"Dasar anak tidak tahu diri!" bentak seorang pria paruh baya kepada putranya.
"Tanpa mengurangi rasa hormat Tirto kepada bapak namun apa yang bapak perbuat begitu keterlaluan kepada Wulan!" kini Tirto angkat suara. Ia tidak bisa diam saja jika ini menyangkut Wulan.
"Keparat!"
Plak.
Sebuah tamparan keras berhasil mendarat di pipi kanan Tirto. Darah segar keluar dari sudut bibi pemuda berusia dua puluh empat tahun itu. Tirto mengepalkan tangannya siap membalas perbuatan sang bapak.
"Tirto." tiba-tiba saja dirinya dipeluk dengan erat oleh seseorang, ajaibnya amarah Tirto hilang begitu saja.
"Jangan lakukan itu Tirto." ucap wanita itu.
"Renggani, ajarilah anakmu cara membalas budi orang tuanya!" amarah Kesman semakin menjadi-jadi.
"Cukup kangmas!" setelah mengatakan itu Renggani langsung membawa pergi Tirto dari hadapan suaminya.
Setibanya di kamar milik Tirto, Renggani tiba-tiba saja menangis. Wanita itu menumpahkan segala kesedihannya dalam tangisan. Tentu saja Tirto binggung dengan apa yang terjadi pada sang ibunda.
"Ibu kenapa menangis?" tanya Tirto, tangannya terulur untuk mengusap jejak air mata di pipi sang ibu.
"Kenapa kau berbuat nekat Tirto, ibu mengkhawatirkanmu!" bentak wanita itu.
"Tenanglah ibu, Tirto tidak apa-apa." Tirto mencoba menenangkan sang ibu yang masih menangis histeris.
"Bagaimana ibu bisa tenang?" tanya Renggani kepada anaknya.
"Ibu." Tirto membawa tubuh lemah ibunya ke dalam pelukan hangatnya. Ia biarkan sang ibu menangis dengan leluasa di pundaknya.
"Jangan menangis ibu." Tirto merasa sangat bersalah karena telah membuat ibunya begitu khawatir. Ia tidak habis fikir bagaimana bapaknya biss tahu perbuatannya. Siapa yang berani-beraninya melaporkannya? Tirto tak akan tinggal diam, dia akan terus mencari orang tersebut.
Setelah ibunya tertidur karena kelelahan menangis. Tirto pun mencari informasi tentang orang yang tega mengkhianatinya. Ia tak akan memberi ampun pada orang itu. Siapa yang berani membuat selancang ini?
Sejenak Tirto berfikir, ia berfikir tentang siapa saja yang tahu akan rencananya. Hingga satu nama muncul di fikiran Tirto, pemuda segera bangkit dari duduknya dan bergegas pergi entah kemana.
Sepanjang lorong rumah kebesaran Kesman, Tirto terus disanjung oleh para pekerja di rumah Kesman. Terlihat saja bahwa mereka begitu menghargai Tirto, anak dari sang majikan. Tirto memang dikenal dengan kebaikannya dan kemuliaan. Pemuda itu suka berbagi para pekerjanya berbeda dengan Kesman yang begitu angkuh dan pelit.
"Kemuning!" teriak Tirto sembari membuka paksa sebuah pintu berbahan kayu jati. Yang dipanggil pun segera bangun dari duduknya.
Kemuning adalah calon istri dari Tirto, alasan Tirto tidak memperistri Wulan adalah karena perjodohannya dengan seorang anak priyayi kaya raya. Ibu telah menjodohkan dengan anak teman baiknya yaitu Kemuning Nartoharjo. Gadis itu begitu cantik, kulitnya putih, rambutnya panjang dan pandai menenun. Namun kecantikan saja tidak cukup untuk membuat Tirto jatuh cinta pada Kemuning. Hati Tirto tetap milik Nawang Wulan seorang.
"Kangmas Tirto." Kemuning terlihat begitu bahagia dengan kedatangan sang calon suami.
Setelah Tirto menutup pintu besar itu, ia berbalik badan dan berjalan mendekati Kemuning. Kemuning tersenyum begitu manisnya, gadis itu sudah sangat jatuh cinta kepada pria yang berdiri dihadapannya kini.
KAMU SEDANG MEMBACA
1764
Historical FictionBalada cinta penuh lara telah termulai tanpa sengaja. Antara cinta, kebencian dan kecewa atas semua takdir mereka. Tahun 1764 adalah tahun kelam bagi seorang gadis pribumi tanpa kasta dan harta. Kesalahan seseorang telah membuatnya hancur tak berday...