Bab 4; Katanya, Setiap Luka Akan Tiada Setelah Terbiasa

2.5K 427 312
                                    

Bab 4;Katanya, Setiap Luka Akan Tiada Setelah Terbiasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 4;
Katanya, Setiap Luka Akan Tiada Setelah Terbiasa

_________________________________

Di pagi sebelumnya, juga pagi-pagi yang lainnya semenjak meninggalkan Jakarta, Kala selalu bangun dengan suasana kamar yang kosong. Tempat tidur yang terasa lebih dingin. Dinding-dinding ruangan yang terasa lebih sepi.

Dan di hari-hari itu, terkadang ia merindukan suara ketukan di pintu kamarnya. Lalu suara Mama akan terdengar dari sana, sekadar menanyakan apakah ia sudah bangun, atau menyuruhnya segera turun untuk sarapan. Di hari yang lainnya, ia merindukan kamarnya yang gaduh. Suara keran air yang menyala dari kamar mandi. Juga suara Denta yang akan selalu ia temukan di antara sayup-sayup suara mesin mobil Papa yang dipanaskan di garasi.

Sebab, di pagi-pagi miliknya selama lima tahun, semuanya menghilang. Dan sampai kemarin pagi, semua masih terasa sama. Ia terbangun tanpa siapa-siapa di kamar, ranjang yang masih terasa dingin, tirai jendela yang masih tertutup rapat. Namun, pagi ini, untuk pertama kali setelah musim-musim hujan yang panjang, dan setelah tahun-tahun berganti, Kala menemukan seseorang di pagi ketika ia terbangun dari tidurnya. Ada suara helaan napas teratur Denta yang terdengar dari tempat tidur. Yang kemudian membuat Kala merasa jauh lebih lega karena akhirnya anak itu pulang, dan bahkan mau tidur satu ruangan dengannya.

Maka pagi itu Kala sengaja mandi lebih awal, saat Denta bahkan masih bergumul di balik selimutnya yang tebal. Lanjut merapikan isi ruangan, lalu memisahkan jaket kotor milik saudara kembarnya itu yang semalaman hanya diletakkan sembarangan di meja belajar. Setelah itu, Kala tidak langsung keluar untuk menemani Mama memasak sarapan. Tidak seperti hari kemarin, pagi ini ia lebih suka menunggu di kamar sampai Denta bangun, mandi, lalu keluar lagi dengan rambut yang basah dan wangi sabun yang menyebar ke penjuru ruangan.

Hujan tidak turun pagi ini, dan dari balik kaca jendela kamar mereka yang terbuka, Kala bisa melihat matahari naik lebih tinggi. Sebagain cahayanya masuk, menabrak pucatnya dinding, sebagian lagi jatuh tepat di sudut ruangan. Di mana sebuah gitar akustik berdiri sendirian. Denta masih menyukai musik, itu yang akhirnya bisa Kala simpulkan.

"Tadi malem pulang jam berapa?"

Untuk pertama kali semenjak Kala terbangun dan menemukan Denta, pemuda itu akhirnya memberanikan diri untuk membuka obrolan di antara mereka. Jeda dua malam penuh yang Denta ambil Kala rasa sudah cukup untuk membuat kepalanya jauh lebih dingin, dan perasaannya jauh lebih baik. Kala pikir, setelah dua hari, Denta sudah lebih bisa menerima segalanya, termasuk kedatangan Kala yang tiba-tiba, serta alasan-alasan mengapa Papa memutuskan kembali setelah bertahun-tahun meninggalkan mereka.

Namun, waktu dua malam sepertinya masih terlalu singkat untuk membuat Denta mengerti. Terbukti dari bagaimana pemuda itu sengaja mendiamkan pertanyaan Kala, dan justru beralih memeriksa ponselnya yang masih dalam posisi mengisi daya.

Dari kemarin, cara Denta menghindar selalu sama. Kala tidak tahu apa yang pemuda itu lihat di ponselnya, atau dengan siapa dia bertukar pesan di sana, hingga suara Kala seolah teredam; tak terdengar. Ia tidak tahu, tetapi sikap Denta yang seperti itu membuat Kala merasa bahwa semua hal sekarang kelihatannya sangat penting untuk Denta, kecuali dirinya. Semua bisa merebut perhatian Denta, kecuali dirinya.

Hujan Bulan DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang