#8 Honey Moon Stage

100 8 2
                                    


"Hyung.... Hyung...."

Hyunjin tersadar dari lamunannya saat mendengar Jeongin memanggil. Lagi-lagi ia tepergok tengah melamun hingga tak sadar bahwa kelasnya sudah berakhir. Lelaki itu menghela nafasnya, sedikit malu karena ini terjadi untuk yang kedua kalinya, atau mungkin lebih dari itu.

"Sepertinya ada yang sedang berbunga-bunga" ucap Jeongin satir.

"Siapa yang sedang berbunga-bunga?" elak Hyunjin.

"Aku hanya menemukan satu manusia yang sedang mematung sambil tersenyum konyol dari semenjak aku datang ke kelas ini" sindir sang junior.

Dalam hatinya ia merutuki dirinya sendiri yang akhir-akhir ini tidak bisa mengontrol perasaannya. Terutama dari semenjak Jisung yang meyakinkannya akan hubungan mereka saat ini. Meskipun tidak secara tersirat, namun Hyunjin merasa senang karena saat ini ia mulai percaya dengan perasaannya pada Jisung. Tidak ada lagi keraguan yang menyelimuti pikiran dan hatinya setiap hari.

Hyunjin kemudian bergegas mengemasi peralatan lukisnya. Jika saja Jeongin tidak datang menyadarkannya saat itu, mungkin Hyunjin akan melewati pertemuan antara pihak sponsor dengan penerima beasiswa siang ini.

"Apakah pertemuannya akan lama?" tanya Jeongin.

"Tergantung dari apa yang akan dibahas. Jadi jika aku tidak datang 15 menit setelah rapat dimulai, aku serahkan semuanya padamu" jawab Hyunjin.

Jeongin menghela nafasnya dengan berat mendengarnya. Pasalnya, jika Hyunjin menyerahkan semuanya padanya lagi, maka rapat itu akan menjadi panjang dan melelahkan.

Hyunjin meraih kepala Jeongin saat melihat juniornya memasang wajah masam, mengacak surainya dengan lembut sembari meyakinkan dia supaya tenang. Sebenarnya Hyunjin tidak tega, tetapi Jeongin merupakan orang yang ia tandai untuk menggantikan dirinya setelah lulus nanti. Oleh karena itu, tidak ada lagi orang yang Hyunjin percaya selain Jeongin.

Hyunjin kemudian pamit pada Jeongin untuk menuju auditorium.

---

Para penerima beasiswa mulai terlihat keluar dari pintu auditorium. Setelah mengikuti pertemuan selama hampir 60 menit, mereka terlihat masih mendiskusikan tentang apa yang dibahas bersama dengan pihak sponsor beasiswa tadi.

Sebagian besar dari penerima beasiswa terlihat antusias, termasuk Hyunjin. Hal ini dikarenakan pihak jurusannya menawarkan keringanan kepada para penerima beasiswa supaya bisa lulus lebih cepat. Selain itu, pihak sponsor juga menjanjikan akan mempromosikan bagi mereka yang bisa menghasilkan karya terbaik ke beberapa perusahaan ternama pada saat acara tahunan nanti.

Rasanya Hyunjin semakin merasa tertantang namun juga gugup. Ini benar-benar kesempatan besar untuknya dan karena itulah ia harus fokus menghasilkan karya yang semenarik mungkin untuk dipamerkan di pameran seni nanti.

Akan tetapi, sebagai ketua pelaksana ia juga harus membuat acara tersebut lancar dan meriah. Sungguh tanggung jawab yang besar baginya. Memikirkan itu membuatnya semakin cemas, namun segera ditepisnya. Ia harus tetap berusaha dan semangat.

Hyunjin melirik jam tangannya, dengan durasi selama itu ia berpikir apakah rapat klubnya masih berlangsung atau tidak. Dengan sedikit khawatir ia segera pergi menuju ruang klub.

Sesampainya disana Hyunjin sedikit mengintip dari kaca pintu. Sepertinya di ruangan tersebut sudah tidak ada orang meskipun ia tidak yakin.

Dengan perlahan Hyunjin membuka pintu ruangan. Ternyata dugaannya benar, rapat tersebut sudah selesai dan ia hanya melihat Jeongin yang membawa laptopnya kembali di meja rapat.

Love is Not a MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang