Perpustakaan

46 4 1
                                    

Nara meraba-raba tempat tidurnya, mencari benda pipih miliknya.

Tubuhnya masih meringkuk dibawah selimut, matanya masih separuh terpejam seperti enggan menyapa sinar matahari pagi.

Tangan kanannya mengucek kedua kelopak matanya. Ia menguap kemudian mengecek ponsel yang sudah tergenggam di tangan kirinya. Pukul 06.30 terpampang jelas di lock screen handphone Nara.

"Oh my gosh"

Menyadari dirinya terlambat bangun untuk ke sekolah, matanya langsung terbuka lebar. Ia langsung bangun dari tempat tidurnya bergegas ke kamar mandi dengan grusa grusu.

Selesai mandi dan bersiap-siap, Ia langsung turun ke bawah.

"Kunci kunci kunci rumah dimana sih! ayolahh"

Nara bermonolog mencari kunci rumah dengan nada yang gelisah, takut Ia benar-benar terlambat datang ke sekolah.

Rumah Nara memang sering kali sepi. Kedua orang tuanya pergi bekerja dari pagi dan akan pulang ketika sore hari atau bahkan malam hari. Untuk hari ini kedua orang tuanya sudah bilang ke Nara waktu makan malam bahwa mereka akan ke kantor lebih pagi karena ada urusan yang mendesak, jadilah Nara yang harus mengunci pintu rumahnya.

Setelah menemukan kunci rumahnya Nara langsung bergegas keluar dan mengunci pintu. Ketika hendak melangkah pergi, Ia tiba-tiba berhenti dan berdecak.

"Ck. Sepeda gue masih didalam trus gue mau berangkat pake apa? pinter banget sih lo Ra"

Nara menepuk jidat menyadari kebodohannya. Lalu Ia berbalik kembali membuka kunci pintu rumah untuk mengambil sepedanya, tak lupa Ia mengunci pintu rumahnya kembali.

╌╌╌╌╌╌

Nara mengendarai sepedanya dengan tergesa-gesa. Beruntung gerbang sekolah masih terbuka setengah ketika dirinya tiba.

Ia segera memarkirkan sepedanya dan langsung menuju kelas.

Dalam perjalanannya menuju kelas, ia tersenyum canggung kepada guru, tukang kebun dan satpam yang ia temui di sepanjang koridor sekolah.

"Halo Raaa"

Nara yang baru saja masuk kelas langsung disapa ramah oleh teman sebangkunya. Namanya Amanda, teman yang paling banyak membantu Nara untuk mengenal sekolah yang baru ditempatinya selama seminggu ini.

"Halo Mandaa"

Balasnya dengan senyum

"Lo ngebut Ra?"

"Iya, tadi kesiangan"

"Gerbangnya tadi masih dibuka?"

"Dibuka setengah"

"Selamat lo Ra hahahh, biasanya sebelum jam 7 pas udah ditutup"

"Serius? Lo pernah telat?"

"Heheh iya, sekali"

"Hahah, terus dihukum kah?"

Percakapan mereka berlanjut sampai tiba-tiba seorang guru datang dan membuat seisi kelas hening.

"Anak-anak, ini ada titipan tugas dari bu Anis, tugasnya mengerjakan uji kompetensi halaman 27 di kertas folio, dikumpulkan pulang sekolah ditumpuk di mejanya bu Anis, ada yang ingin ditanyakan?"

"Bu Anis kenapa gak masuk pak?" Tanya salah satu anak cowok. Seingat Nara, ia bernama Jevan.

"Beliau izin karena anaknya lagi dirawat di rumah sakit. Sudah jelas semuanya? Kalo begitu pak guru tinggal ya, karena pak guru masih ada urusan lain, tugasnya dikerjakan ya, jangan berisik. Haidar mukanya gausah pura-pura nangis gitu, bapak tau kamu sebenarnya seneng bu Anis gak masuk"

"Astaghfirullah pak, saya aseli sedih pak, jangan buka kartu dong pak"

Sontak seisi kelas tertawa dengan tingkah Haidar.

"Terimakasih pak"

Seru satu kelas sebelum guru tersebut pergi.

Setelah itu, penghuni kelas sibuk dengan urusan masing-masing. Ada yang sibuk mengerjakan, sibuk nyontek, sibuk berdiskusi, dan lain sebagainya. Kebisingan pun tak dapat dihindari. Sebelum akhirnya Jevan sang ketua kelas melempar tempat pensilnya mengenai papan tulis dan menimbulkan suara keras yang menarik atensi semuanya.

"Gausah berisik bisa?"

Satu kelas pun langsung bungkam mendengar kalimat dingin Jevan. Sepertinya mood nya sedang buruk sejak pagi.

"Terimakasih" lanjutnya.

"Ra, ngerjain di perpus aja yuk" ajak Manda ke Nara

"Boleh emang?"

"Lo ijin ke Jevan dulu"

"Kenapa gue?"

"Udah lo aja ayo buru"

Nara menghampiri meja jevan dengan ragu-ragu

"Jevan, gue sama Manda izin ngerjain di perpus boleh?"

"Ya" jawab Jevan singkat.

Keduanya segera pergi ke perpustakaan dengan membawa folio, buku dan tempat pensil.

Perpustakaan sepi, hanya ada satu orang penjaga perpus dan seorang siswa yang sedang duduk di depan komputer.

Nara dan Manda mulai mengerjakan tugas dari Bu Anis. Mereka berdua duduk di meja paling pojok sebelah kiri.

"Bentar Ra, gue mau ke toilet dulu"

"Mau gue antar gak?"

"Gausah, deket kok"

"Okei"

Nara kembali berkutat dengan soal-soalnya. Tanpa ia sadari seseorang sedang memperhatikannya

"Permisi, kamu murid baru?"

Suara berat tersebut muncul didepan Nara. Ia mengalihkan fokusnya untuk melihat siapa yang sedang berdiri di depannya. Itu bukan wajah yang asing. Nara melirik name tag yang tertempel di seragam siswa tersebut, Mavendra Adinata tertulis jelas dengan huruf kapital.

"Ya?" Jawab Nara seadanya

Tampaknya siswa yang diketahui bernama Mavendra tersebut sedikit terkejut seperti sudah pernah bertemu dengan Nara sebelumnya. Terdapat jeda sebelum dia melanjutkan kalimatnya.

"Izin membagikan brosur open recruitment club artenstik, barangkali berminat join bisa langsung scan barcodenya, terimakasih"

Ucapnya sembari menyodorkan selembar brosur.

Club artenstik? Apa itu?

Namun karena Nara lebih tertarik dengan orang yang memberikannya brosur tersebut, ia mengabaikan pertanyaan dalam kepalanya itu.

"Tunggu kak"

kalimat Nara menghentikan langkah Mavendra yang hendak keluar dari perpustakaan.

"Waktu itu, aku belum sempat ngucapin terimakasih"

Nara mengatakannya, tanpa sadar dirinya gugup.

Mavendra membalasnya dengan senyum

"Sama-sama" tambahnya sebelum melanjutkan langkahnya keluar perpustakaan.

🎬🖇✧♡.°⑅ ╌╌╌╌╌╌ ✄

Baru pertama kali nulis
Maaf yaa kalo bentakan😔🙏🏻

The Camera And You (Mark Lee)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang