1. Gairah Yang Bertindak

6.1K 295 13
                                    

Suara musik yang mengalun dari balik pintunya masih samar-samar terdengar di tengah kantuk dan pusing yang mulai datang. Semua orang pasti sibuk berdansa dengan pasangan masing-masing, tetapi wanita itu sibuk bergelut dengan puluhan kancing di belakang punggungnya. Batinnya mencecar sang sepupu yang memilihkan gaun model rumit ini untuknya.

Jasmin membalik tubuhnya, kepalanya berputar menatap punggungnya dari cermin tinggi yang menempel di lemari pakaiannya. Sudah setengah kancing yang terbuka. Butuh usaha lebih keras bagi ujung jemarinya untuk mencapai kancing selanjutnya.

Sambil menahan napas, akhirnya satu kancing berhasil terbuka ketika suara deritan pintu membuatnya menoleh ke arah luar ruang ganti. Menajamkan telinga untuk menangkap suara apa pun itu. Beberapa saat menunggu dan hanya kesunyian di tengah kamarnya yang remang, Jasmin pun kembali bergelut dengan kancing-kancing mungilnya.

Sepertinya pengaruh cocktail yang diminumnya sehingga telinganya harus mendengar suara-suara aneh. Kailee pasti memasukkan sesuatu di minumannya agar ia membuat keributan untuk mempermalukannya. Adik tiri sialannya.

Namun, telinganya tak salah dengar ketika suara langkah kaki terdengar lebih jelas dari sebelumnya. Jasmin pun menarik tangannya dari punggung, melangkah dengan perlahan ke arah pintu ketika sekelebat bayangan tertangkap oleh matanya.

“Siapa di sana?”

Tak ada jawaban. 

Jasmin berhenti sejenak, menatap keluar dengan kewaspadaan sebelum melanjutkan langkahnya. Kakinya baru mendapatkan satu langkah keluar dari ruang ganti ketika sebuah telapak tangan membekap mulutnya. Menahan teriakan yang sudah di ujung lidah dan kedua lengan yang kekar tersebut menahan rontaannya.

“Merindukanmu, cantik?”

Mata Jasmin membelalak. Nyaris keluar dari rangkanya mengenali suara yang khas dan familiar tersebut. Jeritannya tertahan di tenggorokan, gelengannya diartikan sebagai jawaban tidak oleh si pria.

“Kalau begitu, aku akan membuatmu merindukanku,” bisik si pria, mengakhiri kalimatnya dengan jilatan di ujung daun telinganya.

Tubuh Jasmin meronta sekuatnya, tetapi semua kekuatan yang sudah dikerahkannya sama sekali tak berarti apa pun bagi si pria yang membawanya berdiri di ujung ranjang tidurnya. Salah satu tangan si pria menelusup di balik punggung Jasmin, merobek gaun malam yang dikenakan wanita hingga kancing-kancingnya berhamburan ke lantai di sekitar mereka. Satu-satunya suara di tengah kesunyian kamar selain suara napas berat pria itu di telinga Jasmin.

“Ini akan menjadi malam yang paling indah untuk kita berdua. Dan kau akan selalu mengingatnya. Mengingat setiap sentuhanku. Mengingat setiap momen tubuh kita yang saling menghangatkan.” Sekali lagi pria itu berbisik, yang menambah kengerian di kedua mata Jasmin yang mulai digenangi air mata.

Tubuh Jasmin dibanting ke tengah kasur, hanya sepersekian detik bagi mulutnya untuk berteriak. Tetapi secepat kesempatan itu muncul, secepat itu pula suaranya kembali dibungkam oleh mulut pria itu yang sudah menindih tubuh mungil Jasmin.

Kedua tangan Jasmin dipaku di atas kepala, kedua kakinya yang menendang ke segala arah berhasil ditahan oleh kaki panjang dan besar pria itu. Sementara tangan pria itu yang lain melepaskan satu-satunya pakaian yang tersisa di tubuh Jasmin. Sebelum kemudian telapak tangan tersebut bergerak menyentuh setiap inci kulit telanjang Jasmin dengan penuh gairah pria itu yang semakin panas. Menghancurkan kehormatan Jasmin dengan cara yang paling buruk.

Jasmin tak berdaya, dadanya terasa sesak oleh tindihan dan ciuman membabi buta pria itu. Air mata merebak jatuh ke sprei yang sudah kusut. Menjadi saksi bisu keberengsekan pria yang kini bergerak-gerak di atas tubuhnya. Memuaskan hasrat dan dendam yang sudah membara di dalam hatinya. 

Ketika pria itu mendapatkan puncak kenikmatannya, erang kepuasan lolos dari mulutnya di atas wajah Jasmin yang berurai air mata. Mendaratkan satu kecupan di kening Jasmi sebelum kemudian melepaskan diri dari tubuh Jasmin dan berguling ke samping.

Untuk sesaat tangannya masih terpaku tak berdaya di atas kepala bahkan ketika pria itu sudah melepaskan cengkeramannya. Terasa kebas oleh cengkeraman yang nyaris mematahkan tulang pergelangan tangannya. Dan saat wanita itu menyadari kesempatan yang terpampang di depan. Mulutnya yang terasa kotor dan membengkak sudah bergerak membuka. Siap melepaskan jeritan sekuatnya ketika semua itu terpaksa kembali ia telan kembali ke dalam tenggorokannya. Terasa menyakitkan seolah ada ganjalan batu besar di sana.

“Berteriaklah dan kita akan menjadi bintang utama di pesta pertunangan sepupumu,” desis pria itu mengancam.

Jasmin terisak, menyentakkan tangan pria itu yang menjauh dari tubuhnya. Ia menarik selimut di ujung kakinya, menutup tubuh telanjangnya yang sudah dipenuhi dengan noda dan beringsut menjauh. Meringkuk di kepala ranjang dan bergetar oleh amarah yang bergemuruh di dada. “K-kau benar-bener berengsek, Caius. Tega sekali kau.”

Seringai tersungging di ujung bibir Caius. Tubuh pria itu berguling miring, menggunakan telapak tangan untuk menyandarkan kepalanya yang menghadap Jasmin. “Aku memang. Lain kali akan kupastikan kau menikmati permainan kita, cantik.” Caius mengerlingkan matanya.

“Keluar kau dari kamarku!”

“Kau tak ingin …”

“Keluar atau aku benar-benar akan berteriak? Kau pikir aku peduli kita akan menjadi tontotan seluruh tamu?”

Senyum Caius bergerak lebih tinggi. Di tengah keputus asaan Jasmin, tentu saja ia tahu wanita itu tak akan peduli. “Ck, ini pesta, Jasmin. Semua orang bersenang-senang. Kau ingin menjadi perusak kesenangan mereka? Mengubah pesta pertunangan sepupumu menjadi kekacauan dengan rengekanmu?”

“Persetan denganmu. Kau memperk*saku!”

Caius hanya terkekeh. “Aku berjanji lain kali sikapku akan lebih baik. Aku tak tahu kalau ternyata kau masih perawan. Seharusnya aku bersikap lebih lembut.”

“Omong kosong!” Jasmin melempar bantal di sampingnya ke wajah Caius. Tetapi dengan mudahnya pria itu memukul ke samping dengan gerakan yang sigap dan ringan. Seolah bantal tersebut hanyalah sebuah lalat. “Keluar!”

Caius tetap tak bergeming, menatap kemarahan di wajah Jasmin masih dengan kepuasan yang angkuh. Di matanya, ekspresi Jasmin sudah seperti buku yang terbuka. Ia sangat yakin Jasmin tak akan berani berteriak. Ada saatnya wanita itu harus berteriak, tetapi bukan sekarang.

Tahu Caius tak akan bergerak, Jasmin menurunkan kedua kakinya dengan kedua tangan yang masih menahan selimut di dada. Namun, tubuhnya baru saja berdiri ketika lengannya kembali ditarik ke belakang. 

Satu patah jeritan sempat keluar dari mulutnya, sebelum detik berikutnya mulutnya dibekap oleh sebuah kain dan telapak tangan.Tubuhnya memberontak ketika bau obat yang tajam menusuk hidungnya. Napasnya yang terengah perlahan mereda, tubuhnya yang memberontak jatuh terlunglai ke pelukan Caius, dan kesadarannya perlahan menghilang. Menjatuhkannya dalam kegelapan yang pekat.

“Kita akan membuat keributan, cantik. Saat waktunya tepat,” bisik Caius, membawa tubuh Jasmin kembali naik ke tempat tidur. Tenggelam dalam pelukannya.

***
Author bingung, napa masih aja nulis genre begini. Badboy semuaaaa 😔😔😔

Cinta Ditolak Gairah BertindakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang