"Dan terjadi lagi..."
"Kisah lama yang terulang kembali..."
Aku disambut dengan nyanyian dari buku-buku yang berjejer di rak kayu yang berada di samping jendela ketika Gadisku membawa aku masuk ke dalam sebuah ruangan.
Ruangannya tidak seluas toko buku, pun tidak ada begitu banyak buku kecuali lemari buku yang hampir penuh di sudut ruangan, tetapi ruangan ini rapi dan sepertinya aku akan merasa jauh lebih nyaman di tempat ini.
"Selamat datang," suara yang berat itu menyambutku.
"T-terima kasih." Jawabku dengan canggung. Sementara itu, Gadisku sedang membuka bungkusan plastik yang membungkusku dengan hati-hati.
Saat plastik itu berhasil lepas dari tubuhku, dia meletakkan jempolnya pada samping tubuhku, menyentuh hingga lembar terakhir. Kemudian dia mendekatkanku di dekat hidungnya dan dengan perlahan-lahan dibiarkannya setiap lembaran lepas dari sentuhan jarinya.
"Bau yang menyenangkan," katanya sambil tersenyum senang. Aku semakin tidak sabar menantikan Gadisku mulai membacaku.
Selesai itu, dia menyibak setiap kertasku dari depan secara perlahan. Sepertinya dia akan mulai membacaku.
Sepuluh kertas telah disibaknya, tetapi dia tidak benar-benar membacaku. Em... mungkin setelah melewati beberapa bagian dia akan memulainya.
Setelah selesai melihat-lihat tanpa membaca, gadis ini hanya menatapku beberapa saat, membolak-balik untuk melihat setiap sisi tubuhku. Selanjutnya, dia membuka lembaran terakhir dan menuliskan sesuatu pada bagian dalam bajuku.
Aku melihat dia menuliskan inisial namanya, lalu di bawahnya tertulis tanggal hari ini. Selesai!
Akhirnya! Aku yakin dia akan membacaku sekarang.
Atau... aku salah?
Sambil membawaku di tangannya, gadis ini berjalan ke arah jendela. Perasaanku mulai tidak enak karena arahnya mendekati rak buku. Aku bisa merasakan tatapan-tatapan yang mengarah padaku dari beberapa buku.
Bukannya membacaku, Gadis ini malah meletakkanku di belakang buku dengan sampul coklat, setelahnya dia pergi begitu saja.
"Hey! Apa maksudnya ini?" teriakku, yang tentunya tidak terdengar olehnya.
"Maksudnya, kau menjadi tambahan pajangan untuk rak buku Rena." Oh, suara itu adalah suara yang menyambutku dengan nyanyian.
"Rena?" kataku agak bingung.
"Gadis yang membawamu ke sini. Rena selalu seperti ini, membeli buku baru saat ada jejeran buku yang sama sekali belum dibaca olehnya." Suara lain menyahut, terdengar sensi.
"Pada akhirnya, kita hanya menjadi pajangan."
"Pajangan?" gumamku.
"Jangan dengarkan mereka," kali ini suara berat yang menyambutku tadi bersuara. Dia adalah buku coklat di sampingku. "Kau sedang berada di rak Rencana Baca, akan ada saat di mana gadis itu akan membacamu. Dan saat dirimu telah dibaca, Rena akan memindahkanmu ke rak atas, tempat di mana buku-buku yang telah dibacanya berada."
"Jadi, aku harus menunggu?" tanyaku.
"Begitulah."
Bukan hanya di toko buku, tetapi setelah dipilih, aku masih saja harus menunggu untuk dibaca. Aku kembali menganggur untuk beberapa waktu.
Waktu berlalu, tetapi tidak pernah aku melihat Rena membaca buku, pun mengambil salah satu dari kami. Jika tidak sedang mengerjakan tugas, yang dilakukan gadis itu hanya bermain dengan ponselnya sambil rebahan di kasur.
"Sudah berapa lama kalian berada di sini?" tanyaku di suatu malam yang sepi. Rena sedang fokus mengerjakan sesuatu di layar laptopnya.
"Sekitar tiga bulan untukku," jawab buku bersampul coklat di sampingku.
"Kami dibawa ke sini bersama-sama," jawab buku yang berada tepat di sisi yang lainnya
"Lima bulan, and still counting!" yang lain tidak mau kalah.
Lalu, si Buku yang kebiasaannya bernyanyi ikut menimpali, "Kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan Sesepuh yang ada di pojok sana."
"Sudah berapa lama kau bilang?" sambung buku yang lain.
"Tiga tahun. Dia tidak pernah menyentuhku kecuali sedang membersihkan debu di rak buku ini. Rena mungkin tidak tahu jika kertas-kertasku telah ramai dengan bercak kuning." Buku di pojok itu menggerutu. "Sudahlah! Jangan bicarakan tentang aku lagi."
Tiga tahun? Aku lebih memilih kembali ke toko buku jika aku menjadi dia. Lagi pula, untuk apa orang membeli jika pada akhirnya tidak dibaca sama sekali?
"Saat ini, katanya Rena sedang terkena reading slump. Dia sempat mengeluh tentang itu beberapa hari lalu. Akan ada saat di mana dia akan membacamu jika dia berhasil mengatasi situasinya," ujar buku coklat di sampingku, seakan tahu kegelisahan yang sedang merasukiku.
"Reading—apa?"
"Gampangnya, dia lagi nggak punya minat baca." Malah buku yang suka bernyanyi yang menjawab.
Aku tidak begitu mengerti, tetapi aku berharap gadis itu benar-benar bisa segera mengatasi reading slump atau apalah itu.
Aku tidak diciptakan hanya untuk dibiarkan di rak kayu ini tanpa pernah dibaca, bukan? Keberadaanku tidaklah ada artinya jika aku tidak dibaca.
"Apa kalian tidak kesal?" aku bertanya, "Dia di tempat ini tanpa dibaca, bukankah itu mengesalkan?"
Lalu, salah satu buku pun angkat suara, "Dia mungkin tertarik dengan cerita yang aku sampaikan saat pertama kali melihatku. Tetapi aku tahu kalau dia sebenarnya tidak berminat membeliku jika bukan karena hargaku yang sangat murah."
"Aku memang belum terlalu lama berada di sini," si Coklat di sampingku ikut bercerita, "Tetapi aku telah menghabiskan jauh lebih banyak waktu berada di dalam gudang, tanpa cahaya, dan ditumpuk bersama buku-buku yang lain. Rena juga mengambilku karena harga yang murah. Tetapi percayalah, berada di sini jauh lebih baik daripada berakhir di tempat yang gelap."
"Meskipun tidak dibaca?" tanyaku.
"Ya. Meskipun tidak dibaca."
Dengan santai buku yang biasa bernyanyi berseru, "Apa itu kesal? Aku justru bersyukur karena kertas-kertasku tetap rapi, tanpa adanya bekas-bekas lipatan."
"Kertasmu mungkin tidak memiliki lipatan, tapi kau akan memiliki noda-noda yang tidak kalah menyebalkannya." Sahut buku yang di pojok.
"Benarkah?"
"Cepat atau lambat, kau akan memilikinya." Buku di pojok melanjutkan, "Semua cuma masalah waktu. Termasuk saat di mana kau akan dibaca."
Jadi, aku harus kembali bersabar. Seperti kata buku yang ada di pojok, semua cuma masalah waktu.
Ya, aku hanya berharap aku punya cukup kesabaran untuk menantikan waktu itu tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
P.O.V (Point of View)
Teen FictionBagaimana jika sebuah benda mati yang biasanya hanya bertengger di rak kayu memiliki pikirannya sendiri? Bagaimana jika Dia yang hanyalah tumpukan kertas memiliki sudut pandang tersendiri terhadap pembacanya? Bagaimana jika suatu saat Dia tidak dibu...