Bab. 11

103 22 16
                                    

Ian berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Setibanya di depan sebuah pintu dia pun mengetuk pintu tersebut, lalu menggesernya secara perlahan.

"Hai ...." Ian melambaikan tangan menyapa Qiara yang terduduk di atas ranjangnya. Qiara sudah tak mengenakan baju khas seorang pasien.

"Hai Ian," sahut Qiara membalas sapaan Ian.

Setelah 2 hari dirawat di ruang ICU karena tak sadarkan diri, dan 5 hari dirawat di ruang perawatan akhirnya dokter mengizinkan Qiara untuk pulang.

Lalu dengan sukarela Ian menawarkan dirinya untuk menjemput Qiara. Sejak peristiwa itu hubungan Ian dengan Qiara juga Pak Saka semakin membaik. Ian sudah sadar bahwa Pak Saka dan ayah kandungnya adalah orang berbeda, dan dia tak seharusnya membenci sosok sebaik Pak Saka.

"Lo udah siap buat pulang?" tanya Ian seraya melangkah ke arah Qiara.

"Udah, gue udah kangen banget sama rumah, sama Mami, sama Papah."

"Btw Papah enggak ikut jemput kesini?"

"Gue nyuruh Papah tunggu di rumah aja sama Mami, dia kan perlu banyak istirahat. Btw sekarang kita tinggal nunggu apa nih? Barang lo udah dikemas semua kan?" tanya Ian seraya mengamati sekitar.

"Udah dikemas semua kok. Kita tinggal nunggu surat izin buat keluar."

"Oh begitu."

Ian mengarahkan tangannya ke atas pucuk kepala Qiara dan mengelusnya dengan lembut. "Kepalanya udah enggak sakit lagi kan?"

Qiara terpaku melihat tangan Ian yang menyentuhnya. Menyadari reaksi Qiara tersebut Ian pun buru-buru menarik tangannya.

"Ah, sorry seharusnya gue enggak sembarangan megang kepala lo."

"Enggak apa-apa kok Ian, lo kan udah jaid kakak gue, jadi enggak apa-apa kok."

"Kepala gue udah sembuh kok Ian, makasih udah khawatir sama gue," ucap Qiara seraya menunduk.

Qiara menunduk lalu memalingkan wajahnya dari Ian saat laki-laki berkaos putih itu hendak menatapnya, membuat Ian bertanya-tanya ada apa dengan Qiara gerangan.

Apa gue salah ngomong ya? Kok dia kayak menghindar gitu?

Ian mendadak merasa canggung dengan situasi yang ada. Mendadak dia merasa suhu ruangan terasa lebih panas hingga membuat tubuhnya berkeringat banyak.

"Gue cek suster dulu ya. Kok lama banget sih ngurusin surat doang."

Ian hendak melangkah, tetapi tiba-tiba seorang perawat masuk seraya membawa kursi roda. Perawat itu tersenyum ramah kepada Ian dan Qiara.

"Maaf menunggu lama, ini surat izin keluar dari rumah sakitnya. Nanti bisa Kakak kasihkan kepada security di depan."

"Ah, ok baik Sus," ucap Ian seraya menerima selembar surat itu.

"Dan ini resep obat yang harus ditebus di farmasi." Tambah sang suster.

"Kalau tidak ada yang mau ditanyakan lagi, saya permisi ya."

"Baik Sus, terima kasih," ucap Ian dan Qiara berbarengan.

Ian menatap kursi roda yang ada di hadapannya. "Ayo naik Qia."

"Gue bisa jalan kok Ian. Enggak usah pakai kursi roda segala."

"Ih, udah naik aja. Kalau lo tiba-tiba pingsan gue yang repot."

"Gue enggak akan pingsan kok. Gue udah sehat kok." Qiara tetap menolak.

Karena Qiara terus menolak akhirnya Ian berinisiatif membopong perempuan itu untuk memindahkannya ke kursi roda.

Qiara, My Stepsister (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang