"Selamat pagi jay!"
Jay menghela nafasnya lelah, semenjak aksi penyelamatannya, jay selalu diikuti oleh teman kelasnya. Kim sunoo.
Padahal ia tak berniat melakukan hal terpuji itu. Malahan dirinyalah yang ingin mengakhiri hidup.
Kalau boleh jujur, jay tak mengenal sunoo sama sekali, jay hanya tau namanya. Karena nama sunoo sering disebut di dalam kelas ketika guru menyuruh siswa menjawab pertanyaan di papan tulis.
Teman kelas pun sering menyebut sunoo, jay tau karena sering dengar. Entah meminta sunoo untuk membantu mengerjakan tugas, atau mengajak sunoo pergi ke suatu tempat.
Sunoo juga orang yang banyak bicara. Jay merasa mereka tidak akan cocok berteman.
Jay sibuk dengan dunia menyendirinya, dan sunoo sibuk dengan dunia berisik nya.
"Jangan ngikutin"
Jay melangkah kan kakinya ke arah gudang dibawah tangga. Tempat jay biasanya bolos.
"Loh, jay gak masuk kelas lagi?"
Jay menghentikan langkahnya, meskipun sudah diusir berkali-kali, sunoo seperti tak peduli. Jay membalikkan badannya menghadap sunoo yang sekarang sedang menatapnya.
'Warna matanya coklat' pikir jay.
Entah karena jay yang tak sering bertemu orang, atau memang warna mata coklat itu terlihat asing dimiliki manusia.
"Denger ya pendek. Gw udah jawab terimakasih lo dengan bilang 'sama-sama' kemarin, jadi jangan merasa berhutang budi ke gw" jelas jay didepan sunoo yang ia sebut pria pendek.
'Lagian gw gak niat nolong, itu reflek aja' ucap jay membatin.
Jay masih menatap sunoo, menunggu respon yang akan sunoo berikan padanya. Namun nihil, jay merasa sunoo anak yang aneh. Kadang jay berfikir sunoo ini mungkin tidak mengerti bahasa manusia. Sekarang saja sunoo masih menatapnya intens, tidak memperdulikan perkataannya tadi.
Satu menit, dua menit, tiga menit. Tak ada pergerakan dari keduanya. Mereka hanya saling menatap. Anehnya kesunyian ini tidak membuat mereka canggung.
Namun jay tak tahan lagi dengan tingkah bodoh sunoo yang ia ladeni. Jay mengalihkan pandangannya ke arah lorong kelas di belakang sunoo.
"Yeyy aku menang!!"
Teriakan senang sunoo membuat jay terheran. Apalagi sekarang pria pendek di depan nya melompat-lompat tidak jelas.
Apa sih yang ada di otaknya?
"Menang apa sih? Emang ada lomba?"
Jay memukul bibirnya pelan, mempertanyakan pada dirinya kenapa harus kepo akan urusan sunoo. Harusnya jay tidak merespon dan langsung pergi saja agar urusannya dengan sunoo selesai.
"Tadi kan kita lomba tatapan masa lupa sih jay!"
Sunoo menyilangkan tangannya dengan pipi yang menggembung. Mungkin untuk standar orang lain itu terlihat lucu. Tapi untuk saat ini, menurut jay wajah sunoo menyebalkan.
Mendengar penuturan sunoo membuat mulut jay menganga, jadi dari tadi mereka membuang waktu tatapan selama itu karena sunoo kira mereka lagi lomba tatap-tatapan??
Jay mengusap wajahnya kasar. Ini masih pagi tapi jay sudah dibuat frustasi. Tanpa memperdulikan sunoo, jay langsung mengambil langkah lebar untuk pergi ke gudang.
"Jayy. ...abis bolos nanti aku temuin lagi ya! Semangat bolosnya!"
Bantingan pintu dari jay membuat sunoo meringis. Namun senyum di birai nya ia kembang kan lagi. Hari ini sunoo berhasil berbicara dengan jay setelah beberapa hari yang lalu sunoo tak digubris sama sekali.
Sunoo membawa kakinya berlari, karena gedung kelasnya berada sangat jauh dari gudang yang jay datangi.
Jay mendengar suara derap kaki sunoo menjauh. Tubuhnya ia bawa untuk tidur terlentang beralaskan matras usang dengan tasnya sebagai bantalan kepala.
Gemuruh lapar diperutnya berbunyi. Dua hari ini ia tidak makan, bukan karena tidak ada makanan, tapi suasana rumah yang berantakan membuatnya enggan untuk makan.
Ibu yang selingkuh dan ayah yang mempunyai penyakit mental membuatnya muak dengan Rumah.
Pertengkaran mereka hanya seputar uang, cinta, uang, cinta. Bahkan sekali saja tak pernah jay dengar mereka mendiskusikan jay sebagai anaknya.
Jay mengambil sekotak rokok di tas nya, merokok telah menjadi kebiasaan jay dari SMP.
Alasan klasik, sebagai penghilang stress.
Walau hal ini malah membuatnya ketergantungan parah.
Mata jay menatap sendu rokok di tangannya.
Dulu jay tak pernah berpikir untuk mencoba gulungan tembakau ini.
Namun stress nya semakin tak terbendung. Jay bingung bagaimana cara menyalurkan emosi di tubuhnya.
Kesedihan, Amarah, penyesalan, rasa bersalah. Itu semua jay rasakan. Namun susah untuknya mengekspresikan.
Karena emosi yang tak tersalurkan membuat hatinya mati rasa secara perlahan.
Sampai di titik dimana jay menyakiti dirinya untuk mengingatkan bahwa dia masih bisa merasakan sesuatu.
Bibir jay mulai menghisap nikotin itu dengan tenang, setiap hembusan asap yang keluar meringankan berat di dadanya.
'Hidup bentar aja deh, ntar kalau pengen mati ya tinggal mati'
suicidal thoughts sudah seperti bagian dari hidup jay. Ia tak punya masa depan yang jelas, hidup yang jay jalani sekarang pun tak ada arah. Masa lalunya juga bukan hal yang bisa jay banggakan untuk masa depan.
Namun mengingat bagaimana reaksi tubuhnya saat melihat sunoo hampir tertabrak, membuat jay kembali berpikir.
Kenapa ia takut?
Kenapa tubuhnya bergetar bahkan itu bukan kematiannya?
Yang akan ditabrak adalah sunoo, tapi kenapa dadanya yang sesak?
Pada akhirnya jay tak bisa untuk menyangkal bahwa ia takut akan kematian.
Di hati yang terdalam, jay menginginkan rangkulan.
Jay berharap pemikiran bunuh dirinya tidak menang.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
cigarettes and regrets [Jaynoo]
FanfictionMalam itu jay kira adalah rokok terakhir yang ia hisap. pemikirannya tentang mati terus berulang. sampai sunoo datang memberikannya permen dan rasa manis dalam kehidupan.