O4

102 12 1
                                    


...

Jika ditanya 'habis lulus sekolah mau lanjut kemana?' jelas Zoan akan menjawab 'mau lanjut diem dirumah' karena dia benar-benar bingung dengan tujuan hidupnya, katanya 'biarin mengalir dengan sendirinya aja'. Dia sudah pasrah dengan takdir dan nasib nya di masa depan.

Zoan sudah sering ditawari Ayah nya untuk memegang dan mengelola usaha properti juga usaha perjalanan wisata milik keluarga, tetapi Zoan tetaplah Zoan yang tidak ingin memikul beban tanggungjawab yang besar.

Bukan berarti dia orang yang tidak mau bertanggungjawab, tapi jika disuruh untuk memegang usaha yang sudah sebesar dan tersebar dimana-mana Zoan takut sendiri, terlebih dia tidak memiliki niat, ilmu dan pengalaman di bidang bisnis karena memang sedari kecil minat Zoan hanya tertuju pada seni musik.

Zoan sangat menyukai semua hal yang berkaitan dengan musik, terutama alat-alat musik.

Saat kecil dia tidak sengaja melihat pengamen jalanan bertopi koboi yang bermain biola, nada yang dihasilkan dari gesekan biola itu terdengar sangat indah, siapapun yang mendengar itu akan terbuai dan jatuh sejatuh nya terhadap alunan musik yang dimainkan oleh pengamen bertopi koboi itu.

Dari sana lah Zoan mulai menyukai musik dan meminta Ayahnya untuk memasukan dirinya di les alat musik, tidak puas hanya mengikuti les alat musik dia terus merengek dan pada akhirnya si Ayah mendaftarkan anak tunggal nya juga di les vocal dan les dance.

Dari usia 6 tahun sampai sekarang usianya 18 tahun tiada hari tanpa ia mengikuti les di hidupnya. Zoan sama sekali tidak terkekang karena semua les yang dia ikuti itu atas kemauannya sendiri.

Banyak penghargaan yang dia dapatkan dari lomba-lomba yang ia ikuti selama 11 tahun itu, walaupun begitu sampai sekarang dia belum merasa puas dengan pencapaiannya sendiri, dia masih berusaha terus mengembangkan kemampuannya.

Setiap harinya dia semakin cinta pada musik. Dia bisa begitu menghayati dan merasakan emosi dari setiap alunan musik yang dia dengar. Oleh sebab itu teman-teman dekatnya terkadang memanggil dia 'Rasik (Raja musik)' dan si Ayah menjulukinya sebagai 'Si penghayat musik'.

Saat memasuki era seragam Putih-Abu, Zoan memutuskan untuk berhenti dari les vocal dan dance. Ia lebih memilih untuk memfokuskan diri pada kemampuan memainkan alat-alat musik terutama biola dan piano.

Pikirnya, bernyanyi dan menari itu bisa ia lakukan di sekolah karena di setiap sekolah sudah pasti terdapat ekskul tari juga ekskul paduan suara. Berbeda dengan alat musik, tidak banyak sekolah yang memiliki ekskul yang mengarah pada alat musik, mungkin ada ekskul band, tetapi tetap saja tidak semua sekolah memiliki ekskul band. Maka dari itu dia lebih memilih keluar dari les vocal dan dance dibanding keluar dari les alat musik.

Jika Ayahnya nanti memaksa dia untuk berkuliah, dia akan tetap memilih masuk di jurusan yang berhubungan dengan musik dibanding jurusan bisnis.

Libur semester sudah dimulai dan Zoan bingung selama libur 2 minggu ini apa yang harus dia lakukan karena semua temannya pergi mudik.

"Zo kemarin Mama buat pudding kalo mau ambil aja ya di freezer" ucap Winda, Mama Syao.

Ya, sampai saat ini Zoan masih tinggal di rumah Syao karena Ayahnya baru akan pulang minggu depan.

Zoan yang sedang menonton film bersama Gio –Papa Syao– mengangguk pada Winda.

"Pa, Cici pulang kapan?" tanya Zoan pada Gio.

Jangan salah paham, Zoan memang memanggil orang tua Syao dengan sebutan Mama dan Papa. Sedari kecil Zoan memang diarahkan mereka untuk memanggil seperti itu.

Gio mengangkat kedua bahunya sambil menggelengkan kepalanya.

"Tadi bilang katanya udah di jalan, mungkin mampir dulu  beli martabak soalnya tadi Mama minta buat dibeliin martabak" saut Winda.

Zoan ber oh ria.

"Mama, Papa mau mudik?" tanya Zoan.

"Mau mudik kemana? disini tempat lahir Mama sama Papa"

Winda mengangguk setuju dengan pernyataan suaminya.

"Kan mudik ga selalu pulang kampung, kan bisa mudik jalan-jalan kemana gitu.."

"Kayaknya sih engga Zo, Mama lagi males pergi-pergian, ga tau tuh Papa" Winda menatap Gio begitupun Zoan.

Gio tersenyum menggelengkan kepalanya,

"Libur kali ini diem di rumah aja, palingan nanti kita ngumpul lagi di rumah Kakek mu" jawab Gio.

Zoan hanya mengangguk paham.

"Olin pulang!" teriak Syao yang baru masuk rumah sambil menenteng kresek yang Zoan yakini itu martabak.

Semua langsung beralih ke ruang makan untuk menyantap martabak yang Syao bawa.

"Zo kamu liburan ga akan kemana-mana kan?"

"Kenapa emang ci?"

"Manggung di cafe Cici lah Zo, nanti Cici bayar setiap kamu manggung" pinta Syao.

"Lho bukannya ga akan ada hiburan gitu? kamu bilang kesian kan takut kucing sama anjing kamu pada sawan"

Syao tertawa kencang mendengar ucapan Gio,

"Si Papa masih inget aja, padahal waktu itu aku cuman bercanda" katanya.

"Apaan waktu itu Cici juga bilang gitu ke Zo" timpal Zoan

"Berarti Papa sama Zozo orangnya seriusan ga bisa diajak bercanda"

Winda tertawa mendengar perkataan Anak satu-satunya itu.

"Nanti manggungnya di lantai atas, jadi ga akan ganggu hewan-hewan, Pa" jelas Syao.

"Emang kamu mau Zo manggung nampilin apa?" tanya Winda sambil terus melahap martabaknya.

Syao mengangkat bahunya tak tau,

"Itu mah gimana Zo nya aja, mau main biola, piano atau nyanyi pun boleh,"

"Bahkan kalo kamu mau bawa monyet buat nampilin doger monyet pun boleh boleh aja" tawar Syao.

"Si Cici ga serius banget"

Syao tersenyum sambil menaik turunkan alis nya menggoda Zoan, sedangkan Zoan yang melihat itu refleks menampilkan wajah sinisnya.

Kini hanya Zoan dan Syao yang ada di ruang makan karena Winda dan Gio sudah masuk ke kamar.

"Gimana tawaran tadi?"

"Pengen, tapi nanti Zo izin dulu sama Ayah ah"

"Udah pasti dapet izin lah apalagi yang kamu lakuin ngehasilin duit"

"Iya juga ya, tapi ya tetep aja kalo ga minta izin Ayah nanti ga berkah"

"Anak berbakti banget ya adik ku ini" bangga Syao mencubit gemas pipi Zoan.

Zoan tersenyum bangga pada dirinya sendiri.

"Eh kalo nyanyi kayaknya bakal dipegang Habian, dia tadi nawarin diri soalnya. Jadi kamu pilih aja mau main biola, piano atau gitar atau apa kek?"

Bukannya menjawab tentang alat musik yang akan dia mainkan nanti, Zoan lebih tertarik dengan pernyataan Habian,

"Kak Habian bisa nyanyi?"

"Jangan salah Zo, suara halus bangettt kalo kamu denger bakal jatuh cinta sih sama suaranya,"

Sebelum Zoan melontarkan lagi pertanyaan, Syaon kembali melanjutkan perkataannya.

"Dia kan mantan trainee agensi ZB1 Entertainment, malah dia hampir debut solo lho, Zo. Dia keren banget pokoknya, udah baik, ramah, pinter, multitalenta lagi. Siapa coba yang ga suka sama cowok sesempurna dia, sayangnya dulu Cici ga sempet kecantol sama pesona Habian soalnya keburu ditembak Jian"

Mendengar itu Zoan sedikit kagum dengan Habian, tiba-tiba dia teringat bahwa dia belum bertemu Habian lagi setelah hari dimana mereka mengayuh sepeda beriringan itu, jadi dia belum begitu tahu tentang teman Cici nya itu.

Zoan berpikir, Jika Habian hampir debut solo dan pandai bernyanyi itu berarti Habian punya minat dan tujuan yang sama dengan dia, yaitu menjadi musisi. Dia senang dengan fakta itu karena susah mencari teman yang benar-benar mempunyai minat dan tujuan yang sama, dia jadi semakin tertarik untuk menjadikan Habian sebagai teman.

"Besok Zo ikut ke cafe ya, Ci" semangatnya.

Dia tak sabar untuk membicarakan musik dengan Habian.

Familiar | BINHAOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang