Chapter II

0 0 0
                                    

Keesokan paginya

Pagi-pagi sekali Dokter datang untuk memeriksa keadaan Aqil

“Gimana keadaan adik saya dok?” tanya Azam

“Alhamdulillah keadaannya membaik dan siang ini sudah boleh pulang ya, obatnya jangan lupa di minum serta istirahat yang cukup pada saat di rumah” jelas Dokter

“Alhamdulillah terima kasih Dok”

Mendengar penjelasan dari Dokternya, kedua kakak beradik itu merasa senang karena sudah bisa kembali ke rumah dan bisa kumpul bersama keluarga lagi.

Setelah mengantar Nana ke sekolah Bunda menjemput Aqil di Rumah Sakit, sementara Azam harus ke kampus jam 8 pagi dikarenakan masih ada kegiatan masa awal kuliah.

“Assalamu’alaikum nak” Bunda memasuki ruangan tempat Aqil di rawat

“Wa’alaikumussalam Bun, Bang Azam baru saja pergi” jelas Aqil

“Iya, tadi Bunda sudah bertemu dengan abangmu di depan”

Aqil dan Bunda segera bersiap-siap untuk pulang…

***

Sementara di kampus, Azam sedikit terlambat sehingga ia berlari dari arah parkiran ke Gedung serba guna kampus. Sesampainya di Gedung itu, semua mata tertuju kepada Azam. Raut wajah tanpa ekspresi yang diikuti senyum terpaksa membuat semua orang yang ada di sana merasa terheran-heran.

Tiba-tiba salah satu senior menghampirinya dan langsung bertanya

“Telat ya?”

“i-iya bang” jawab Azam

Sini ikut saya ke depan, Azam pun mengikuti arahan dari seniornya

“Adik-adik ada teman kalian yang telat nih, kira-kira enaknya di apain ya? Request dong”

Mendengar kalimat dari seniornya membuat Azam sedikit panik.

“Sholawat aja” tiba-tiba ada suara dari arah belakang

“Siapa tuh, berdiri coba berikan hukumannya dan sekalian perkenalan” perintah senior Azam

Orang tersebut langsung berdiri dan ternyata itu Cindy, semua mata tertuju kepada gadis itu termasuk Azam sendiri.

“Perkenalkan nama saya Khadijah Cindy Aulia dari prodi Studi Agama-agama, di sini saya ingin request hukuman buat saudara kami yang di depan. Menurut saya di lihat dari penampilannya seperti seorang ahli agama, kayanya yang cocok cuma satu yaitu sholawat” jelas Cindy

“Gimana yang lain?” tanya seniornya

“Setujuuuuuu….”

Seniornya menyuruh Cindy buat duduk kembali serta mempersilahkan Azam buat sholawat, tanpa pikir panjang Azam langsung mengambil mic dan melaksanakan hukumannya karena ia tidak tahan berdiri di depan lama-lama.

“Lau 'alaa albii dab fii hawaak
Wikfaayah leil we sahar we enaad weyaaya
Guwaa euyuunii haniin wa gharam musytaaq li'ayniik
Albii nadalak hin fii youm wa ta'aalaa
Waadiik rouhii bas ta'aala
Yallii balebbak 'Arab thammin' albii aeleik
Betighiib ayyaam wilayaalii
Wenta maa bitgheeb 'aen baalii
Witerouh wa tesibnii 'aeleik masyghoul
Bahallam bi'aeniik wa gharaamak
Wi baduub fii hawaak wa kalaamak
Wa laa liyh ana liyh 'aley yathuul
Lau 'alaa albii dab fii hawaak
Wikfaayah leil we sahar we enaad weyaaya
Guwaa euyuunii haniin wa gharam musytaaq li'ayniik
Esma' minnii wa 'eish ma'a albii zamaanii
Weteuduub fiih wi ahebbak taanii
Kifaayah 'aesyti ketiir min ablak bahlam beek
Tibe'ad 'annii liih teb ma-anaa addamak
Bas-al albak eih ahlaamak
Lau titmennaa dunyaa behalhaa takoun fii aediik”

Awal untuk akhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang