Kini hari-hari yang dinanti banyak orangpun datang. Rumah kediaman Kesman sudah di hias dengan meriahnya. Hari ini pernikahan antara Kesman dan Wulan akan dilakukan, para babu begitu sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Disaat Kesman berbahagia hati dilain sisi Wulan sangat sedih dan kecewa. Ia kecewa dengan Tirto, pemuda itu sudah berjanji akan menolongnya namun saat ia terbangun dari tidur Wulan masih berada di tempat yang sama.
Saat ini Wulan sedang dirias oleh para pekerja. Walau memakai pakaian bagus Wulan sama sekali tidak bahagia, air mata telur keluar dari matanya. Karena terlalu sering menangis riasan Wulan terlihat begitu kacau.
"Jangan menangis ndok." ucap sang perias, bahkan si periaspun lelah untuk kembali merias sang pengantin.
"Bagaimana tidak sedih, saya tidak menyukai pria itu." Wulan sampai kesulitan untuk berbicara.
"Sabar ya ndok."
"Pengantin sudah di tunggu." seorang pria berbadan besar memasuki ruangan tempat Wulan di sekap sejak kemarin.
Mendengar itu air mata Wulan mengalir dengan derasnya. Ia melihat si perias dengan pandangan memohon. Ia berharap ada seseorang yang bisa membantunya keluar dari belenggu ini.
Wulan didampingi beberapa orang berjalan menuju tempat pernikahan. Wulan nampak begitu ayu dengan balutan kebaya berwarna hitam, dengan beberapa perhiasan yang melekat pada dirinya. Riasannya begitu menambah auranya.
Suasananya begitu ramai, semua pandangan tertuju pada Wulan. Wulan hanya bisa menunduk dan pasrah akan takdir hidupnya. Di sisi lain Kesman begitu kegirangan melihat calon madunya itu. Setelah menunggu waktu lama akhirnya gadis itu berhasil ia dapatkan.
"Ndoro ndoro kebakaran." seorang pria datang menghadap tuannya. Pria itu nampak begitu panik.
"Keparat, opo neh iki." mau tidak mau Kesman harus mengurus masalahnya ini.
"Apanya yang terbakar?" tanya Kesman.
"Gudang kita ndoro." Kesman langsung bergegas pergi meninggalkan acara yang belum sempat di mulai itu. Kesman pergi dengan beberapa anak buahnya yang setia mengikuti pria itu kemana dan dimana saja.
Merasa ada kesempatan melarikan diri, Wulan berfikir dengan keras. Memikirkan bagaimana ia bisa pergi dari neraka ini.
"Apa aku bisa ke belakang?" Wulan bertanya pada seorang pelayan yang terus menjaganya.
"Tidak." larangnya.
"Bagaimana jika aku tak tahan lagi?" Wulan masih mencoba membujuk wanita galak itu.
"Baiklah, cepet ndoro Kesman akan marah jika saat beliau kembali kau tidak disini." Wulan berjalan meninggalkan aula di dampingi pelayannya.
Saat dirasa sudah aman dan sepi Wulan berbalik badan dan mendorong wanita itu hingga jatuh. Dengan penuh tenaga Wulan membenturkan kepala wanita itu ke ubin dengan keras. Sebenernya ia tidak tega melakukan hal ini namun yang sekarang ada di fikiran nya hanya keluar dari tempat ini.
"Maaf." ucap Wulan merasa bersalah. Setelah beberapa kali benturan akhirnya wanita itu pingsan tak sadarkan diri.
Wulan tersenyum, ia memastikan kembali bahwa wanita ini tak lagi sadar. Wulan bergegas untuk bangkit dan berlari sekuat tenaga, ia tak peduli dengan perhiasan dan roncean melati yang berjatuhan. Ia mengangkat roknya agar bisa berlari dengan leluasa.
Tetesan air mata kembali jatuh dari mata indah Wulan. Kini wanita itu bebas, ia tak harus menikahi pria jangkung itu. Senyum indah terukir di bibirnya di barengi oleh air mata kebahagiaan.
Wulan terus berlari menjauh dari rumah kediaman Kesman, beberapa kali ia meringis karena kakinya terkena kayu-kayu kecil. Ya memang Wulan sengaja melepas sepatunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
1764
Historical FictionBalada cinta penuh lara telah termulai tanpa sengaja. Antara cinta, kebencian dan kecewa atas semua takdir mereka. Tahun 1764 adalah tahun kelam bagi seorang gadis pribumi tanpa kasta dan harta. Kesalahan seseorang telah membuatnya hancur tak berday...