mama kenapa? Ada apa, Ma?"
Tidak ada respon dari Mawar, wanita itu hanya bisa merenung sambil terus mengamati ponselnya. Keno yang kalang kabut segera memapah sang mama, membantunya berdiri dan duduk di kursi meja makan.
"Mama minum dulu ya ..." Keno menyuguhkan segelas air, Mawar pun menerimanya dengan tangan gemetar.
"Tante, Tante kenapa?" tanya Dito ikut panik, ia celingak-celinguk kebingungan.
Berbeda dari paniknya Keno dan Dito ketika melihat Mawar, Renzi malah menjatuhkan fokus pada pecahan beberapa vas bunga yang bercecer di lantai. Seperti sengaja dibanting orang.
"Ma, Mama kenapa sih? Mama liat Keno, kenapa Ma?"
"Kenapa ruang tamu berantakan gini?"
Keno tak bisa menahan kepanikan dalam dirinya. Cowok itu berlutut di depan Mawar sambil mengusap hangat kedua tangan sang mama yang masih gemetar. Mawar benar-benar syok akibat sesuatu di dalam ponselnya.
Tadi, seseorang dengan nomor tidak dikenal mengirimkannya sebuah foto. Dan di foto itu, Mawar melihat seseorang yang mirip dengan suaminya tengah disekap di sebuah ruangan asing. Bukan hanya seseorang yang mirip suaminya, di sana, ada dua pasutri yang sama-sama disekap dengan tubuh penuh luka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable | Dear Diary | End
Teen FictionIneffable adalah sesuatu yang melampaui kemampuan bahasa untuk mengungkapkannya. Arti lain adalah "tak terlukiskan". Ada banyak kisah yang ditulis di cerita ini, salah satunya Abel. Gadis berkulit sawo matang yang tidak percaya akan cinta. Abel piki...