Bagian empat. [END]

450 44 7
                                    

Minho merasakan pening luar biasa pada kepalanya, matanya cukup sulit untuk dibuka. Hidungnya merasakan aroma desinfektan yang khas. Perlahan, ia atur kembali napasnya, kemudian ia buka matanya pelan-pelan.

Tembok putih dengan beberapa furniture yang tidak familiar menyapa inderanya. Tangannya terasa kebas, entah siapa yang menggenggam jemarinya sekuat ini.

"haus..." lirih. Suara Minho bahkan hampir tidak terdengar. Ia lemas luar biasa. Belum lagi ada sesuatu benda yang menempel pada hidungnya.

Ini alat bantu oksigen, kah? Batinnya bingung.

"haus.." kali ini Minho berusaha mengeluarkan suaranya, terdengar cukup berat. Juga ia berusaha melepaskan genggaman tangannya.

"AYAH." Suara teriakan Areum lah justru yang membangunkan tiga orang dewasa disana. Tadi sore, setelah Minho dipindahkan ke ruang rawat inap, Areum sempat diajak pulang oleh Yoona. Tapi, anak itu menolak dan malah menangis. Ia bilang, ingin terus berada di dekat sang Ayah.

Seungmin, sosok yang ternyata menggenggam jemari Minho sambil tidur terduduk itu pun membuka matanya. Ia sudah menitipkan Gaeun pada sang kakek setelah menjelaskan bagaimana kondisi Minho dan Areum.

"Hei," Seungmin menyapa, "tunggu sebentar ya? Aku panggil suster sama dokter jaga dulu."

Seungmin kemudian pergi, digantikan oleh Areum yang menggenggam tangannya. Minho masih belum sadar jika kedua orangtuanya berada di ruang yang sama. Kepalanya masih cukup sakit untuk mencerna semuanya.

Suster dan Dokter memasuki ruangan, lalu mereka memeriksa kondisi Minho yang baru sadar setelah pingsan kurang lebih dua belas jam.

Dokter mengatakan jika tubuh Minho cukup membaik, belum ada efek yang signifikan terkait konsumsi obat gangguan kecemasannya tadi. Dokter bilang, itu nanti akan di observasi lebih lanjut.

"Ayah... hiks." Areum terduduk di bed Minho, menggenggam jemari Minho dengan erat. "Ayah jangan pergi."

Minho tersenyum, alat bantu oksigen nya sudah dilepas karena keadaan Minho sudah cukup stabil.

Dan tepat disana, Minho melihat Junho serta Yoona yang berjalan mendekat.

"Kenapa kalian ada disini?" Minho bertanya dengan nada panik, lalu, ia berusaha meraih Areum dalam pelukannya.

"Hei, calm down, ya?" Seungmin mengusap bahu Minho. "Mereka tadi juga ada disini, nggak sengaja ketemu pas kamu sama Areum masuk UGD."

Minho menatap Seungmin bingung, Aku-Kamu? Sejak kapan kosa kata yang digunakan lelaki itu berubah?

"No. Tolong, tolong pergi dari sini." Minho masih memeluk Areum, tidak perduli jika tubuhnya sakit. Tidak perduli juga pada infus yang terpasang di punggung tangannya. "Lo juga. Please, pergi."

"Ayah jangan nangis..." suara Areum ikut gemetar saat merasakan tubuh sang Ayah gemetar dan juga terisak. Ia ikut memeluk sang Ayah sama eratnya.

"Minho.." suara Junho terdengar, ia tidak bisa meninggalkan anaknya yang saat ini tergolek lemah diatas ranjang rumah sakit bersama sang cucu.

"Tolong, bukannya kalian sudah bahagia? Kenapa? Kenapa harus datang lagi? Apa yang kalian mau dari saya? Tolong..."

Yoona menggenggam jemari suaminya, air matanya juga ikut mengalir. Minho, putranya yang dulu sangat amat menghargai dirinya, kini berubah. Dan ia merasa pantas mendapatkan semuanya.

"Bukannya ini yang kalian mau? Saya pergi sejauh mungkin, kalian bisa dengan bebas mengarang cerita jika anak kalian sudah mati, kan? Lalu, kenapa kalian mencari saya lagi? Mau apa?"

Rewrite The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang