1764 ( 8 )

28 14 9
                                    

Hujan telah terang sejak fajar. Beberapa orang mulai terbangun dari peristirahatannya dan mulai kembali ke aktivitas biasanya. Termasuk dengan gadis belia bernama Nawang Wulan, gadis itu telah terbangun dari tidurnya.

Wulan termenung melihat sekitar ruangan tempat ia tidur. Ia tak percaya mimpinya menjadi kenyataan, walau hanya sekejap namun ia bisa merasakan sebagai orang berada. Wulan tak bisa membayangkan berapa mahal barang-barang di ruangan ini, begitu mewah dan mahal.

"Astaga aku harus pergi dari sini." ucap Wulan ketika ia ingat niatnya untuk pergi sebelum orang-orang bangun. Wulan pun menggulung rambutnya yang panjang menjadi menjadi satu lalu ia selipkan tusuk konde sebagai kuncian agar rambutnya tidak terurai.

"Semua Londo itu jahat Wulan jangan mudah percaya dengannya." ucap Wulan mencoba menyakitkan pendiriannya terhadap orang-orang Londo atau Netherland.

Gadis itu berjalan dengan pelan menyusuri setiap lorong rumah yang begitu merumitkan baginya. Banyak sekali lorong-lorong yang terlihat mirip. Bukannya mendapat jalan keluar justru ia malah berputar-putar saja.

"Siapa kau?" tubuh Wulan menegang saat mendengar sebuah suara yang begitu menggelegar. Wulan menoleh dan melihat seorang penjaga rumah yang curiga padanya. Tanpa berlama-lama Wulan pun segera melarikan diri. Ia berlari sekencang-kencangnya, ia takut akan di fitnah seperti ibunya dan berakhir mengenaskan.

"Akhirnya." mata wulan berbinar saat melihat pintu yang begitu besar, mungkin itu pintu keluarnya. Ia berlari semakin cepat tanpa memperdulikan kakinya yang telanjang. Ia buka pintu besar itu dan.

"Brugg!"

Wulan menabrak seorang pria. Mereka berdua jatuh ke tanah dengan posisi Wulan berada di atas dada pria itu.

"Maaf, maaf." ucap Wulan penuh sesal, ia mencoba bangun namun rambutnya yang kini tergerai kembali menyangkut di kancing baju pria itu. Wulan sendiri tidak tahu bagaimana rambutnya bisa tergerai padahal ia sudah mengikatnya dengan kencang.

"Tunggu-tunggu." ucap pria itu mencoba menenangkan Wulan yang begitu panik dan tergesa-gesa melepaskan rambutnya.

"Sakit, jangan ditarik." keluh Wulan, beberapa kali ia sampai meringis kesakitan. Akhirnya setelah berjuang bersama Wulan pun bisa bebas. Lantas gadis itu segera bangkit dari jatuhnya, pasti sedari tadi pria itu menahan berat badannya.

"Wulan." mendengar itu Wulan menoleh. Bagaimana bisa ia tak sadar bahwa yang ia tabrak tadi adalah Mulyo.

"Astaga, ini benar kau?" Wulan begitu girang, ia sampai memeluk Mulyo dengan erat. Dan penjaga itu datang untuk menangkap Wulan, namun Mulyo berhasil menyelamatkannya.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Mulyo penasaran, jujur ia juga begitu senang saat melihat Wulan. Tapi ia harus bertingkah biasa agar bisa menjaga imagenya.

"Lalu kenapa kau disini juga?" bukannya menjawab pertanyaan, justru Wulan malah bertanya balik.

"A - aku disini untuk berkerja." Mulyo binggung harus menjawab apa. Apa ia harus jujur atau berbohong? Bukan itu niat Mulyo datang ke rumah kediaman Van d'brug.

Tanpa mereka sadar dari balkon lantai dua, seorang Jenos Van d'brug mengawasi mereka sedari tadi.  Pria itu terlihat begitu kesal dan penuh amarah, tangan Jenos mengepalkan tangannya dengan erat bak siap menghajar siapapun yang membuatnya kesal.

Karena sudah muak dengan apa yang ia lihat kemudian Jenos pun kembali masuk ke kamarnya. Didalam kamar is mengacak-ngacak seisi kamar untuk meluapkan kekesalannya.

"Apa kau sudah makan Wulan?" tanya Mulyo. Kemudian Wulan pun menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Mari sarapan bersama." ajak Mulyo.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

1764Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang