Enjoy the reading
●○•▪︎•○●"A-aahh sakit."
"Shhh pelan pelan."
"Aaakkkhh sakit sakit!"
Plak!
Johan memukul kepala belakang Abyan sampai berbunyi nyaring. "Diem ngapa sih, Yan! Berisik banget heran."
"Ya lu pelan pelan dong, kak! Kasar amat jadi orang, adeknya lagi sakit juga." Johan tak menjawab lagi, dokter muda itu sibuk mengobati luka yang terpampang di sekujur tubuh Abyan.
"Lagian kok bisa lu pulang mendadak? Bukannya bawa makanan kek bawa parsel kek malah pulang babak belur gini." Joshua yang sedari tadi diam akhirnya angkat suara.
"Ya kan resiko kerjaan gue, mas. Harusnya gue udah nyampe tadi malem, tapi ada sekutu teroris itu yang nyegat rombongan kita, dan harus kita selesaiin dulu. Ya hasilnya gini."
Johan membalut luka luka yang menggores tubuh kekar itu dengan perban. Setelah selesai pemuda itu mengemasi peralatan medis nya. "Jo, bantu usapin badan si Aby, luka nya belum boleh kena air."
Ucapan Johan tentu saja di angguki oleh Joshua. Johan pergi untuk meletakkan kembali peralatan medis nya di tempat awal, sedangkan Joshua bergerak mengusap tubuh si tentara muda dengan kain basah.
Memang bukan sekali dua kali Abyan pulang mendadak dengan keadaan babak belur seperti ini. Namun, di antara pengalaman pengalaman sebelumnya, kali ini lah yang paling parah. Jika kemarin kemarin hanya lebam dan kulit yang terkelupas atau berdarah, maka kali ini lebih mengenaskan. Toraks nya pecah, lebam yang pasti membiru dimana mana, goresan benda tajam di sekujur tubuhnya. Yang paling mengerikan adalah terdapat beberapa luka menganga bekas tembakan yang mungkin meleset di bisep, pinggang, dan paha atas pria itu.
Akan tetapi, separah apapun kondisinya, Abyan tak pernah mau di rawat di rumah sakit. Bagi para tentara, luka adalah medali yang harus di banggakan. Dan Abyan lebih memilih di rawat di rumah oleh dokter pribadi nya alias Johan dan para saudara nya. Menurutnya, luka yang di obati oleh orang-orang tersayang akan lebih cepat sembuh.
"Udah dapet libur belum, By?" Tanya Joshua sambil terus mengusap tubuh Aby.
Aby yang di tanyai menoleh ke arah sang kakak sekilas, lalu kembali melihat ke arah langit langit kamar nya.
"Udah mas, tujuh bulan kedepan Aby full di rumah. Cuma ya mungkin ada panggilan mendadak beberapa kali buat meeting atau latihan."
Joshua mengangguk paham. "Yaudah, istirahat aja dulu. Pastiin nanti siang atau sore udah agak baikan, kasian si adek nangis terus di luar. Gue ambilin makan, ya?"
"Gausah mas, ntar gue turun aja. Lagian ga laper kok."
"Jangan gitu, lo harus minum obat abis ini. Kalo gamau makan di kamar ayo ke bawah gue bantuin.""Boleh deh." Ucapan Abyan membuat Joshua tersenyum. Lantas pemuda bermata rusa itu membantu sang adik memakai pakaian nya dan memapah Abyan menuruni tangga menuju ruang makan.
"MAS ABY! MAS ABY GAPAPA KAN?"
Tepat saat menginjak anak tangga terakhir, teriakan si bungsu terdengar menggema.
Aira melepas pelukan nya dari Arjun dan berlari menghampiri Aby yang entah kenapa malah diam di depan tangga.
"Mas Aby nya gapapa dek, cuma lecet dikit."
Aira tentu saja tidak percaya dengan ucapan Joshua. Namun ia tidak akan bertanya lebih lanjut, karena percuma. Abyan tidak akan memberitahu nya kenapa dia bisa begini. Cukup jadi rahasia di antara para abdi negara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Life Mahendra's Family (SEVENTEEN × HONG EUNCHAE)
Teen FictionGa ada apa-apanya kok, cuma menceritakan keseharian Aira dan 13 laki-laki kesayangan nya WARNING!!! ● SEVENTEEN × LE SSERAFIM ● SEVENTEEN × HONG EUNCHAE ● FAMILYSHIP ● BAD WORDS ● SLOW UPDATE ● KARYA SENDIRI, APABILA ADA KESAMAAN DENGAN CERITA LAIN...