Gwen kembali merebahkan diri di atas kasur ketika sampai di rumah. Kepalanya masih berat dan pusing luar biasa menghadang. Gadis itu menatap langit-langit kamar sebelum memejamkan mata. Tetapi, sekantuk apapun, ia tidak bisa tidur sama sekali. Kepalanya berat tetapi di dalamnya memikirkan hal lain.
Arlo. Kejadian perselingkuhan itu terulang-ulang terus di benaknya.
Dada Gwen begitu sesak. Rasanya, ia tak bisa bernapas. Tetapi, ia tidak sedih. Tidak seperti ketika kehilangan Khafa. Rasanya, ia tak merasa patah hati. Ia merasa benci karena sudah dibohongi.
Menyedihkan. Ini benar-benar menyedihkan.
Suara telepon membuat Gwen mengumpat. Semalam, ia mematikan ponselnya setelah Arlo menelepon bertubi-tubi. Kali ini, ketika menyala, ia melihat semua notifikasi omong kosong dari Arlo. Menyatakan bahwa dia bisa menjelaskan semuanya dan hal-hal bodoh lainnya.
Apa yang perlu dijelaskan ketika di depan mata, Gwen bisa melihat bagaimana mulut Arlo menyecap dada Rana? Euh! Gwen kembali ingin muntah.
Gwen berencana melempar ponselnya kalau tiba-tiba panggilan masuk terdengar. Raquel berada dalam panggilan. Manajernya itu mengingatkan Gwen akan hal penting hari ini.
"Gwen Baby!" Suara Raquel di ujung panggilan membuat Gwen menarik napas. "Lo udah di mana? Nggak lupa kan hari ini ada meet and greet sama special screening di CGV Grand Indonesia buat film lo? Jam tiga loh!"
Gwen melirik ke arah jam di dinding yang menunjukan pukul sepuluh. Persiapan tata rias membutuhkan waktu hingga dua jam. Biasanya, jam sebelas atau dua belas, dirinya sudah di lokasi.
"Gue masih di rumah. Nggak bisa di skip aja?" Gwen tak bersemangat.
"Loh, kenapa?" Raquel terdengar bingung. "Lo ke sana bareng Arlo, kan?"
Gwen lagi-lagi memutar bola matanya kesal. Nama Arlo seperti terlarang untuknya. "Nggak, gue udah putus."
"Wait, babe... what?"
Desisan kecil keluar dari mulut Gwen. Ia mengambil napas.
"Lo masa ngumumin putus pas lagi masa promosi film lo sama Arlo? Yang bener aja, babe?" Raquel terdengar mumet tiba-tiba. "Lo kenapa deh?"
"Dia selingkuh, Raq!"
"What?"
"Ugh!" Gwen menggeram pelan. "Gue males banget dateng hari ini. Ketemu dia lagi!"
"Lo nggak bisa absen ya! Lo tahu kan, lo bintang utamanya." Raquel mengingatkan.
Gwen hanya berdecak. Ia tahu. Tak perlu diingatkan. Ini adalah proyek film yang memfiturnya menjadi bintang utama. Ia harus datang, apapun yang terjadi.
"Lo mau gue jemput?" tawar Raquel.
Gwen menggeleng cepat. "Nggak usah, gue bawa mobil sendiri aja ke sana."
"Oke," jawab Raquel cepat. "Gue tunggu, ya? Ini gue bentar lagi sampe di Grand Indonesia."
Gwen buru-buru bangun dari kasur yang terasa masih menggoda. Ia kembali membasuh diri untuk kedua kalinya sebelum bersiap ke mall yang berada di pusat kota Jakarta tersebut.
Gwen menyempatkan diri untuk mampir ke Starbucks. Memesan kopi dari drive thru sebelum mengendarai mobilnya. Ia tak bisa pergi ke sana dalam keadaan setengah celeng seperti ini.
Menembus Jakarta, Gwen berkali-kali menghela napas. Lagu-lagu di radio sialnya malah memutar deretan melodi patah hati yang membuat Gwen muak. Perempuan itu akhirnya membiarkan mobilnya sepi tanpa suara selama satu jam hingga sampai.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUT AND OUT
Ficção AdolescenteWarning: - Cerita, adegan, nama tokoh adalah murni imajinasi & fiktif - mengandung konten sensitif & dewasa ****** setelah kehilangan kekasih dan cinta masa kecilnya, Gwyneth Linden alias Gwen merasa hidupnya berakhir sampai ia bertemu Arlo. Siapa s...