PROLOG

3.9K 159 11
                                    

○●○●○●○


Malam itu begitu sunyi. Salju enggan berhenti dari pelepasannya. Suara burung hantu bersahutan-sahutan membuat siapapun merasakan bulu kunduk merinding ketika mendengarnya. Tidak ada seorang pun yang lewat terkecuali Benson. Pria setengah abad yang sedang berjalan lambat, terantuk-antuk dengan tongkatnya. Ia mengenakan sweater kashmir cream lengkap dengan topi. Serta, beberapa helai rambut putihnya berkilau saat terkena lampu jalanan. Ia nampak seperti ilmuwan klasik eropa.

Udara dingin terasa menggigit tubuh Benson. Akibat salju yang terus menerus turun tanpa ada tanda-tanda akan berhenti. Lantas ia mengedarkan pandangannya berupaya mencari tempat untuk berteduh. Sekarang pria itu terjebak salju untuk pulang. Apa boleh buat, Benson keluar rumah demi membelikan makanan ringan kesukaan putrinya. Mungkin saat pulang nanti putrinya akan marah besar karena dirinya pergi tanpa berpamitan. Terlebih dipenghujung tahun sering mengalami turun salju dan membuat putrinya khawatir setengah mati akan kondisinya.

Ayah dimana?

Satu pesan Benson terima, dari putrinya. Hanya membaca, lantas menyimpan kembali ponselnya kedalam saku sweater tanpa mengirim balasan. Gawat, putrinya sudah menyadari bahwa ayahnya sedang tak ada di rumah. Untung saja salju sudah berhenti turun, sehingga ia bisa melanjutkan langkahnya sebelum putri kesayangannya itu menyusulnya kemari.

Karena terburu-buru, Benson tanpa sengaja menginjak ekor anjing yang sedang tidur di pinggir jalanan. Seketika suara lolongan anjing menggema membelah sunyi. Wajah Benson mendadak pucat pasi saat melihat dileher anjing itu tak ada kalung ataupun tali yang mengikat lehernya. Yang berarti anjing itu tanpa pemilik, atau anjing liar.

"Grrrr....grrrrr...grrrrr..." Suara gemuruh dari rongga dada binatang bengis itu terdengar keras menggentarkan naluri. Kaki Benson mendadak lemas dan gemetar. Kantong plastik yang sedari tadi di genggamannya jatuh berserakan. Ia memundurkan beberapa langkah seraya mengambil ancang-acang untuk berlari dengan langkah seribu.

Benson tidak memikirkan apapun lagi. Ia hanya berlari dan lari. Sesekali ia menoleh. Anjing gila itu mengikutinya dengan kecepatan tinggi. Membuat Benson berpeluh meskipun cuaca terbilang sangat dingin. Ia bingung, harus meminta tolong pada siapa. Dadanya turun-naik. Napasnya terengah-engah.

Ia menoleh lagi. Pupil anjing itu menatap buas. Lidahnya menjulur menggelayut bercucuran air liur. Letaknya hanya beberapa meter saja di belakang Benson. Ia mengumpulkan tenaga lagi. Napasnya sudah berada di ujung tenggorokan; tersengal-sengal. Usia yang sudah tidak muda lagi membuatnya mudah lelah.

Di persimpangan jalan, nampak siluet polisi berjajar rapi yang sedang berdiri melawan cahaya. Senjata dilengan mereka langsung berposisi siap menembak saat Benson berlari kearahnya. Pria itu telonjak kaget. Sial, batinnya. Anjing ini ternyata hanya sebagai umpan untuk membawanya kemari.

"Itu dia vampirenya!" Teriak seseorang diantara polisi membuat Benson mendadak berhenti melangkah. Ia berniat menjauhi polisi dengan mengambil haluan lain, namun anjing tadi lebih dulu meraup kaki kanan pria itu.

"Aww....." Pria itu meringis menahan sakit. Tongkat panjang nan ramping ia ayunkan kearah kepala anjing guna terlepas dari gigitannya yang amat menyakitkan. Tapi tak berhasil, gigitannya semakin menguat. Belum menyerah. Benson mengangkat sebelah kakinya dan mengibaskan di udara. Lagi, semuanya berakhir sia-sia.

Seakan kehilangan akal. Ia menutup mata kuat hingga saat terbuka maniknya berubah kemerahan. Suasana menjadi mencekam saat asap hitam menguar dari dalam tubuh Benson. Menampilkan dua taring yang menyembul diantara bibirnya. Wujudnya berubah menjadi seorang vampire berperawakan kuat dan juga terlihat lebih muda, sangat berbeda dengan wujudnya tatkala menjadi manusia.

Penampakan Benson sangat mengerikan. Wajahnya pucat bak mayat. Pakaian didominasi hitam dengan jubah di punggungnya. Mata pria itu kian memerah serta taring setajam pisau. Hidung Benson mengendus-endus udara, sesaat dan sejurus kemudian netra kelamnya berpusat pada kumpulan polisi yang tengah berdiri ketakutan. Ia tergugah mencium aroma darah manusia dihadapannya.

Kini, vampire itu menjilat bibirnya seperti haus akan darah. Ia tak lagi merasakan sakit dikakinya meskipun anjing itu terus menggigit tanpa ampun. Seakan merasa lapar, pria itu menarik anjing dikakinya secara paksa untuk permulaan. Kerongkongannya terasa kering dan sudah tak sabar ingin dialiri darah segar guna menambah sumber energinya.

Suara lolongan anjing itu terdengar menyayat hati, ketika Benson berusaha mencekiknya seraya menggigit area leher binatang itu. Mengoyak kulitnya dengan taring setajam pisau belati. Darah segar mengalir dari pangkal leher sang anjing dan langsung disambut antusias oleh lidah Benson. Dihisapnya secara rakus, sampai titik darah penghabisan. Bahkan seluruh polisi pun merasa jijik sekaligus ngeri akan pemandangan didepannya.

Dirasa sudah kenyang, mahluk yang pantas disebut monster itu meneleng lagi ke arah sekumpulan polisi. Senyum sinis membingkai diwajah pria itu seolah mengejek bahwa mereka adalah korban selanjutnya. Dengan mata yang sama; haus akan darah. Seolah darah anjing yang dihisapnya tak membuahkan rasa kenyang sedikitpun.

"Mundur!" Ujar Marcus was-was memimpin pasukan polisi. Ia harus berhati-hati agar rencana yang telah disusunnya berjalan apik. Seluruh pasang kaki mundur perlahan, kedua tangan mereka siaga memegang senjata pistol. Marcus bergumam menghitung angka mudur berharap seseorang muncul ditengah situasi ini. Hingga-

"Ayaah.." Teriakan seorang gadis membuat hati Benson mencelos. Itu Helena, putrinya. Disana, hanya beberapa meter dari tempat Benson berpijak. Karen menangis histeris dengan tubuhnya yang bergetar hebat. Menyaksikan ayahnya sendiri sedang dalam marabahaya.

Sedikit ragu, vampire itu menoleh kebelakang. Kearah sumber suara yang telah menggangu aktivitasnya. Lalu matanya membulat sendu lantaran mendapati putrinya menyusul kemari. Benson yang menyadari perubahan mimik wajah Marcus pun memberi isyarat kepada Helena untuk lari sejauh mungkin. Akan tetapi, Helena tak mengindahkan intruksi yang diberikan sang ayah. Lekas ia berlari, tak peduli dengan polisi yang mengintainya dibelakang Benson. Yang gadis itu takuti hanyalah keselamatan ayahnya.

"Jangan!" Benson memekik frustasi. Putrinya terlalu nekad. Dan Marcus memanfaatkan situasi ini dengan memerintahkan puluhan polisi berlari mengepung Helena. Benson mendadak panik lantas ikut berlari menghampiri Helena. Naas sebelum meraih tubuh putrinya, ia tertimpa kurungan besi yang terjatuh dari helikopter yang berada diatasnya. Jeritan kesakitan terlontar dari bibir Benson saat aliran listrik berkekuatan ribuan volt menyengatnya tanpa jeda. Cahaya listrik putih berpadu biru terus keluar dari atap kurungan hingga menyebar ke seluruh jeruji besi. Benson tak dapat berkutik, ia amat menderita didalam kurungan tersebut.

"AYAHHHH..."

○●○●○●○

COMING SOON.... !!!!

A/N : Hai... aku datang dengan nama pena baru, Aine Yence. Cerita ini juga debut(?) pertama kalinya aku pake nama pena itu ^^ *prokprokprok. Oh ya, seperti biasa aku bawa genre yang berbau detektif, fantasi, dan sedikit(?) ada unsur psikopat tapi akan lebih menjurus ke romance (mudah-mudahan). Dan cerita ini juga untuk menebus dosa aku karena akan menghapus semua cerita yang sempat aku publis T.T ide cerita ini pun perpaduan dari cerita yang pernah aku tulis.

Oke, sekian.. semoga kalian tidak lupa meninggalkan jejak dan aku berharap banyak bisa menghibur kalian di chapter perdananya!

Enjoy this story. Because all story by mine. Don't be plagiator and silent readers.

Butterfly Kiss,

Aine Yence

Black BeatlesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang