Aruna melangkahkan kakinya memasuki gedung bertingkat yang kini menjadi tempatnya bekerja, Wigatra Media, salah satu perusahaan penerbit besar yang banyak menerbitkan karya-karya penulis hebat juga terkenal.
Kakinya yang dibalut high heels berwarna hitam dengan tinggi 7 cm itu membawa langkahnya menuju lift. Mengenakan kemeja berwarna biru langit dipadukan dengan blazer yang senada dengan rok span selututnya yang berwarna hitam. Namanya terpampang dengan jelas dalam tanda pengenal yang disematkan di blazernya. Senyumnya ia lontarkan ketika berpapasan dengan karyawan-karyawan lain.
Pintu lift terbuka, dengan helaan napas kecil, Aruna masuk diikuti karyawan lain yang sama akan bekerja hari ini. Merapatkan tubuhnya ke dinding lift, gadis itu merapikan rambutnya yang dibiarkan tergerai hari ini. Tangannya menggenggam pelan tas yang ia jinjing, jarinya saling bertautan satu sama lain, ia gugup. Meskipun sudah hampir dua tahun bekerja di perusahaan besar, namun tak dapat dipungkiri bahwa perasaan gugup selalu datang.
Lalu perbincangan karyawan lain mulai terdengar di telinga Aruna, obrolan itu membuatnya larut namun enggan untuk ikut bergabung.
"Kau tahu, sepertinya kita akan kedatangan direktur baru," ada jeda ketika gadis berambut sebahu itu berbicara, melirik ke arah sekitar seakan pembicaraan yang ia mulai merupakan sebuah kesalahan, "Ia adalah anak dari pemilik Wr. Group! Wr. Group bayangkan! Perusahaan besar yang sudah punya beberapa anak perusahaan!"
Temannya yang lain tidak kalah antusias, "Ya! Ya! Aku tahu itu dan katanya direktur baru kita adalah pria!"
"Ah aku tidak sabar untuk melihat direktur baru kita, akankah ia setampan nama perusahaannya? Mendengarnya saja sudah membuat hatiku berdebar!"
Direktur baru? Aruna memang sudah mendengar rumor bahwa perusahaan tempat ia bekerja akan dipindahtangankan. Namun ia tidak mengira bahwa akan secepat itu dan Aruna rasa direktur lamanya masih sangat mampu untuk mengelola perusahaan ini dengan baik.
Pintu lift terbuka, Aruna melirik singkat menyadari bahwa kini ia berada di lantai tempatnya bekerja. Dengan terburu-buru, gadis itu melangkah dengan cepat keluar dan dapat bernapas lega ketika pintu lift kembali tertutup. Aruna mengatur napasnya dengan teratur, mencoba mengendalikan perasaan gugup yang kembali ia rasakan. Jika dipikirkan, gadis itu tidak pernah merasakan gugup berkelanjutan seperti saat ini, memang di waktu tertentu ia akan merasa gugup, tapi tidak selama ini. Menyingkirkan pikiran aneh, Aruna kembali melangkahkan kaki, suara high heels yang beradu dengan lantai marmer itu menemani langkah tegaknya menuju meja kerja yang sudah menunggu kedatangannya.
"Hai, Run!"
"Hai, Jisa," gadis berambut cokelat yang Aruna panggil Jisa itu merupakan satu-satunya teman dekat yang Aruna kenal selama dua tahun bekerja. Hanya Jisalah yang dapat mengimbangi energi Aruna.
Jisa menghampiri meja kerja Aruna, tangannya bertumpu pada pembatas meja lalu tanpa berbasa-basi, "Kau tau, Run? Kita sebentar lagi akan kedatangan direktur baru!"
Aruna tersenyum kecil, sambil membereskan mejanya, ia mulai mengeluarkan barang yang sekiranya dibutuhkan ketika bekerja termasuk handphone yang sangat penting digunakan dalam keadaan santai atau genting sekali pun.
"Duh, sayang banget gak sih? Kenapa harus ganti direktur? Padahal ya, kalau dipikir-pikir kinerja Bu Ajeng sangat bagus untuk direktur. Menurutmu, apa betul direkturnya seorang pria?"
Aruna mengedikkan bahunya, matanya masih fokus membuka layar komputer dihadapannya, "Ya mungkin?"
"Duh, Run! Mungkin doang nih jawabanmu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Bullets
RomansaNEW VERSION. Aruna pikir pertemuannya kembali dengan mantan kekasih sekaligus temannya itu tidak akan menimbulkan bekas apapun. Niat hati hanya ingin menemui sahabatnya yang kebetulan juga mantan dari Khris, mantannya, berujung petaka bagi Aruna. T...