"PAPA! KUNCI MOTOR EMO!" Teriak bocah itu menggedor gedor kamar bercat hitam milik Leon.
Tidak ada jawaban, hening. Tidak mungkin bukan dirinya harus masuk ke dalam kamar milik sang Papa. Setelah bangun tidur niat ingin berangkat pagi untuk menghindari omelan Papa dan kakak ia malah tidak menemukan kunci motor dimanapun.
Ia juga sudah bertanya dengan Rey, pria itu menjawab bahwa kunci motor milik nya dibawa oleh Papa. Huh menyebalkan, sungguh.
Remaja itu mondar mandir didepan kamar milik Leon, memikirkan bagaimana cara ia mengambil kunci motor tanpa masuk kedalam kamar."Sedang apa, huh?"
Emo terlonjak kaget, mengusap dadanya. Anak itu mencebik saat menemukan Max didepannya. Pemuda itu sengaja ke atas untuk menghampiri kamar adiknya. Ternyata bocah itu malah berdiri didepan kamar sang Papa.
"Buat kaget aja tau gak!" Pekiknya, bocah itu bersedekap dada.
"Hm?" Ulangnya.
"Kunci motor gue disita pria tua itu, suruh balikin bang" Tatapan anak itu penuh permohonan, menyatukan tangan didepan dada berharap Max membantu mengambilkan tanpa susah susah berbicara dengan Papanya.
"Begitu cara berbicara dengan orang yang lebih tua, Emo?" Tanya Max penuh penekanan.
"Baiklah, minta maaf. Tapi ambilin dulu kunci motor Emo!" Anak itu menghentakkan kakinya sebal, selain kunci motornya disita ia juga oleh Max.
Ceklek
Sontak keduanya menoleh, memperlihatkan Leon yang baru saja keluar dari dalam kamar. Hendak turun untuk sarapan pagi dengan keluarganya. Dari dalam kamarnya tentu ia tidak dapat mendengar, kamarnya kedap suara.
Leon mengenakan jas berwarna hitam dipadukan dengan kemeja putih. Pria itu sedikit membenahi kancing lengannya, sebelum mengusap rambut putra kecilnya. Ada guratan marah dalam kedua mata Emo. Ia paham betul bahwa putranya menginginkan kunci motor.
Max menghela nafas, adiknya itu benar benar nakal sekali. Tanpa permisi malah masuk kedalam kamar sang Papa untuk mencari kunci motornya. Leon menyusul Emo masuk, diikuti Max dibelakangnya. Emo menaiki ranjang dengan sepatu yang masih dikakinya.
"Emoarta, turun!"
"Papa kemarin bilang apa, tidak ada lagi naik motor." Tegasnya sekali lagi.
"Bodo amat! Kalau Emo bilang naii motor ya naii motor. Ini hidup Emo, Papa tidak boleh bertindak semau papa!" Pekik ya yang masih terus mencari didalam laci dekat dengan tempat tidur Leon.
Bocah itu menulikan pendengarannya, asik twrus mencari letak kunci motornya. Ia ingin mencarinya sampai ketemu. Tidak mau tau! Itu motor kesayangannya, ia membeli pakai uang Papa sih.
Tapi itu tetep motornya!
"Ini yang kamu cari?" Celetuk Max tiba tiba.
Emo menoleh, mengangguk dengan senyum lebar. Akhirnya, sang Abang memberitahukan letak kunci motornya. Emo turun, melompat hendak mengambil sebelum ia ditangkap Max untuk turun sarapan.
Kaki bocah itu menendang ke segala arah, bahkan menggigit bahu kekar milik Max membuat pria itu meringis karena gigi Emo yang tajam.
Didepannya, sang Papa berjalan dengan tegap. Menghiraukan raungan sang putra yang ingin turun. Beberapa kali putranya itu meraung meneriaki namanya, meminta untuk diturunkan.
"Papa bilang apa kemarin, nakal sekali" Ujar Max setelah mendudukkan adiknya di meja makan.
Hari ini tidak begitu lengkap seperti kemarin, pagi ini Fisher ada jadwal operasi, mungkin petang nanti akan balik. Ditempatnya, Emo diam. Tidak berbicara apapun setelah diturunkan oleh Max.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emo
General FictionMempunyai orang tua utuh impian semua anak, tidak dengan Emo. Remaja 15 tahun yang membenci orang tuanya, Papa lebih tepatnya. Hidup satu atap dengan penghianat? Mimpi buruk. "Emo salah paham, maafin Papa okey?" "Bajingan memang tidak pernah mau, un...