.
"AGHHH"
"JAY! KELUAR KAMU, SINI!"
Suara gedoran pintu kamarnya terdengar keras, dengan cepat jay mengunci pintu kamar dari dalam.
Kakinya yang gemetar bergerak mundur, ia tak pernah terbiasa dengan hal ini. Sesering apapun ini terjadi.
Langkahnya kemudian bergerak membawa tubuhnya meringkuk di pojok kamar. Memeluk tubuhnya yang bergetar ketakutan.
Terakhir kali ayah nya kambuh kemarin, ia mencoba berani menenangkan samg ayah, Namun yang ia dapat malah cekikan di lehernya.
Tangannya terangkat mengelus leher yang ditempeli plester bebek.
'Jay itu suka banget berantem ya? Selalu aku liat badan jay luka-luka atau lebam.'
Ingatanya bergulir mengingat bagaimana bibir sunoo yang cemberut mengoceh terlihat lucu, tapi tak lucu lagi ketika sunoo sengaja menempelkan plester dengan keras di daerah lukanya, itu sedikit sakit.
'Kalau luka itu harus diobati langsung! Biar gak makin parah.'
Seandainya si pendek tau yang terluka bukan hanya fisiknya, melainkan jiwanya juga. Apa dia masih bisa berucap seperti itu?
Telinga jay mendengar suara barang-barang berjatuhan.
Kalau ia mencoba untuk menenangkan ayahnya lagi, mungkin jay akan dibuat mati.
Suara ponsel berdering membangunkan jay dari lamunan, jari tangannya mengambil handphone yang sedari tadi tergeletak diatas kasur.
"Halo, hoon"
"Jay!..."
Riuh ramai terdengar di balik ponsel. Sepertinya sunghoon sedang berada diluar rumah.
"... oi, ada pasar malam. Lo gak kesini?"
Jay tak langsung menjawab, sorot matanya menatap takut pintu kamar, lebih tepatnya membayangkan kemungkinan apa yang terjadi diluar kamarnya.
"Ng.. engga deh hoon, sorry"
Helaan nafas terdengar di balik ponsel, jay tau sunghoon kesal. Karena ini bukan pertama kalinya ia menolak ajakan sunghoon untuk keluar.
"LO!.... Hadeh. Sumpah jay, kita udah lama gak hangout bareng. Sejak SD, abis itu kita beda sekolah dan lo ngurung diri terus-terusan! Lo gak mikir gimana perasaan gw? Lo gak nganggep gw sahabat?"
Jay menggigit bibirnya, ia takut keluar, namun ingin. Tapi kalau ia keluar, ia tak tega meninggalkan ayahnya yang kambuh seorang diri. Takut ayah nya nanti menyakiti dirinya sendiri saat ia tak ada dirumah.
"Bukan gitu hoon, gw cuma lagi gak mood ke tempat ramai" ucap jay lirih
Sedangkan disebrang sana sunghoon berdecak tak henti, dengan kepala yang berfikir 'sejak kapan temannya jadi seperti ini? Mengurung diri.'
"Yaudah, kalau lo berubah pikiran telpon gw, ntar gw jemput."
Setelah itu sambungan telepon terputus. Menyisakan jay yang masih meringkuk memeluk dirinya sendiri dipojok kamar.
Dengan telinga yang sekarang ia sumpal menggunakan earphone untuk menutup kebisingan dunia.
Pemikiran untuk menghilang kembali datang, namun jay tak tega meninggalkan sang ayah sendirian.
Berkali-kali jay mengingatkan dirinya bahwa ayahnya adalah orang baik. Tak membiarkan perlakuan buruk sang ayah membuat ia benci.
Setelah beberapa lama, Jay membuka earphone yang terpasang di telinganya. Memastikan suara bising diluar telah hilang atau masih ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
cigarettes and regrets [Jaynoo]
FanfictionMalam itu jay kira adalah rokok terakhir yang ia hisap. pemikirannya tentang mati terus berulang. sampai sunoo datang memberikannya permen dan rasa manis dalam kehidupan.