Sisi Lain Bumi

98 8 0
                                    

"Bang, kemarin kenapa nggak Lo batalin aja sholatnya? Gue yakin Lo pasti udah ngerasa ada yang nggak beres dari sujud pertama kan?"

"Nggak ngerti juga, rasanya gue pasrah aja, seolah kalau gue harus mati kemarin, ya gue siap, gue doa semoga gue dalam keadaan Husnul Khatimah."

"Mulutnya minta dioles balsem yaa!"

Pagi ini kondisi Banyu sudah jauh lebih baik, sudah tidak demam dan sesak nafas lagi, hanya saja masih tersisa rasa lemas. Jadi kata Bunda harus istirahat dulu di rumah, Bunda bahkan sudah membatalkan beberapa pertemuan dengan klien demi bisa menemani Banyu seharian.

"Abang Bumi, kata Bunda suluh tulun, suluh siap-siap sekolah! Kalau lama, uang jajan angus." Alena datang, menyampaikan pesan dari Bunda.

"Terus kamu ngapain ke sini? Bau ompol lagi! Belum mandi ya?"

Pertanyaan Bumi membuat Alena berhenti bergerak, padahal kaki kanannya sudah di atas ranjang, sedang yang kiri masih menapak lantai, ia lalu menoleh dan mendelik, "Udah wangi yaa! Tadi ail mandinya udah Alen kasih downy juga! Nih cium kalau nggak percaya!" penuh percaya diri, Alena mendekatkan ketiaknya ke Bumi.

Bumi malah terpingkal-pingkal, sampai hampir terjungkal andai Banyu tak cepat menarik tangannya,  "Downy itu untuk nyuci baju, Alena! Yang untuk mandi itu detol!"

"Emang beda? Kan milip-milip itu..."

"Kamu beneran pakai downy Dek?" sebenarnya Banyu juga ingin tertawa keras, hanya saja rasanya masih sangat lemas, jadilah ia hanya tertawa kecil.

Alena mengangguk, membuat Banyu menggeleng prihatin, "Emang Bunda di mana waktu kamu mandi?"

"Di dapul, bikin bubul ayam buat Abang. Bunda bilang gini," Alena menurunkan kaki kanannya, lalu berdiri tegak dan meletakkan tangan di pinggang, menirukan suara dan gaya bicara Bunda, "Alena, inces yang cantik itu bisa mandi sendili! Bunda bikin bubul di sini, Alena mandi ya! Awas kepleset!"

Alena kembali naik ke ranjang atas bantuan Bumi. Tangannya sekarang beralih memijit-mijit kecil kaki Banyu. Tipe adik penyayang. "Telus yauda deh, ail yang di bak Alen kasih downy biar nggak bau ompol la-" mampus! Alena keceplosan! Bang Banyu sudah terlanjur mendengarnya.

"Jadi semalem kamu beneran ngompol Len? Abang kira cuma mimpi waktu Ayah heboh teriak banjir-banjir terus badan Abang rasanya kayak digendong terus dipindah ke sofa."

Semalam, kira kira pukul dua, seisi kamar kecuali Banyu dihebohkan dengan banjir lokal yang tiba tiba datang. Bermula dari Ayah yang tidur di samping Alena, merasakan ada hangat yang mengalir ke telapak tangannya. Untung saja loading ayah cepat, jadi dengan segera ia bangunkan Bumi dan Bunda, tidak lupa langsung menggendong si sulung yang jelas tak tau apa-apa. Ayah hanya merasa kasihan jika tiba-tiba Banyu basah dalam keadaan bau tak sedap.

"Ayok dong Len, Lena kan sudah besar, sudah mau masuk TK. Alena harus bisa ngerasain kalau Lena kebelet pipis waktu tidur, Lena harus bangun terus pergi ke kamar mandi, jadi nggak di kasur lagi." ucap Banyu, entah mengapa tiba-tiba stress ketika memikirkan adiknya yang masih punya kebiasaan mengompol di malam, padahal anak itu sebentar lagi sudah mau mendaftar TK.

"Nggak ada lasanya Abang! Alena tuh cuma tau masih mimpi hujan-hujanan sama Juan, telus tau-tau ya badan Alen basah."

"Ya Allah ini bocil! Bisa-bisanya mimpi hujan-hujanan bareng cowok! Dikira adegan film apa ya?"

"Kan emang Alena pingin jadi altis! Mau jadi the next Plilly Latuconsina!"

"Halah gaya banget! Ngomong r yang bener dulu! R! Bukan l!" jika sudah seperti ini, tinggal berhitung sampai tiga saja untuk Alena berteriak mengadu pada kakak pertamanya.

RemoveWhere stories live. Discover now