Fisher tersenyum pogah setelah memenangkan perdebatan dengan adiknya. Bocah itu merengut kesal setelah ia periksa tadi, Emo menjauhkan dirinya dari jangkauan orang orang. Duduk di single sofa dengan bibir melengkung ke bawah.
"Adek bohong" Ujar Deon
Semuanya baik, semuanya juga tahu jika anak itu berbohong tentang kesehatannya. Emo tambah merengut saat ia menerima semburan dari keluarganya. Tentang ia tidak diperbolehkan bercanda menyangkut kesehatan.
"Daddy, diam. Jangan ngomong terus" Sentak bocah yang kini melipat tangannya didepan dada.
"Emo" Tegur sang Papa
Tatapan tajam kini terus menghunus Emo, tidak lepas barang sedetik pun. Emo menghelas nafas jengah, berdiri guna untuk kembali ke dalam kamarnya. Menoleh karena tangan miliknya dicekal erat oleh Abang nya. Mendesis kesakitan saat cengkraman bertambah erat.
"Nakal"
Max mengangkat adiknya ke dalam gendongan koalanya, membuat sang mpu bergerak lasak ingin cepat diturunkan. Memilih abai, Max berjalan duduk tepat disamping sang Daddy.
"Kalau gak mau sekolah, bilang aja. Gak usah bohong bohong kayak gitu."
"Dewa, bukan Emo"
"Jangan menyangkal, adek juga sama."
"Papa gak suka kalau adek bercanda tentang kesehatan" Leon menambahi
"Kenapa"
"Kesehatan bukan buat bercanda"
"Lalu, Bunda.."
"Kenapa Pa-pa berani bu-bunuh Bunda, kan kesehatan bukan buat bercanda. Kenapa tega ngelakuin itu sama bunda" Emo mengeluarkan keberanian untuk mengatakan sepenggal kalimat itu.
Mati matian ia mengatur sesak dalam dadanya, ia menahan air matanya agar tidak jatuh. Tak lagi, kini tangisnya tak dapat lagi dibendung, bocah itu sesegukan sambil mengusap air matanya.
Menunggu jawaban sang Papa yang hanya diam menatap dirinya. Mata anak itu sembab dengan hidung memerah, menambah kesan imut dalam diri Emo. Ia melirik ke belakang, mendapati Max yang kini juga menatapnya dalam diam.
Emo dapat melihat, emosi yang terpancar didalam mata sang Abang. Ia tidak tahu, apakah karena dirinya salah berbicara. Guratan tercetak jelas dileher, rahang yang tegas memperkuat rasa ketakutan Emo terhadap sang Abang.
"Jawab Emo, jangan diam saja!" Bentak anak itu saat tidak mendapat jawaban.
"Kakak, ayo jawab"
Fisher terdiam, tidak menanggapi perkataan sang adik, ia takut kelepasan dan menyakiti adiknya. Mempertebal kesabaran saat adiknya kini menarik narik kemeja miliknya.
"Sayang, ikut mama aja yuk. Kita masuk ke dalam kamar"
"Tidak mau"
"Mama buat cake, ayo makan sama mama"Alya mengulurkan tangan, hendak meraih pergelangan milik Emo.
Takk!
Sshh
Tangan milik Alya memerah akibat tampikan Emo, meringis karena anak itu tidak main main saat menampik tangannya. Ia tau itu tidak sengaja, Alya masih bisa tersenyum menanggapi emosi keponakan yang ia anggap putranya sendiri dengan tenang.
"Emoarta!" Bentak Deon
Anak itu berjengit kaget mendengar teriakan dari Daddynya, jantungnya berdegup kencang karena terkejut. Ia menoleh, mendapati sang Daddy yang menjulang tinggi dibelakangnya. Pria itu marah mendapati kesayangannya berani bermain tangan dengan istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emo
General FictionMempunyai orang tua utuh impian semua anak, tidak dengan Emo. Remaja 15 tahun yang membenci orang tuanya, Papa lebih tepatnya. Hidup satu atap dengan penghianat? Mimpi buruk. "Emo salah paham, maafin Papa okey?" "Bajingan memang tidak pernah mau, un...