"Besok gue dibuatin bento lagi?" tanya Boy, dalam perjalanan pulang dari mall.
Gadis yang semula melihat pemandangan di luar jendela, menoleh. "Mau lo!"
"Emang mau gue."
"Just for today."
"Why?"
"Karena...," Gadis memutar otak mencari-cari alasan. "Nggak gratis."
Alis Boy naik. "Gue bayar."
Oh, gue lupa lagi ngomong sama anak Sultan. Rutuk Gadis dalam hati.
"Harganya mahal." ucapnya.
"Seberapa mahal?" balas Boy.
"Tiga ratus ribu?" Please, nggak mau, please.... bisa bangkrut lo nanti.
"Oke." jawab Boy. Seolah baru saja Gadis mengatakan tiga ribu, dan bukannya tiga ratus ribu.
β♥γ
"Thanks. Gue masuk dulu. Assalamu'alaikum." ucap Gadis setiba mereka di depan rumahnya.
"Wa'alaikum salam." tukas Boy cepat. "Gue nggak ditawari mampir?"
Gadis yang belum sempat keluar dari pintu, berbalik. "Eee..., lo langsung pulang aja, ya? Udah sore, ntar kemalaman sampai rumah."
Cewek itu bicara sambil tersenyum manis. Tapi Boy merasakannya sebagai kalimat pengusiran.
"Rumah gue dekat, nggak akan kemalaman."
Gadis nggak menduga Boy akan membelot. Soalnya tempo hari cowok itu menurut begitu saja ketika dimintanya langsung pulang.
"Adik gue agak norak kalau lihat cowok keren kayak lo. Ntar lo diajak ngobrol panjang lebar, terus jadi kemalaman pulangnya." Gadis memaparkan alasan serasional mungkin.
Hal pertama yang ditangkap Boy dari ucapan barusan adalah bahwa Gadis menganggapnya cowok keren. Boleh GR, nggak? Hal kedua, Gadis punya adik. Seperti apa orangnya? Boy ingin kenal.
"Gue udah biasa pulang malam." jawabnya.
"Ntar lo dimarahin ortu." balas Gadis.
"Ortu gue di luar negeri." Skakmat.
β♥γ
Terpaksa Gadis membiarkan Boy bertamu di rumahnya. Dan rasanya ia ingin memekik kegirangan ketika mendapati ruang tamu kosong, nggak ada Bagus yang biasa mendekam disana mengerjakan PR. Dan bahwa ibu adalah satu-satunya orang yang berada di rumah.
Sebisa mungkin ia ingin berada lama di kamar dengan alasan ganti baju. Cukup lama hingga Boy bosan, dan begitu kembali ke ruang tamu, cowok itu sudah pulang. Tapi apa daya, baru lima belas menit, pintu kamarnya sudah diketuk-ketuk oleh ibu.
"... mbak Lita jurusan Pendidikan Matematika, kalau mbak Ayu jurusan Pendidikan Biologi." ucap Bagus, yang sempat tertangkap oleh telinganya. Duh, kenapa sih bocah itu malah pulang!
"Wah, calon guru semua dong? Hebat, hebat!" sahut Boy seraya tersenyum lebar.
"Ya, begitulah. Mewarisi cita-cita ayah sih, ayah kan guru." jawab Bagus, tersenyum kalem.
Hih... mereka kok udah akrab aja sih? Pandang Gadis takjub.
"Akhirnya kakakku tercinta turun juga!" seru Bagus, menyambut kemunculan Gadis di ruang tamu. "Ngomong-ngomong, gue pingin nanya. Mas Boy pakai softlens, ya?"
"Enggak. Kenapa?" jawab Boy.
Bagus manggut-manggut. "Heran aja, kenapa mas Boy yang ganteng ini--milih Gadis buat dijadiin pacar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Boy
Teen FictionNamanya Boy. Bukan playboy, he just a famous boy. Sebagai pemilik gelar most wanted Pelita, seharusnya ia berhasil memikat siapa saja. Nyatanya tidak begitu. Ada seorang Gadis yang justru marah-marah, jutek, judes--setiap kali ia mendekatinya. Gadis...