3 Petaka Menolak Cinta

1.6K 159 7
                                    

Part 3 Petaka Menolak Cinta

Plaakkk …

Telapak tangan mungil Jasmin mendarat di wajah Caius. Yang berlutut di depan wanita itu. Amarah memekati wajahnya yang dipoles make up, mengabaikan kesiap kaget yang mengelilingi keduanya.

“Aku sudah mengatakan dengan sangat jelas jawabanku sebelum memperingatkan ketololanmu ini, kan?” Suara Jasmin penuh desisan yang tajam. Menyambar cincin yang disodorkan Caius dan melemparnya ke lantai. Selanjutnya menjatuhkan buket bunga yang sudah berada di tangannya, tepat di samping kakinyadan kemudian menginjaknya ketika berjalan meninggalkan Caius yang membeku di tempat. Menjadi tontonan para tamu undangan yang mengeliling mereka.

Bukan salahnya jika Caius harus terpaksa menerima rasa malu ini lebih banyak lagi. Ia sudah secara gamblang dan lebih dari sekali menunjukkan penolakannya akan perasaan wanita itu. Mulai dari cara yang paling halus dan penuh rasa kemanusiaan.

Jasmin mengerjap ketika ingatan itu muncul di benaknya. Kejadian itu terjadi dua bulan yang lalu. Di pesta jamuan makan malam sang papa yang harus ia wakili karena papanya yang sedang sakit. Selama satu bulan penuh, insiden tersebut beredar dengan gosip yang tak mengenakkan. Ialah yang menjadi wanita tak tahu diri karena menolak cinta seorang Caius Amato. 

Setelah tak muncul sejak kejadian itu, Jasmin cukup dikejutkan dengan kehadiran pria itu di pesta pertunangan Eve yang diadakan di rumah tadi malam.

Sepanjang pesta ia sudah cukup diresahkan dengan keberadaan Caius. Merasa diawasi setiap saat tanpa alasan yang jelas. Hingga ia memutuskan kembali ke kamar karena pesta dansa dimulai dan ia tidak memiliki pasangan untuk berdansa. Hanya untuk membahayakan dirinya dan terjebak dengan situasi sialan ini.

Caius Amato, tentu saja papanya mengenal dengan sangat baik pria itu. Bujangan paling dicari di kota ini, pemimpin Amato Group. Karena merupakan anak tunggal dari pasangan Amato yang sudah cukup dikenal oleh papa dan mamanya, ketika mamanya masih hidup.

Jika bukan Caius, ia tak yakin papanya akan berusaha sesabar itu menemukan putrinya tidur telanjang di ranjang bersama pria lain. Tapi, tetap saja keputusan papanya begitu tidak adil baginya yang lebih mempercayai Caius dibandingkan dirinya.

Jasmin semakin tak berkutik, dan hatinya yang masih diiris kecewa pada sang papa, membuatnya lebih sering menghindari berkontak dengan Jovan. Ia jarang ikut bergabung di meja makan, pagi hari langsung pergi ke kantor dan pulang lebih larut agar tak bergabung dalam makan malam.

Sempat di suatu kesempatan, sang papa mengatakan sudah bicara dengan Caius untuk menentukan acara pernikahan yang akan diadakan bulan depan. Dua minggu setelah pesta pernikahan Eve.

Dan Kailee, jangan tanya bagaimana geramnya sang adik tirinya tersebut. Entah kenapa melihat Kailee yang begitu memuja Caius, papanya malah lebih memilih menikahkan dirinya, yang jelas-jelas menolak rencana tersebut.

Jasmin masih tak bicara ketika semua keluarga menghadiri pesta pernikahan Eve. Dan tak hanya Eve dan Dion yang mendapatkan ucapan selamat. Tetapi juga surat undangan pernikahannya dan Caius yang rupanya sudah tersebar.

“Apa kubilang. Benci dan cinta itu bedanya tipis, Jasmin. Dulu kau menolaknya mentah-mentah dan tak lebih dari tiga bulan kalian akan menikah. Makanya, jangan terlalu membenci pria. Sekarang kau termakan ucapanmu sendiri, kan?” celetuk Jennifer. Sepupu dari sisi sang papa. “Bagaimana pun, selamat untuk pernikahan kalian. Aku sudah memesan gaun tercantik untuk pesta pernikahanmu.”

“Aku juga sudah menyiapkan hadiah terbaik untukmu, Jasmin. Jadi, pastikan  kali ini buket bungamu dilempar padaku, ya?” sambar Amelia, yang bahkan sudah mendapatkan buket bunga Eve di tangan wanita itu.

Jasmin hanya memberikan jawaban seulas senyum tipis. Tak butuk mendengar ceramah dan ucapan selamat yang membuat perutnya mual. Berpamit ke toilet.

Ia terus berjalan di tengah kerumunan para tamu. Sesekali terhenti oleh kerabat yang lebih tua dan membalas sapaan mereka. Yang lagi-lagi tak jauh dari pernikahannya.

“Di mana Caius? Kenapa calon pengantin sendirian?”

“Tadi tante melihatnya di sebelah sana. Cepat temui sana. Banyak wanita yang berusaha menggodanya.”

“Bukan hanya wanita muda. Kau tahu banyak para orang tua yang menyodorkan anak mereka.”

Jasmin mendesah lega setelah berhasil lolos dari semua kericuhan tersebut. Masuk ke salah satu bilik dan duduk di atas penutup toilet. Sengaja berlama-lama, berharap waktu cepat berputar sehingga ia bisa segera pulang dan berhenti mendengar semua kesok tahuan semua orang.

Entah berapa lama Jasmin mendekam di bilik tersebut. Saat wanita itu tersadar toilet yang begitu sunyi, ia mulai merasakan firasat yang tak mengenakkan.

Ia pun memutar kunci dan membuka pintu dengan perlahan. Tak ada siapa pun. Sejenak melirik jam tangannya dan sepertinya acara akan segera berakhir. Jasmin pun melangkah keluar, dan terkejut menemukan seseorang yang bersandar di wastafel. Menatapnya dengan kedua tangan bersilang di dada. Lengkap dengan keangkuhan pria itu.

Caius terkekeh dengan gemas akan reaksi Jasmin. “Lama tak jumpa, calon istriku. Apakah kau merindukanku?”

Jasmin menatap membalas senyum pria itu dengan sikap yang dingin. Ujung matanya melirik ke arah pintu keluar toilet. Memperhitungkan jaraknya untuk sampai di sana sebelum ia tahu Caius akan melakukan apa pun yang sudah tersirat di kedua mata pria itu.

“Setelah dua minggu aku memberimu kebebasan, bolehkah aku sedikit memuaskan kerinduanku? Satu ciuman mungkin.”

“Tidak akan,” decih Jasmin dengan penuh kebencian. Mulai mengayunkan kakinya ke arah pintu. Setengah berlari terbirit ketika mendengar suara langkah Caius di belakangnya.

Tubuhnya sudah hampir menyentuh lantai luar toilet, ketika pinggangnya ditangkap dan tubuhnya didorong ke dinding. Mulutnya di bekap dan rontaannya dihimpit tubuh besar pria itu. Mata Jasmin mendelik, berusaha menunjukkan pemberontakannya.

Caius hanya terkekeh. Matanya tersenyum geli. “Tampaknya gosip sudah beredar dengan sangat baik. Kau yakin ingin berteriak.”

Akal sehat Jasmin tentu saja masih bekerja meski dorongan untuk berteriak terasa sudah memanas di ubun-ubunnya. Jika semua orang memergokinya keluar dari toilet dan hanya berdua dengan Caius. Tentu saja itu hanya akan memuaskan keingin tahuan mereka. Dan itulah yang diinginkan oleh Caius. Membuat gosip yang sudah memanas semakin mewabah.

Caius perlahan menurunkan tangannya dengan kepuasan yang begitu kental di wajahnya. Merasa bangga  dan penuh percaya diri telah berhasil menundukkan pemberontakan Jasmin. Wajahnya bergerak turun, menempelkan bibirnya di bibir Jasmin. Ia memulai dengan sebuah ciuman, kemudian lumatan yang lembut. Semakin dalam dan memanas.

Awalnya Jasmin menahan napas karena merasa jijik dengan sentuhan pria itu. Tetapi seiring gerakan bibir Caius di bibirnya yang mulai menyesap dan melumat bibirnya. Ia membutuhkan udara lebih banyak. Matanya yang terbuka menatap mata Caius yang terpejam, tampak begitu menikmati cumbuan tersebut.

 Dengan amarah yang masih menggebu di dadanya untuk pria itu, Jasmin menggigit bibir Caius. Membuat pria itu terdorong menjauh dari wajahnya. Matanya yang terbuka seketika menyorot kesal.

“Kau benar-benar menjijikkan, Caius,” desis Jasmin di antara napasnya yang terengah. Kedua tangannya berusaha mendorong dada Caius yang sama sekali tak bergerak. Ia pun mulai menggeliatkan tubuhnya. “Lepaskan aku!”

Punggung tangan Caius menyentuh ujung bibirnya. Melirik tak tertarik pada darah yang menghiasi di sana lalu meludah ke lantai. “Ini pertama dan terakhir kalinya kau menolakku, Jasmin. Setelahnya, akan kupastikan kau menyesali sikapmu yang tak tahu diri ini," peringat Caius sebelum menarik tubuhnya ke belakang.

Napas Jamin yang sempat kembali normal, kini kembali tertahan dengan kalimat yang syarat akan ancaman tersebut. Meski ia menganggapnya sebagai angina lalu, entah kenapa Jasmin tahu bahwa itu bukan hanya omong kosong.

Cinta Ditolak Gairah BertindakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang