NONI

31 5 1
                                    


Surai hitam tak legam panjang sepinggang, mata bulat sempurna dengan warna Abu-abu yang cantik, bulu mata yang elok melengkung lentik, hidung Eropanya sudah pasti menjadi impian banyak orang di tanah Pribumi  ini, kulit putih halusnya bak embun pa...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Surai hitam tak legam panjang sepinggang, mata bulat sempurna dengan warna Abu-abu yang cantik, bulu mata yang elok melengkung lentik, hidung Eropanya sudah pasti menjadi impian banyak orang di tanah Pribumi  ini, kulit putih halusnya bak embun pagi yang merasuk masuk lembut ke dalam sukma. 'Elizabeth de Vries,' lahir di negeri Amsterdam tapi besar dan punya banyak mimpi yang dia berhak dapatkan di negeri Nusantara ini, si pemilik cakrawala dan desir ombak teluk yang indah. Orang tuanya seorang pelaut, dan tak sengaja terdampar di selat yang kini menjadi rumahnya, sebelum mereka memutuskan untuk kembali ke Nederland. Berlayar mencari logam dan emas dari tempat ke tempat sudah menjadi titik temu mereka untuk tinggal di tanah pribumi yang kaya ini.

Lahir disebuah keluarga yang punya kebangsawanan Belanda menjadi tantangan yang sama sekali tak akan pernah terbesit dalam pikirnya. Hidup yang seharusnya banyak orang sangka harus penuh dalam kata syukur, Eliza rasa mungkin sebaliknya. lahir dengan penuh kekeras kepalaannya menjadikannya  pribadi yang tangguh dan membawanya untuk lebih banyak mengenal Negeri yang penuh dengan ragam kultural ini. Ornamen Eropa yang ada pada dirinya mampu membuatnya terasa bebas melakukan apapun di sini, dia bebas untuk melakuan banyak hal baik pada Pribumi-pribumi yang malang karena bejatnya para londho dizamannya. Tentu saja, sebebas apapun dia masih harus melakukan semuanya secara diam-diam, tanpa sepengetahuan Orang tuanya, dan hal yang perlu diingat, dia tetaplah hanya seorang wanita, golongannya tak diberi banyak akses penuh untuk melakukan banyak hal. Budaya Patriaki yang tak masuk akal masih menjadi sebuah tatanan hidup yang membuat para wanita hidup dalam sebuah beban tak berbentuk, yang tertindih diatas kepala mereka dan banyak menghancurakan mimpi atasnya. "Sungguh, aku mencintai tanah ini. tapi, tidak dengan budaya bodohnya." sering sekali terbesit dalam kepalanya. Dia hanya bingung kenapa harus wanita yang menjadi korbannya.
"Aku yang seorang Belanda saja tersiksa dengan adanya ini. bagaimana dengan para wanita Pribumi, mereka pasti merasakan lebih dari apa yang kurasa."

Eliza, sudah lama dia berteman dengan baik dengan Issac atau Langit, nama yang sering dia dengar dari ibunya Issac bila memanggilnya. Pertemanan mereka berlangsung lama sejak remaja, satu hal yang mereka mampu berteman cukup lama, Langit dan Eliza mampu bertukar pikiran, atas prihal bejatnya sistem pemerintahan kolonial pada saat itu kepada para Pribumi yang malang. sekumpulan manusia penghuni asli tanah yang indah ini, tetapi diperlakukan tak senonoh oleh para londho yang notabennya mereka adalah seorang pendatang lalu berhasil mengelabui para Pribumi.

................................................................................................................................................................

Suasana kelas sangat kacau setelahnya, andai saja bukan karena Eliza yang menghentikan semuanya. Issac saja tidak tau apa yang akan terjadi, jika kemarahannya merasukin sepenuhnya kedalam atmanya. Peter yang sudah dibawa ke ruang pemulihan dalam keadaan tak sadarkan diri, sebab pukulan tiada henti yang di daratkan padanya.

Issac memejamkan matanya penuh penat nan lelah, sudah sangat lama teritung dia tidak meluapkan bhama kemarahan yang ada dalam dirinya. Nafasnya memburu cepat, badannya bergetar tanda perubahan emosi yang amat sangat kuat, yang pernah ia alami semasa hidupnya. Eliza yang sudah sangat lama bersama Issac saja tidak pernah melihatnya semarah itu sebelumnya. Sebenarnya ini bukan kali pertama bagi Issac dan Peter bertengkar, sudah lumyan sering mereka beradu argumen yang membawanya pada perkelahian. Tetapi biasanya Issac selalu menggapnya sebagai angin lalu, dia selalu menganggap apa yang dilakukan Petter padanya adalah sesuatu yang sangat tidak penting untuk diladeni. Tetapi, mengingat hal yang baru saja Petter lakukan padanya sudah sangat tidak bisa ditolerir. Menghina seorang wanita yang melahirkan dirinya dalam gua garba miliknya adalah suatu dosa bila ia sampai mengabaikan hal itu.

"Sudah Issac, tenangkan dirimu terlebih dahulu." kata Eliza sambil mengelus punggung milik pria yang berumur lebih dari dua dasawarsa itu. "Aku tau kau sangat Marah, apa yang kau lakukan sudah menjadi hal yang paling benar. tapi setidaknya lebih sedikit untuk kendalikan dirimu juga, kau tak inginkan bila kau sampai terkena masalah yang lebih besar lagi."

"Tapi aku benar-benar tidak bisa memaafkan apa yang dia lakukan. Kau bisa saja menggunjing dan memabawa paradigama yang buruk tentang ku. Tapi, ku mohon jangan dengan Ibu ku." Jelas Issac dengan penuh penekanan. Eliza yang mendengarkan hal itu hanya bisa terenyun diam seribu bahasa, merasakan apa yang Issac rasakan sampai menyelimuti kalbunya dengan risak.

Hari semakin gelap, malam kembali datang. suasana angin malam yang dingin mulai menusuk kulit, langit yang gelap yang kini hanya di terangi sang indurasmi yang indah kala mata memandang cakrawala dengan perlikan berhias bintang-bintang, sinarnya menimpah surai pirang milik sosok lelaki yang kini termenung di bawah naungan teras rumah milik bangsawan belanda itu, raganya terdiam sambil menatap seceruk bayangan yang tercipta dari pelita-pelita yang kian samar, yang tergantung di antara pilar-pilar.

Perkataan Peter mulai menguasai mastakanya yang kini mulai ribun dengan banyak pertanyaan dibenaknya. Netra ke biru terang miliknya menatap kosong tanpa arah, suara deritan malam yang akan menuntunnya bertemu sang fajar mendominasi susana malam. dikala semua orang yang menyambut malam dengan mata redupnya, lain dengan Issac pada malam itu. Pikirnya melayang tanpa arah, penuh dengan kata 'Gundik' dibenak kecilnya yang bertubuh besar itu.

"Apa yang peter maksud, Gundik?"

"Apa sosok wanita cantik yang menjadi ibuku, dia menjadi gundik bagi seorang Menner?"

"Jikalau ini memang benar kenapa hal seperti ini harus sampai ke telinga orang lain terlebih dahulu, di banding aku sendiri, anaknya."........

Antara Langit dan LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang