1764 ( 3 )

44 31 14
                                    

Gatri memandang kosong putrinya yang masih tertidur pulas. Matahari sudah berada di atas kepala namun Gatri masih enggan tuk meninggalkan putrinya di rumah sendirian. Setelah kemarin mendengar penuturan Wulan tentang perbuatan ndoro Kesman, itu membuat Gatri begitu khawatir dengan Wulan.

Sementara itu Wulan masih tertidur dengan pulasnya bak seorang putri tidur. Setelah apa yang ia alami nampaknya dia masih shock dan membuatnya demam tinggi. Bahkan untuk membuka mata pun ia kekurangan daya.

"Bangun dulu ya ndok." ucap ibu sembari mengelus-elus kening Wulan yang terasa begitu panas.

"Apa ibu?" akhirnya Wulan membuka matanya.

"Maafkan ibu Wulan, ibu tidak bisa menjagamu dengan baik." tiba-tiba saja ibu menitihkan air matanya begitu deras. Ia merasa bersalah karena gagal menjaga sang putri dari tangan para bandit-bandit tak memiliki hati.

"Ibu jangan menangis." ucap Wulan susah payah, jujur saja saat ini Wulan tak memiliki energi walau hanya untuk bicara.

"Bagaimana ibu tidak menangis jika melihat anak kesayangan ibu dijahatin orang lain." isak tangis ibu.

"Aku tidak apa-apa ibu." ucap Wulan berbohong.

"Besok kamu di rumah saja, biar ibu yang bekerja." final ibu. Sudah Wulan duga pasti setelah kejadian kemarin ibu tidak akan mengizinkannya untuk bekerja kembali.

"Tapi bu-" ucapan Wulan terpotong oleh ibu.

"Ibu tidak mau kehilangan kamu Wulan, kamu yang satu-satunya ibu punya." ibu masih dalam tangisnya.

Hari ini ibu tak akan pergi kemanapun sebelum kondisi Wulan membaik. Masalah amarah sang ndoro biar ibu yang urus. Melihat ibu yang menangis Wulan hanya bisa bersedih sepanjang ia hidup, ia belum pernah membanggakan ibundanya. Ia hanya bisa merepotkannya saja.

Namun ada yang mengganjal dibenak Wulan. Tentang siapakah pemuda bernama Mulyo itu? Pemuda yang begitu baik menolongnya saat di hutan. Wulan belum berterimakasih kepada pemuda itu.

Ia harap ia diberi kesempatan untuk bertemu dengannya untuk berterimakasih. Entah kenapa senyum manis tercetak di bibir cherry Wulan. Tentu saja ibu yang melihatnya pun binggung.

"Kamu kenapa tersenyum?" tanya ibu.

"Tidak apa-apa ibu." ucap Wulan sembari tersenyum sumringah.

Yang tadinya ibu menangis kini tangisan itu telah mereda hanya dengan melihat yang tersenyum begitu manisnya. Ibu mengusap jejak air matanya yang berada di pipi.

"Ternyata ada ya seorang pria yang baik hati, tidak seperti bapak."

"Iya, besok jika kamu bertemu dengannya, kamu harus berterimakasih." tangan ibu terulur untuk mengelus kepala sang putri.

"Iya."

"Sekarang Wulan tidur saja ya " Wulan mengangguk dan perlahan menutup matanya. Tak lama gadis itu terlelap dalam tidurnya.

. . .

Kesman Joyomarno adalah seorang priyayi di kampung Wulan. Beliau dikenal karena kekayaannya yang melimpah, bahkan hartanya tidak habis tujuh turunan. Karna kekayaannya itulah yang membuat dia disegani warga kampung dan begitu di agung-agungkan. Kesman memiliki tiga istri dan banyak selir, namun ia tidak pernah puas dengan para istri dan selirnya. Akhirnya ia bertemu dengan Wulan yang bekerja sebagai babo di rumahnya.

Melihat paras ayu Wulan tentu saja Kesman langsung tertarik pada gadis muda itu. Ia berniat untuk menikahi Wulan namun gadis itu menolak dengan beraninya. Tentu saja Kesman marah karena merasa tak di hormati dan semua perintahnya bersifat mutlak.

1764Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang