Sesi band yang berjalan sangat menyenangkan itu harus selesai karena grup tersebut harus bergantian dengan grup lainnya. Mentari sudah di barat ketika lima orang itu keluar dari ruangan. Gwen memang populer, tetapi bersenang-senang dengan teman sebayanya jadi sesuatu yang terlalu mahal untuk ia nikmati.
Dulu, rasanya, ia tak butuh semua itu. Kini, Gwen baru sadar, semenyenangkan ini rasanya menjadi sedikit lebih normal.
"Gue duluan, ya!" pamit Calvin yang diikuti oleh Ronald dan Jerry.
Daniel mengangguk. Ia melirik ke arah Gwen yang masih berdiri di sebelahnya. Lelaki itu berdeham sejenak.
"Lo ada acara apa habis ini?" tanya Daniel memecah hening.
Gwen menggeleng. "Nggak ada apa-apa. Kayak yang Raquel bilang, hari ini didedikasikan buat lo!"
Daniel terkekeh mendengar kalimat itu. Ia melirik ke arah jam tangannya. Sebentar lagi, waktunya makan malam. "Mau makan? Di deket sini ada semacam... apa ya? Food court? Bukan juga, sih. Kayak bazaar makanan permanen, gitu. Mau ke sana?"
Gwen mengangguk dengan antusias. Wajahnya penuh binar dan tampak begitu menggemaskan.
Keduanya berjalan bersisian menuju parkiran. Tak lama, Gwen sudah duduk di kursi penmpang dalam mobil Daniel. Lelaki itu melajukan mobilnya ke luar lingkungan kampus. Ia berbelok sedikit dan memasuki kawasan perbelanjaan. Tak jauh ke dalam, ada sebidang tanah yang sepertinya dipersiapkan untuk pusat kuliner. Banyak kios berbentuk tenda yang berbaris di dalam sana.
"Gue nggak pernah ke tempat kayak begini sebelumnya," aku Gwen.
Daniel memiringkan kepala. "Serius?"
"Hm, yah, gitu." Gwen tertawa santai. "Soalnya rame banget, banyak yang entar notice gue terus minta foto. Terus, kayaknya, memang nggak ada waktu aja buat ke tempat seperti ini. Gue lebih sering ke mall atau di rumah kalau lagi nganggur."
Daniel mengangguk paham. Agak sulit jadi orang populer. Ia berputar untuk mencari parkir.
Datang di jam setengah tujuh, parkiran belum begitu ramai. Daniel berhasil mendapatkan satu tempat yang tak begitu jauh.
"Ayo, turun." Daniel berucap ketika mesin mati.
Gwen berencana memegang tuas untuk membuka pintu, namun,
"Eh, bentar." Daniel tiba-tiba menundukan tubuhnya menyamping, tepat ke arah Gwen. Ia mengambil sesuatu dari laci dasbornya. Sebuah topi bisbol warna biru tua, rupanya. Ia lalu memasangkan topi itu di kepala Gwen.
Gwen terkesiap, kaget dengan sikap Daniel yang tiba-tiba.
"Untung tadi kampus sepi, jadi nggak banyak yang motretin kita. Tapi, ini kan tempat umum." Daniel menjelaskan.
Gwen tersenyum kecil. "Tujuan kita kan, biar semua orang nyiduk kita."
"Ya, sih." Daniel menggaruk belakang lehernya. "Tapi, lebih enak begini, Gwen. Lo seenggaknya, nggak harus dilihatin semua orang."
Gwen menyungging senyum sebagai respons dari kalimat Daniel. Keduanya kemudian turun ke pusat kuliner yang mirip pasar malam tersebut.
Daniel menarik napas sejenak. Ia tampak canggung sebelum kemudian menggenggam tangan Gwen. Gadis itu menoleh. Menatap Daniel yang tersenyum malu-malu.
"Di sini rame, gue takut lo hilang." Daniel mengeratkan genggamannya.
Gwen memalingkan wajahnya yang sedikit memerah. Tanpa berucap jawaban, pasangan itu berjalan berkeliling ke sekitar pusat kuliner yang ramai.
"Lo mau nge-vlog lagi?" tanya Daniel.
Gwen diam. Usulan Daniel menggoda tetapi ia menolaknya. "Di sini terlalu ramai, lagian, gue pengen nikmatin hidup sedikit."
KAMU SEDANG MEMBACA
OUT AND OUT
Roman pour AdolescentsWarning: - Cerita, adegan, nama tokoh adalah murni imajinasi & fiktif - mengandung konten sensitif & dewasa ****** setelah kehilangan kekasih dan cinta masa kecilnya, Gwyneth Linden alias Gwen merasa hidupnya berakhir sampai ia bertemu Arlo. Siapa s...