Kereta Kuda

38 4 0
                                    


---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

Batavia - 1870

Saat derai angin yang terpecah pepohonan rindang, menimbulkan bunyi yang memanjakan telinga. Di bawah pepohonan berjalan sebuah Kereta Dokar yang melaju cepat seakan seperti ingin bersaing dengan lajunya angin, Jalan setapak tak beraspal menjadi salah satu akses satu-satunya untuk menuju sekolahnya dengan cepat.

 "Eliza, kau benar-benar merasa baik-baik sajakan, bila dokar ini berjalan seperti ini?" tanya Issac khawatir. "Tidak apa-apa, sungguh. Walaupu aku merasa sedikit pusing," jawabnya.

"Benarkah?"

"Hahaahaha tidak-tidak, aku hanya bergurau. Sudah lupakan, tidak penting. Kita harus segara sampai disana."

"Tidak, sungguh aku bisa menyuruh kusir untuk melambatkan temponya!." Tawar Langit lagi. "Sudahlah, sebaiknya kau diam. aku benar baik-baik saja."

"Baiklah, bila kau tetap keras kepala."

"Ya tentu, aku akan keras kepala. Kau tau siapa yang akan kita hadapi jika terlambat masuk kelas?" bela Eliza dengan penuh penekanan. Langit hanya menurut patuh pada perkatanya, karena dia paham siapa yang mereka hadapi jika sampai terlambat. Syukur cuaca kali ini benar-benar sangat perpihak pada mereka, mereka melanjutkan perjalanannya sembari mememakan beberapa potong roti yang sudah ibu Langit siapkan sedari tadi.

School tot Opleding van Inlandsche Artsen, sekolah yang menjadi tempat dimana hanya anak dari para Manusia-manusia petinggi saja yang berhak belajar saat itu. Dimana hanya anak dari para Indo atau yang mereka sering sebut Kaum Sinyo dan orang-orang yang satu ras dengan Eliza, setidak-tidaknya kaum pribumi pun harus dari orang tua mereka dengan kasta tinggi yang berhak belajar disana. Para wanita juga sangat amat sulit sekali dijumpai, karenakan budaya Patriaki yang masih kental pada zaman itu. "Syukurlah, kita masih sempat datang ke kelas ini sebelum Docent datang." Ucap Eliza pada Issac.

"Kau benar Eliza, keberuntungan masih dalam genggaman tangan kita..." ujar Issac.

Kelas dimulai, para murid disana segera duduk di tempat mereka dan segera memegang alat tulis mereka masing-masing. "Goedemorgen. (Selamat pagi)" sapa Docent yang akan mengajar mereka saat itu. Guru yang akan mengajar mereka pun juga masih termasuk atau satu ras dengan Eliza. Seorang wanita Paruh baya dengan mata biru, Rambut yang sudah kian banyak yang memutih menjadi ciri khasnya.

Semuanya berjalan dengan lancar sebagimana mestinya. Kelas mereka berakhir lebih cepat dari biasanya.

"Saya disini hanya ingin memberitahukan bahwa tanah ini, Hindia-Belanda. Sangat membutuhkan kalian, Kita perlu banyak sekali Tenaga Medis untuk para masa yang menjadi korban daripada kebijakan baru dari sistem pertanian saat ini." Jelas Docent di akhir kelasnya.

Bukan tanpa sebab dia berbicara seperti itu karena pacsa pembubaran kemitraan bisnis VOC, kebijakan baru diperkenalkan di Hindia-Belanda. Karena berbagai pertimbangan ekonomi, pemerintah kolonial Belanda menerapkan sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) selama hampir 50 tahun sejak 1830 hingga 1870. Sistem ini telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan petani di Jawa. Sistem pertanian paksa memperkenalkan petani pada sistem pertanian yang lebih modern. Kondisi ini membuat ekonomi pangan semakin kokoh. Pada kala itu terbuka peluang bagi pengembangan ekonomi masyarakat petani. Ekonomi subsisten berangsur-angsur berubah menjadi ekonomi tunai. Namun, penyimpangan dalam praktik pertanian akhirnya menambah penderitaan bagi para pribumi.

"Tapi, bukankah itu apa yang bangsa kalian inginkan bukan? Dasar para Penjajah bajingan!!" teriak seseorang yang tak dikenal di salah satu jendela kelas mereka.

Sontak para murid amat dibuat sangat terkejut, "Siapa kau, berani-beraninya kau berbicara seperti itu?" ucap Petter salah satu murid yang ada di sana, ia adalah seorang Belanda asli sama seperti Eliza. Petter salah seorang yang sangat menjunjung tinggi kebangsawanan Eropanya. Dia tak segan-segan untuk menyiksa dan memperbudak para pribumi yang ada dalam kuasanya. "Apa urusan saya dengan anda. Klootzak indringers (Penjajah bajingan)." Kalimat yang keluar dari mulut seorang pribumi yang berdiri dan mengintip sedari tadi mereka belajar. "Hei, jangan kau berani beraninya menggunakan bahasa Netherlands, dasar Pribumi Anjing." Jawab Petter marah, beradu panas dengan pribumi asing itu. Tak lama setelah Petter berkata seperti itu pria Pribumi itu menghilang dengan tiba-tiba saja. secara bersama para murid yang ada dalam kelas berhamburan menuju Jendela dimana Pribumi itu muncul, untuk memastikan ke arah mana Pribumi itu pergi. "Awas saja, akan kucari dan kuhabisi dia," ucap Petter.

"Sudahlah Peter, jangan kau dengarkan dia." Ucap Issac sebagai pereda kemarahan yang sudah terjadi.

"Sebaiknya kau diam Issac, tau apa kau tentang kehormatan Bangsa Eropa. Aku tau kau berpihak pada Pribumi kotor itukan?"

"Bukan seperti yang kau pikirkan peter. Aku hanya mencoba untuk mendinginkan kemarahan mu itum."

"Kau yang seharusnya diam. dasar 'Langit'." Ucapan Peter yang bernada ledekan.

"Kau memang tak pantas menyanding nama Eropa dipundak mu. Kau memang cocok dengan nama Langit dibanding Issac."

"Kenapa, Apa yang salah dengan nama Langit. Tidak terlalu buruk." jawabnya.

"Oh begitukah, Berarti menjadi anak dari seorang Gundik juga bukan sesuatu yang buruk?"

"APA YANG KAU KATAKAN PETER......."

Kepalan tangan besar dari Issac mendarat keras pada pelipis kanan Peter......................... pertarungan tak bisa dihindari, sulit untuk mengerai semuanya.

Buggghhhh..... buggghhhhh....Bugggghhhhhh....

Suasana menjadi kacau para pelajar segera menghindari mereka berdua, karena mereka tau apa yang akan terjadi jika membuat seorang Issac marah. Pukulan demi pukulan didaratkan pada wajah seorang lelaki dengan rupa Belanda yang kental. kulit putihnya akan membuat semakin memperjelas luka yang akan di tinggalkan oleh seorang Issac. Bukannya tak melawan, perlawanan juga di lakukan oleh Petter, tapi apa yang di lakukan bernasib  nihil, tak berpengaruh apapun pada Issac. Tubuh besar yang ia dapatkan dari ayahnya sesekali juga berguna. Sekarang Petter dalam kuasanya, badannya ada di bawah kendali seorang sinyo. Tersungkur lemah tak berdaya.

"Sudah Issac... lepaskan dia, kau bisa membunuhnya." Eliza mencoba untuk menghentikann pertengkaran yang terjadi.

"Mana jiwa Eropa mu itu, Hah?" Ucap Issac dengan nada tinggi.

 — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — -

Antara Langit dan LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang