Hari itu..
Saat terik matahari sedang menyengat rambut pirangku, dipasir pantai aku menghisap nikotin dengan syahdu, memandang gulungan ombak dengan sepasang mataku, menerima tiap hembusan angin yang membelai badanku, lalu telinga mendengar ombak berbicara padaku "Hai putriku, kemarilah, rasakan nikmatnya tiap pelukan dari gulungan ombak biru ini"..
lalu aku mendekat, kaki ku yang lemah menyentuh dinginnya air asin, semakin mendekat, menjatuhkan badanku di bibir pantai, lalu ombak datang menerjangku, menghantam dadaku, dan menghantam pipiku. Kemudian aku tersadar, bangkit, sambil menjauh lalu berkata "Wahai tuanku, ombak laut yang kucintai, aku mencintaimu, namun aku tak bisa menyentuhmu, apalagi pergi bersamamu, sebab engkau terlalu gagah untuk aku yang lemah, sumber air yang kecil diluaran sana sedang menungguku untuk pulang, aku berjanji, aku akan tetap mencintaimu, bahkan aku rela jika ombak tsunami mengambilku, namun tidak sekarang, aku harus pulang, dan mempertahankan mata air yang terancam menghilang"
KAMU SEDANG MEMBACA
Retisalya
PoetryAku adalah Morana, tercipta karena derita, lalu tumbuh dengan luka. Ini merupakan Aksara Retisalya, sedari hari ke hari, hingga tahun ke tahun.