sembilan belas

969 17 5
                                    

Aku tak bisa selalu tawarkan bahagia, tapi untuk sedihmu aku usahakan ciptakan lega

🦋🦋🦋

Feri memasuki rumahnya, semua lampu tampak padam tanda semua orang di rumah ini sudah tertidur. Feri lalu menekan saklar lampu hingga lampu ruang keluarga menyala terang. Menyapu pandangan ke seluruh ruangan, tatapan Feri langsung berhenti pada Erna yang tampak tertidur disova ruang keluarga.

Perlahan Feri berjalan dan duduk di ujung sova menatap Erna yang tampak lelap, garis wajah sedikit berkerut namun tidak pernah memudarkan paras cantiknya, seulas senyum terukir pada bibir Fari. Lama ia bersama dengan Erna ia selalu mendapatkan apa itu kasih sayang dan cinta yang tulus, entah mengapa ia menjadi brengsek setelah bertemu dengan mantan pacarnya itu, seolah Erna bukan lagi hal spesial di hidupnya.

"Dari semua penghianatan saya kenapa kamu masih sama Erna?" Ujar Fari menatap kopi dingin yang ada di atas meja, seperti sebelum sebelumnya ia selalu menyiapkan secangkir kopi untuk Feri.

Melihat selimut yang turun dari tubuh Erna, Feri berniat membenarkan selimut itu, namun ia terkejut ketika tiba tiba saja Erna terbangun dalam tidurnya, kedua mata itu saling bertatapan beberapa detik, lalu Feri langsung menjauhkan tubuhnya.

"Ehemmm" Feri berdeham singkat menghilangkan rasa canggung karena kejadian barusan

"Mas udah pulang? Maaf aku ketiduran tadi" ujar Erna buru buru duduk dari tidurnya. Feri tampak memasang wajah datar sambil mengangguk singkat sebagai jawaban

"Aku bikinin kopi baru ya, ini pasti udah dingin" ujar Erna ingin mengambil kopi itu namun Fari lebih dulu mengambilnya

"Ga usah" ujar Fari lalu meminum kopi itu dan menaruhnya kembali

Suasana mendadak sunyi, Erna tampak menggenggam jemarinya erat erat, jantungnya berdegup kencang saat melihat tatapan Feri yang amat dingin kepadanya.

Ia ingin membicarakan tentang keputusannya atas gugatan cerai Feri, 
Erna tidak mau melakukan itu, ia ingin kesempatan agar rumahnya ini tidak rusak, ia hanya tidak ingin anak anaknya menjadi korban dari runtuhnya rumah ini.

"Mas" panggil Erna membuat Feri menoleh

"Apa?"

"Emm soal perceraian kita, aku sudah memutuskan untuk—"

"Saya tidak akan menceraikan kamu" potong Feri cepat membuat Erna terkejut bukan main, apakah yang dibicarakan suaminya ini benar?

"Mas kamu serius?" Tanya Erna senang

"Jangan senang, aku lakuin ini untuk Skala dan Cila." Ujar Feri

Meskipun begitu Erna sudah merasa lega sekarang, jika bukan untuknya setidaknya untuk anak anaknya ia tak apa. Erna lalu tersenyum ke arah Feri

"Makasih mas, makasih kamu batalin perceraian kita. Aku hanya ga mau anak anak jadi korban karena perceraian kita. Aku ingin kita selalu utuh, walau sebenarnya semuanya sudah terlihat rapuh. Aku ingin kita tetap jadi rumah" ujar Erna,

Feri tampak tersentuh namun ia mengelak semua itu. Ia tak mau terbawa perasaan.

"Besok saya akan mengajak kamu dan anak anak dalam pertemuan perusahaan" ujar Feri lalu beranjak pergi

Entah keberuntungan apa yang Erna dapatkan sekarang, ia sangat merasa senang. Ia melihat punggung suaminya yang mulai menjauh.

"Akhirnya rumah kita akan tetap berdiri Skal" ujar Erna.

Feri menghela nafas, ia masuk ke ruang kerjanya dan duduk di kursi. Feri menatap bingkai foto yang terdapat keluarganya yang tampak tersenyum bahagia, tapi itu dulu. Feri memijat pelipisnya pelan.

GAMASKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang