________________
Jakarta, Desember, 5 tahun yang lalu.
Biasanya, setiap hujan turun bersama sapuan angin tipis-tipis di luar, selalu ada dua cangkir teh hangat dan dua gelas susu hangat yang disiapkan oleh Mama di meja. Televisi di ruang tengah akan menyala, pendingin ruangan dimatikan, lalu semua orang akan berkumpul di sana. Ditemani aroma lembut minyak lavender yang menyebar dari air diffuser di dekat sofa. Namun, hujan sore itu, segalanya terasa berbeda.
Tidak ada teh dan susu hangat di meja. Televisi di ruang tengah masih padam dan bahkan Denta sudah lupa kapan terakhir kali benda itu menyala. Di depan pintu, satu koper besar berdiri tegak, bersisihan dengan ransel hitam yang biasanya selalu ada di sudut kamar bersama dengan miliknya. Anak laki-laki itu tidak lagi mendengar perdebatan seperti yang terjadi terakhir kali saat kedua orang tuanya duduk berhadapan, tetapi dari bagaimana Papa melangkah ke hadapannya dan kemudian berpamitan, ia tahu bahwa setelah ini, di hari-hari berikutnya setiap hujan turun, tidak akan ada lagi dua cangkir teh dan susu hangat yang akan ia lihat mengisi meja. Tidak akan ada lagi acara televisi yang menemani mereka menghabiskan biskuit sembari menunggu hujan reda. Saat Papa menggenggam kedua pundaknya yang gemetar sore itu, ia tahu, ia akan segera kehilangan segalanya.
"Setelah hari ini, nggak akan ada lagi Papa yang bantu betulin sepedamu kalau rusak. Nggak ada lagi Papa yang akan jemput kamu ke sekolah kalau Mama lagi repot. Nggak ada lagi Papa yang akan bangunin kamu pagi-pagi di hari libur buat diajak olahraga. Jadi, Papa minta tolong, kamu jaga diri baik-baik, ya. Biasain untuk lakuin semuanya sendiri. Jadilah tangguh buat diri kamu sendiri. Dan ... jangan nangis. "
Kalimat Papa saat itu terdengar seperti salam perpisahan dan Denta membencinya. Karena yang ia ingat, sebelum ini keluarganya baik-baik saja. Mereka masih berkumpul tiap pagi di meja makan untuk sarapan bersama. Mama masih memasak untuk mereka, dan Papa masih Papa yang akan selalu punya waktu menemani mereka mengerjakan PR meski sudah lelah seharian bekerja.
Desember tahun lalu, di tengah-tengah liburan sekolah dan Nataru, Papa bahkan masih membawa mereka ke Yogyakarta. Menyusuri tiap sudut Malioboro, membuat istana pasir di pantai Parangtritis, menapak jejak sejarah di Candi Prambanan, lalu berlabuh di Bukit Bintang. Denta masih banyak bertanya tentang keberadaan konstelasi Orion yang sayangnya agak tertutup awan malam itu, dan Papa masih dengan sabar menjelaskan sejauh yang ia paham.
Sampai kemudian, beberapa bulan yang lalu, Mama dan Papa sempat bertengkar. Bukan pertengkaran besar, tetapi cukup untuk membuat Papa jadi jarang sekali tinggal di rumah setelahnya. Kemudian tak lama kabar perceraian keduanya pun terdengar. Setelahnya Denta tidak tahu apa-apa, termasuk isi pembicaraan panjang kedua orang tuanya hingga akhirnya diperoleh kesepakatan bahwa Denta akan tinggal bersama Mama sementara Papa pergi, membawa saudara kembarnya. Niskala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Bulan Desember
Teen FictionDesember di tahun-tahun sebelumnya, setiap hujan turun bersama angin, akan selalu ada dua gelas teh dan susu hangat di meja. Ada suara berisik di dapur dari Mama yang sibuk memasak untuk mereka. Ada samar-samar suara tawa dari ruang tengah saat Papa...