Shift Malam

154 18 0
                                    

Happy reading...

***

Jam menunjukan pukul 02.00 pagi, masih lama menuju waktu pulang kerja. Tapi semua line yang berada di gedung produksi ini sudah berhenti karena beberapa part yang dibutuhkan untuk proses produksi habis. Hampir semua karyawan di bawa ke gedung lain untuk perbantuan. Menyisakan beberapa saja yang diberi tugas hanya untuk 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) atau intinya bersih-bersih.

Galang, Fathan, Wira dan Pram bertugas untuk membersihkan box-box yang biasanya digunakan untuk diisi part-part di gudang.

"Ini kita sampai pulang Mas, kerja cuma bersihin box-box aja?" Tanya Pram.

"Iya kayaknya, memangnya mau ngapain lagi. Udah makanya santai aja." Wira kembali mendorong troli menuju line lainnya untuk mengambil box-box kosong.

"Anak manual juga perbantuan ke gedung lain kayaknya Mas, ndak liat Bang Satya."

Pram menilik satu-persatu anak-anak manual yang tersisa untuk 5S di line mereka. Wira juga mengikuti arah pandang Pram, dan benar ia tidak menemukan Satya.

Perihal dirinya, Pram, Galang dan Fathan yang disuruh hanya 5S di gudang, itu karena memang sebelumnya mereka sama sekali belum pernah perbantuan ataupun observasi ke gedung lainnya yang membuat mereka hanya menguasai mesin-mesin di line mereka sendiri.

Berbeda dengan Satya, entah karena hal apa, Satya beberapa kali diminta untuk observasi di mesin-mesin lain bahkan perbantuan ke gedung lain juga. Makanya kalau ada stop line seperti ini, Satya tidak pernah menganggur.

Galang dan Fathan sudah sedang membersihkan box-box di gudang, dengan air yang sudah diberi sabun. Sudah sekitar 30 menitan mereka di gudang dan baru membersihkan 10 box saja, ya kapan lagi mereka bisa kerja santai. Kalau di line sudah berbeda, mengatur nafas saja sepertinya susah.

"Nyasar sendiri loe Sat kemari?" Sambut Galang saat pintu kaca terbuka dan menampilkan siluet Satya.

"Gedung sono kebanyakan orang, gue suruh balik ke sini. Ngapain nih gue, mandorin aja kali ya?" Jelas Satya dan mengambil posisi di samping Fathan.

Pintu kaca kembali terbuka, dibalik tumpukan box yang menjulang tinggi di atas troli ada Wira dan Pram.

"Wah, ada Bang Wira juga di sini?" Tanya Satya sumringah. Wira yang mendengar nada suara Satya ikut menyunggingkan senyum tipisnya setelah teringat percakapannya tadi dengan Pram.

"Mas sadar ndak sih, kalo Bang Satya perhatian sama Mas Wira?" Tanya Pram disela kegiatan mereka mengambil box-box di line manual milik Satya.

***

"Geseran Bang." Wira merasakan sentuhan di ujung sepatunya, tanpa membuka mata dirinya sudah tahu suara siapa itu. Wira menggeser tubuhnya hingga ujung palet barang, hingga menyisakan area untuk Satya ikut rebahan di sampingnya.

"Gue liat-liat loe shift malam nggak pernah makan Bang?" Satya membuka obrolan. Dengan sedikit cahaya dari ruang produksi, wajah Wira samar terlihat di gelapnya gudang yang sengaja ia matikan lampunya agar bisa tertidur.

"Mending tidur, Sat."

"Kalo boleh nih ya Bang, ID card loe gue bawa, ntar gue ngambil jus, kan lumayan Bang, jatah makan loe juga nggak bakal jadi duit kalo loe nggak makan." Pinta Satya.

"Kamu yang mau minum jusnya?"

"Gue ngambilin buat loe Bang, emang nggak laper apa abis kerja, udah berdiri, pegang mesin, abis istirahat ke pulang juga masih lama Bang. Ntar kalo loe sakit gimana?" Dahi Wira mengernyit, bukan heran tapi ia baru menyadari akan perkataan Pram. Awalnya memang ia berpikiran sama seperti apa yang Pram maksud atas perhatian Satya pada dirinya, yang Pram sangka bahwa Satya mungkin ada rasa.

Tapi setelah dipikir-pikir, Wira lebih menganggap bahwa perhatian yang Satya berikan padanya hanya sebagai teman biasa yang merasa iba atau kasihan, sama seperti yang ia lakukan dulu saat Satya hampir pingsan setelah MCU.

"Gue nggak mau kalo suruh gantiin di line loe Bang, kalo loe nggak masuk." Takut salah sangka, Satya segera meralat perkataannya. Tapi sungguh, Satya memang ingin menunjukan perhatiannya, menunjukan bahwa dirinya memiliki ketertarikan terhadap Wira.

Satya Nugraha, pria berusia 21 tahun yang selama hidupnya belum pernah jatuh hati pada siapapun. Ia orang yang mudah akrab, mudah berbaur dan dekat dengan orang lain, tapi untuk membuka hati, ia cukup sulit. Seperti belum menemukan sesuatu yang ia cari dan butuhkan. Tapi setelah mengenal Wira, "Kagum" adalah satu hal yang membuat dirinya ingin dekat dan perhatian pada Wira.

"Tadi kenapa nggak jadi perbantuan?"

"Kebanyakan orang, gue juga belum terlalu paham mesin di situ." Jujur Satya.

"Bisa semua mesin boleh, tapi kalo kamu belum pernah observasi atau nggak ada yang dampingin, jangan mau-mauan suruh operasiin mesin di situ. Salah sedikit bisa fatal akibatnya. Kalo problem, udah biarin aja, stop mesin, jangan belain-belain produk sama mesin, tapi kamu yang kenapa-napa." Jelas Wira panjang lebar.

"Siap, Bang. Tapi kalo gue kenapa-napa gimana?"

"Emang kamu mau kecelakaan kerja?"  Tanya Wira.

"Kagaklah, amit-amit. Jangan sampe."

Sisa 30 menit waktu istirahat yang tadinya Wira ingin tidur gagal, karena Satya yang terus memancingnya untuk berbicara.

"Tau nggak cerita orang yang b*ndir di gudang?" Satya seketika berhenti berbicara dan menatap Wira dalam kegelapan. Satya memang kerap mendengar cerita horor itu, memang bukan di sini, tapi ia tak berpikir bahwa Wira akan membahas hal seperti itu ketika mereka berdua juga sedang berada di gudang.

"Jangan mulai loe Bang." Wira terkekeh, dirinya semakin terpojok karena tubuh Satya yang semakin mendekat dan terdiam.

Bersambung...

Wira SatyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang