#1 Menara Impian

1 0 0
                                    

Awalnya, aku tidak sendirian. Di suatu tempat yang bernama toko buku, aku berbaris dengan rapi bersama teman-temanku. Kami mirip, pun sama-sama dibungkus dengan plastik transparan yang tipis.

Di hari pertama, saat di mana kami mulai melaksanakan tugas, tidak ada orang yang memilih satu di antara kami. Beberapa orang hanya lewat begitu saja, tanpa menghiraukan keberadaan kami.

Ketika akhirnya kami berhasil dilirik, salah satu temanku akan diambil untuk dibaca bagian belakangnya, tetapi hanya sampai di situ saja, temanku kemudian dikembalikan ke tempatnya setelah orang itu selesai membaca. Ada juga orang yang sekadar membalik tubuh kami hanya untuk melihat label harga, kemudian dalam hitungan detik dia akan mengembalikan kami.

"Lihatlah, penghuni baru telah tiba." Ucap teman di sampingku.

Aku dan temanku diletakkan di rak paling atas, tepat menghadap Menara Impian Best Seller—begitulah kami menyebutnya. Setiap bulan, penghuni menara itu akan berganti, hanya satu hingga tiga buku yang biasanya tetap bertahan.

"Aku harap salah satu dari kita akan berada di sana suatu saat nanti," temanku yang lain menimpali.

"Jangan bermimpi, lebih baik kau berharap ada yang berminat membeli salah satu dari kita." Sahut temanku yang berada di pojok.

Dia benar, entah sudah berapa banyak buku yang bertengger di menara itu, namun tidak ada satu pun dari kami yang terjual.

Saat buku lainnya di sekitar kami berganti buku baru dengan judul yang sama atau berbeda, kami tetaplah sama. Entah apa yang salah dengan kami sehingga orang-orang tidak berminat untuk membawa kami bersama mereka.

Di suatu hari yang sepi, seorang gadis berhenti di depan kami. Untuk beberapa detik dia hanya menatap dalam diam sebelum akhirnya tangannya meraih temanku.

"Aku bertaruh dia akan segera meletakkanku kembali," kata temanku ketika gadis itu mulai membaca bagian belakang bajunya.

Teman di sampingku lalu berseru, "Mudah untuk ditebak."

Yang lainnya juga yakin kalau gadis itu akan pergi tanpa membawa temanku yang berada di tangannya.

"Lihatlah mulutnya," kataku.

"Apa?"

"Dia tersenyum!" ucapku lagi lebih jelas. Tidak pernah aku melihat seseorang tersenyum seperti gadis itu ketika membaca setiap dari kami.

Aku tidak mengerti arti dari senyuman gadis itu, tetapi aku bisa merasakan sesuatu hal yang baik akan terjadi.

Gadis itu pun pergi, membawa temanku di tangannya.

"Aku dipilih! Aku diambil!" teriak temanku itu, "Selamat tinggal kawan-kawanku!"

Untuk beberapa saat kami terdiam. Aku tidak menyangka saat seperti ini akan tiba. Harapanku untuk bebas dari tempat ini kembali naik. Aku yakin teman-temanku juga merasakan hal yang sama.

Dan benar saja, dalam beberapa waktu, satu per satu temanku diambil. Aku senang dan menantikan giliranku untuk diambil. Sampai pada akhirnya, aku tertinggal sendirian, semua temanku telah pergi. Pegawai toko sepertinya tidak ingin menambah temanku yang lain. Artinya, kesempatanku untuk diambil orang menjadi semakin besar.

Aku tidak sabar menantikan saat di mana setiap lembaran kertasku dibalik oleh tangan dari orang yang tidak sabar untuk membaca setiap lembarku.

"Lihatlah aku! Ambillah aku! Habiskanlah waktu bersamaku." Kataku setiap kali seseorang berdiri di hadapanku. Berusaha mempromosikan diriku sendiri.

Namun, ternyata aku butuh waktu lebih lama lagi untuk menunggu. Segalanya seperti berputar seperti sebelumnya, hanya saja aku tidak memiliki teman-temanku lagi. Tempatku pun dipindahkan ke tempat di mana buku-buku yang belum terpilih berkumpul. Pun Menara Impian Best Seller telah hilang dari pandanganku.

Ada satu waktu di mana aku mengira kalau aku akhirnya dipilih. Seorang gadis yang mengenakan atasan putih terus membawaku bersamanya sembari mengunjungi rak buku yang lain. Tetapi, pada akhirnya dia melepaskanku kembali ke tempat semula.

Pupus sudah harapanku. Setelah kejadian itu, aku tidak terlalu berharap lagi jika seseorang memegangku.

Seperti saat ini, seorang gadis berdiri di depanku. Aku bukanlah tujuannya, karena gadis itu segera membungkuk untuk melihat jejeran buku yang ada di bawahku.

Ketika gadis itu kembali menegapkan tubuhnya, matanya tepat mengarah padaku. Saat itulah, aku tidak bisa untuk menahan diri dan akhirnya kembali berharap. Tangannya meraihku, lalu dia mulai membaca bagian belakang tubuhku. Setelah selesai, dia kembali membalikku untuk melihat bagian depan. Aku tahu ada keraguan lewat raut wajahnya, tetapi dia tetap membawaku bersamanya.

Kali ini aku benar-benar dipilih! Aku meninggalkan rak buku yang telah aku diami dalam waktu yang sangat lama.

Aku tidak dapat menunjukkan bagaimana bahagianya diriku saat ini.

Kehidupanku yang baru akan segera dimulai. Sebentar lagi, setiap kertasku akan disibak, dan aku akan menghabiskan waktu dengan gadis ini.

Salam kenal, Cantik! Semoga kita bisa berteman dengan baik.

P.O.V (Point of View)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang