13. Abang-abang Gopekan

1K 205 21
                                    

Restu: nitip. 4 botol Pocari buat futsal. Makasih.

Kalau bukan gara-gara nasib tempat tinggalku bergantung pada Restu, mungkin aku juga ogah jadi mbak-mbak jastip dadakan begini.

Lagipula, tumben banget mau futsal. Memangnya dia tidak ada ketemuan klien atau semacamnya? Reputasi Restu mau futsal kan cuma wacana. Alias, dia bilang iya-iya doang, tapi ujungnya tidak pernah datang.

Sambil menenteng belanjaan, aku keluar dari lift apartemen dengan langkah agak tertatih.

Kali ini memang giliranku belanja bulanan. Aku dan Restu bergantian untuk belanja bulanan. Entah kenapa daftar belanja bulan ini sedikit lebih banyak dari bulan sebelumnya. Tetapi aku curiga yang bikin berat sebenarnya adanya tambahan dari Restu.

Setelah menempelkan kartu akses, aku memasuki apartemen dengan susah-payah. Keningku berkerut saat mendengar suara Restu dari arah apartemen.

"Tu?" Aku memasuki apartemen dan ternganga tak percaya.

Restu benar-benar sudah menginjakkan kaki di apartemen. Otomatis, aku mengecek jam tangan dan makin terperangah saat melihat jam yang masih menunjukkan sekitar setengah tujuh malam. Mataku mengerjap cepat.

"Lo beneran mau futsal ya?" tanyaku serta-merta.

Restu yang semula sedang menonton channel NatGeo menoleh padaku dan mengangguk. "Ada Agharva. Makanya, mumpung pada main, ya udah. Ikutan aja."

Aku meletakkan tas belanja di atas konter dapur dan mengernyit bingung. Intonasinya seolah mengindikasikan aku tahu sosok yang sedang diperbincangkan. Tapi... siapa Agharva, deh?

Belum sempat kutanya-tanya, pintu kamar mandi mendadak terbuka. Selama beberapa saat, aku seperti merasa dunia mengalami slow-motion.

Sosok Adit keluar dari kamar mandi itu dengan balutan kaus dan celana pendek. Wajahnya tirus, tapi aku tidak menyangka ototnya...

Ya Tuhan, memangnya otot bisa custom made? Maksudku, otot di tubuhnya bikin Adit tampak soooooo hot! Seolah-olah, otot itu dibentuk khusus buatnya.

Tipe otot yang tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil juga. Pas. Pantas saja dia cocok banget pakai kemeja slimfit.

"Wow," gumamku spontan saat lelaki itu berdiri satu meter jauhnya dariku.

Dengan kurang ajar, mataku tak bisa lepas dari sosoknya yang melipat pakaian, lalu memasukkannya ke dalam duffle bag di stool.

"Hei, Res. Udah balik?" Adit nyengir ke arahku.

Refleks, aku mengangguk kaku. Suaraku hilang entah ke mana. Sementara debar jantungku mengalahkan debar jantung orang yang ikutan fun run.

"Resti beli Pocari." Kemunculan Restu menyelamatkanku. Dia mulai mengeluarkan barang-barang dari tote bag ke atas meja. Lalu, dia mengambil dua botol. "Ambil aja. Buat lo juga ada, kok."

Selepasnya, Restu meninggalkan kami lagi.

Aku pun segera berdeham dan menggeleng samar untuk mengembalikan fokus. "Lo mau bawa Pocari juga?" tanyaku.

"Boleh, deh."

Lantas, aku mengulurkan dua botol dan dia berterima kasih. Bersamaan itu, Restu datang sambil menenteng ransel sekaligus tas sepatunya. Dia benar-benar sudah siap mau futsal.

"Kalian mau futsal sampai jam berapa?"

"Kalau lo ngantuk, tidur aja duluan," sahut Restu seraya mengambil botol air dari dalam kulkas. "Gue kan bawa kartu akses--"

The Emergency BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang