EPISODE 2 : Oke, aku bertemu gadis gila. Astaga...

12 2 0
                                    

"MALAM yang indah, bukan?" suara terdengar halus dan merdu, namun juga membuatku merinding. Itu suara seorang gadis.

Aku reflek membalikkan badan dan mundur satu langkah, yang mana hampir membuatku terjatuh dari jembatan.

Dihadapanku kini berdiri seorang gadis ber-switter hitam yang bergaris-garis hijau. Rambutnya yang panjang dikuncir dua, pupil matanya hitam pekat. Rok hijau yang dia kenakan berayun-ayun ditiup angin. Wajah gadis itu amat manis, sekaligus dingin. Anak rambutnya terjatuh, mengenai alisnya. Dan dia langsung merapikannya.

Dia tersenyum.

"S--siapa kau?" aku bertanya gugup.

"Bukan siapa-siapa," jawabnya. Rambutnya berkibar-kibar diterpa hembusan angin malam. "Hanya orang yang ingin menjemputmu. Seseorang ingin menemuimu."

Hah? Apa dia baru saja bilang mau menjemputku? Maksudku, apa aku tidak salah dengar? Siapa yang ingin menemui galandangan yang lusuh dan bau sepertiku? Menyuruh seorang gadis muda yang kelihatannya lebih muda dariku -- mungkin --, menjemputku dimalam hari, seorang diri? Aku penasaran. Orang gila mana yang melakukan itu.

"S--siapa yang ingin menemuiku? Maaf, bukannya bermaksud apa-apa, nih. Tapi sepertinya kau salah orang. Jadi--" aku melangkah perlahan. Mengitarinya. Mencoba menjauhi tepian jembatan.

"Aku tidak salah kok" katanya. "Kau memang orangnya. Nico suryata, 'kan? Apa aku benar?"

Aku terkejut bukan main, sampai-sampai menghentikan langkahku' Aku mengerutkan kening. Bagaimana dia bisa tahu namaku?

"Hm. Melihat dari ekpresi wajahmu ... kurasa aku benar." tebaknya. Dan itu memang benar.

"Ehm. Omong-omong ... kok kau bisa tahu namaku?"

"Dia yang memberitahuku," jawabnya, sembari tersenyum manis. "Makanya aku tahu."

"'Dia'? Tunggu, tunggu. Apa orang itu keluargaku atau semacamnya?" tanyaku.

Wajar jika aku bertanya begitu. Karena setahuku, dihari dimana ibuku dimakamkan. Tak ada satupun kerabat kami yang datang ke pemakamannya. Bahkan untuk sekedar melihat, apakah anaknya yang satu ini baik-baik saja. Jadi, kalau dipikir-pikir, untuk apa mereka mencariku sekarang? Kenapa mereka tidak datang saja saat hari itu. Kenapa baru sekarang. Setelah aku hidup menggelandang selama kurang-lebih delapan tahun dijalanan kota pontianak? Mengais sisa makanan dari sekitaran restoran KFC. Tidur bergulung, dengan hanya beralaskan kardus ditepi jalan. Kedinginan, kotor, dan tak dipedulikan.

Aku mulai bertanya-tanya. Apakah selama ini mereka sengaja membiarkanku tidur dan bertahan hidup dijalanan. Melihat apakah bocah ini bisa menjadi seorang pria dengan hanya bertahan hidup dijalanan yang keras, tanpa bantuan siapa-siapa. Entahlah. Mereka mungkin membuat ini semua menjadi semacam ujian tes untuk menentukan apakah aku layak diterima dikeluarga atau tidak.

Mungkin sekarang mereka telah menganggapku sudah cukup pria untuk dipedulikan. Hebat.

Gadis itu menelengkan kepalanya, lalu mulai mengetuk-etuk dagunya dengan jari telunjuk. "Hmm. Gimana yah ... susah dijelaskan. Tapi kau bisa mengatakannya demikian."

"Hah?" aku mengerutkan kening. Aku jadi bingung dibuatnya.

Dia terkekeh pelan, seperti ada seseorang yang baru saja menggelitikinya. "Apa kau bingung?"

"Sangat." jawabku.

Gadis itu lanjut terkekeh. "Kau benar-benar lucu untuk seseorang yang disebut "senjata perang pamungkas" dewa-dewi Babilonia." dia menatapku penuh arti.

Sedangkan aku masih menatap penuh kebingungan. Kepalaku berputar-putar rasanya. "'Senjata perang pamungkas'? Dewa-dewi Babilonia?"

"Aku penasaran." matanya menyelidiki. "Kekuatan besar apa yang tersembunyi didalam dirimu. Saat perang besar dewa-dewi Babilonia yang kedua terjadi .... Wow, itu pasti akan sangat hebat."

"Hei, hei. Tunggu dulu. Apa yang tepatnya tengah kau bicarakan ini? Dewa-dewi Babilonia itu apa? Sumpah. Mana ada yang namanya dewa-dewi. Kau ini hidup di zaman apa, sih?" kataku.

"Dewa-dewi Babilonia itu nyata, Nico. Mereka ada di sekeliling kita, mengawasi kita tanpa kita sadari. Apa kau tidak merasakannya?"

Oke, aku mulai berpikir kalau gadis yang ada dihadapanku ini adalah orang gila yang kabur dari rumah sakit jiwa. 

"Gak." jawabku datar.

"Nico," katanya "Apa kau tahu tentang ... enuma elish?"

"Enuma ... elish ...? Apa itu nama orang?" tanyaku. Apa pula itu?

Gadis itu menggeleng. "Bukan. Enuma elish  ... adalah peristiwa penciptaan dunia dalam mitos Babilonia. Dimana perang besar para dewa-dewi terjadi. Antara dewi Tiamat dengan para pengikutnya, melawan para dewa dewi muda. Peperangan itu pada akhirnya berakhir dengan kemenangan dewa Marduk, sebagai "juara" dewa-dewi muda. Menggunakan busur saktinya yang bernama tiru, dia berhasil mengalahkan sang dewi samudra air asin dan kekacauan, dan menggunakan tubuh sang dewi untuk menciptakan dunia. Itu yang disebut sebagai enuma elish. Bukan malah nama orang."

Aku mengerjapkan mata. "Ng. Kayaknya kau harus konsultasi dengan dokter kejiwaan, deh."

"Hm. Tidak, terima kasih. Aku masih waras kok." dia tersenyum.

Waras? Aku tidak yakin dengan itu.

"Apa kau tahu siapa aku, Nico?" tanyanya, sambil menatapi mataku.

"Tidak."

"Mau tahu?" katanya dengan nada menggoda.

"Ti ... dak. Aku maunya tempe, kalau ada." kataku.

Dia tersenyum. "Perkenalkan. Namaku, Mita Julyani. Putri dari Ereskigal, sang penguasa dunia bawah, dan pemilik jiwa-jiwa orang mati." katanya. 

Aku tidak tahu apakah aku sedang berhalusinasi atau bagaimana. Tapi kulihat, pupil mata gadis itu memancarkan cahaya hijau redup. Aura yang menakutkan keluar dari tubuhnya, atmosfer tiba-tiba menjadi sedikit mencekam. Hawa dingin semakin kuat menusuk tulang, yang mana membuatku menggigil karenanya.

"Kugosok kedua mataku dan akhirnya tahu, kalau aku tidak sedang berhayal. Aura gelap menyelimuti tubuhnya.

"Apa-apaan ini?" keluhku.

Aura gelap berputar-putar mengelilinginya laksana angin topan kecil. Matanya yang hijau menyala redup dibalik tabir kegelapan.

Aku menelan ludah.

"Nico Suryata," tubuhnya terangkat ke udara. "Apa sekarang kau percaya padaku?"

"Oke .... Mungkin sedikit." jawabku.

Astaga. Ini ... benar-benar nyata? Kupikir gadis ini cuma gadis random yang sedikit... tidak waras yang kutemui dijalan tanpa sengaja.

"Oh, baiklah. Karena kau sudah percaya ... mari, ikut denganku." ajaknya.

"Kau ingin membawaku kemana?" tanyaku, sembari bersiap-siap diposisi untuk ... yah, untuk apalagi, tentu saja untuk lari.

Mita mengibaskan rambutnya ke belakang "Kau mau tahu?" dia menyengir. "Oke. Ayo pergi ke Irkalla." []

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NICO SURYATA and the ANUNNAKI : ENUMA ELISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang