Bab. 20

86 18 25
                                    

Kring ... Kring ....

Bunyi jam weker membuat mata Qiara terbuka. Seketika perempuan itu terperanjat lalu langsung mengamati tubuhnya sendiri. Dia merasa lega karena setelah meraba, ternyata pakaiannya masih utuh menempel di tubuhnya.

"Astaga, ternyata cuma mimpi. Kenapa gue bisa mimpi hal begitu?" Qiara mengusap wajahnya dengan kasar lalu menghela nafas berulang kali. "Ini pasti gara-gara semalam gue baca novel psikopat karya Maesaro Ardi. Saking serunya itu cerita jadi kebawa sampai mimpi."

Qiara ingat semalam Husein memang ingin makan bersamanya, tapi dia menolak ajakan tersebut karena tak enak dengan pandangan orang lain.

"Untung cuma mimpi! Enggak kebayang kalau itu beneran terjadi."

Qiara kembali termenung, dia juga tiba-tiba ingat kalau dalam mimpi dirinya sempat memanggil nama Ian.

Qiara tersenyum miris sambil merutuki dirinya sendiri. "Bisa-bisanya gue malah minta tolong sama orang itu, dasar Qiara aneh!".

Iya gue aneh ... Atau jangan-jangan hati kecil gue emang enggak bisa benci sama Ian.

Qiara menggeleng menepis pikiran tersebut. "Udah ah, enggak usah mikirin cowok itu. Mending sekarang gue siap-siap ke kampus."

Qiara mencoba melupakan semua mimpi itu. Dia beranjak dari atas kasur lalu bersiap pergi ke kampus.

.....

"Pagi Qi ...." Husein menyapa Qiara, laki-laki itu sudah berdiri di depan pintu kamar Qiara entah sejak kapan.

Qiara melambaikan tangannya dengan ragu. "Pa-pagi Sein."

"Ke kampus bareng yuk!" ajak Husein seraya menyunggingkan senyum khasnya.

"Lo mau kan bareng gue?" tanya Husein sekali lagi.

Qiara sebenarnya ingin menolak. Mimpi semalam benar-benar membuat dirinya jadi takut dengan sosok Husein. Namun, dia juga tak punya alasan yang kuat untuk menolak ajakan tersebut.

"Ya udah ayo ...." Akhirnya Qiara mengangguk mengiyakan, lalu mulai  melangkah di samping Husein.

Karena kampus berjarak dekat dari tempat kos, mereka berdua memutuskan berjalan kaki saja. Lagi pula motor besar milik Qiara sudah dijual. Perempuan itu tak ingin terlibat lagi dengan balapan liar dan geng apa pun. Sepeninggal sang ayah Qiara hanya ingin hidup dengan benar dan tenang.

"Lo baik-baik aja kan Qi?" Husein tiba-tiba bertanya seperti itu pada Qiara.

"Gue baik-baik aja kok."

"Oh, syukurlah soalnya gue perhatiin lo dari tadi nunduk, terus banyak diem enggak kayak kemarin malam. Gue takut lo lagi sakit atau sariawan gitu...."

"Gue sehat kok, tenang aja."

Saat gerbang kampus sudah di depan mata tiba-tiba terlihat motor Ian mendekat. Laki-laki itu tentu saja membonceng Nata di belakangnya.

Ian mengehentikan motornya di hadapan Qiara dan Husein. Lalu dia membuka helmnya.

"Lo kenapa bisa berdua sama Qiara?" tanpa tedeng eling laki-laki itu langsung bertanya seperti itu kepada Husein.

Husein tetap tersenyum walau wajah Ian kini nampak sedang mengintimidasinya. "Gue sama Qiara satu tempat kos, jadi gue pergi bareng dia."

Ian mengangguk paham lalu menatap Qiara. Qiara buru-buru mengalihkan pandangannya dari Ian, dan secara kebetulan Tara datang lalu berhenti juga di dekatnya.

Qiara lantas menepuk bahu Husein. "Sein, gue duluan ya. Gue buru-buru soalnya."

"O-oke."

Qiara gegas mendekat ke arah motor Tara. "Ikut nebeng ke dalam ya."

Qiara, My Stepsister (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang