Bab 7; Di antara Garis-garis Senja yang Lenyap dari Langit

2.5K 417 189
                                    

Bab 7;Di antara Garis-garis Senja yang Lenyap dari Langit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 7;
Di antara Garis-garis Senja yang Lenyap dari Langit

_____________________________________


Bukit Bintang, Yogyakarta, enam tahun yang lalu.

"Kamu pernah denger nggak, katanya anak kembar terlahir dengan kemampuan ngerasain keberadaan dan perasaan satu sama lain?"

"Siapa yang bilang?"

"Mama."

"Terus kamu percaya?"

"Percaya. Buktinya, aku selalu bisa ngerasa sedih padahal saat itu kamu yang lagi sedih. Aku bisa ikut nangis, padahal kamu yang jatuh pas main bola di lapangan sampai kakimu kekilir."

"Terus kalau aku nggak ada, kamu emangnya bisa tau aku di mana?"

[•••••]

Tempat pertama yang Denta tuju setelah meninggalkan rumah Nareska adalah kafe Tante Sahara. Yang sore itu tampak ramai, dengan halaman parkir yang hampir penuh, juga meja-meja yang hampir semuanya terisi. Dan di antara keramaian itu, jujur sekali, Denta berharap akan menemukan Kala. Sedang mengambil gambar dari sudut-sudut kafe, merekam orang-orang yang naik ke panggung untuk bermain musik, atau sekadar berkeliling mengamati tanaman-tanaman hias milik Tante Sahara yang tumbuh dengan segar.

Sebab, di kedatangan pertama mereka kemarin, anak itu terlihat sangat menyukai tempat ini. Sama seperti bagaimana ia menyukai tiap sudut kafe ini seperti rumahnya sendiri. Jadi, di antara lalu-lalang manusia sore itu, Denta menerobos pintu kafe untuk kemudian mencari ke seluruh penjuru ruangan. Mengamati satu per satu meja, dan menyisir setiap sisi yang dapat terjangkau matanya. Seandainya di sana ada Kala, ia pasti akan langsung menemukannya. Bahkan jika anak itu tenggelam di antara lautan manusia, Denta yakin ia akan tetap bisa menemukannya. Garis wajah dan segala hal tentang Kala adalah yang paling ia kenali di antara semua manusia di bumi.

Dan sayangnya, saat itu, di antara manusia-manusia itu, di tengah ramai tawa dan musik yang membelai sudut-sudut kafe itu, Denta tidak menemukan Kala. Alih-alih saudara kembarnya, justru lambaian tangan Tante Sahara yang menyambut Denta dari dekat pintu kaca menuju taman. Senyum wanita itu mengembang lebar, dan dengan cepat langkah kaki Denta bergerak membelah isi kafe lebih dalam.

"Hai, Den!" sapa wanita itu, sembari meletakkan sprayer yang sepertinya baru ia gunakan untuk menyiram tanaman sirih gading di dekat pintu.

"Tante, sorry, tadi Kala ada sempat ke sini nggak?"

Denta itu salah satu jenis manusia yang sangat tidak menyukai basa-basi. Jadi, begitu tiba hadapan Tante Sahara, pemuda itu langsung bertanya kepada intinya. Kabar baiknya, saat itu, ia seperti bisa melihat titik terang dari cara Tante Sahara tersenyum dan menganggukan kepala.

"Iya, tadi siang ke sini. Makan, terus stay sebentar. Tapi karena Tante kebetulan lagi sibuk banget, kafe juga lagi rame-ramenya, jadinya nggak sempat ngobrol lama. Habis makan juga dia langsung pamit pergi lagi, sih."

Hujan Bulan DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang