Brak!
"Cukup, Shanum!" seru Reksa tiba-tiba setelah sebelumnya menggebrak meja keras sekali. Membuat yang ada di sana terkesiap kaget.
Hati Reksa kesal luar biasa. Lagi-lagi Shanum sembarangan menuduh sang ibu. Apa sih maunya Shanum itu? Kenapa tiba-tiba berubah jadi durhaka begini. Tepatnya sejak keluar dari rumah sakit, Shanum mulai berubah menjadi orang yang tak Reksa kenali lagi. Ada apa dengan istrinya itu?
"Kenapa marah? Aku kan hanya bicara fakta. Dan faktanya memang sejak menikah, ATM gaji aku di ambil ibumu."
"Itu tidak--"
"Tanyakan saja pada ibumu kebenarannya," sahut Shanum santai seraya melirik Mama Rima. Yang dilirik terlihat mulai gusar. Apalagi ketika semua orang yang ada di sana turut menatapnya penuh tanya. Mama Rima semakin blingsatan.
"Ma--"
"Itu tidak benar!" bantah Mama Rima cepat, saat Diva baru saja ingin buka suara. "Kamu jangan sembarangan nuduh Mama, Ya? Mana ada Mama ambil ATM kamu!" Mama Rima menegaskan. Namun, berbeda dengan suara lantangnya. Wajahnya menunjukan hal sebaliknya.
"Kamu dengar, kan, Shanum!" Reksa kembali menatap Shanum penuh peringatan. "Mama bilang dia tidak mengambil ATM kamu. Jadi, jangan sembarangan menuduh!"
Alih-alih marah atau kesal karena kembali melihat drama playing victim yang memang biasa Mama Rima mainkan. Shanum kali ini justru mengangguk mengerti.
"Begitu, ya?" gumamnya kemudian. "Baiklah, kalau memang ATM itu tidak ada sama Mama. Berarti hilang. Kalau begitu, aku akan melaporkan hal ini pada polisi."
"Po-polisi?" beo Mama Rima terbata. "Ke-kenapa harus lapor polisi segala?"
"Bagaimana pun, ATM itu sudah hilang dua tahun. Dan selama dua tahun itu, gajiku terus di transfer ke sana. Bayangkan ada berapa isinya sekarang. Meski memang perbulannya tidak banyak. Tapi kalau di kumpulkan selama dua tahun, pasti banyak, kan? Mungkin sudah bisa membeli sebuah mobil untuk kalian. Kita berdoa saja semoga isinya masih ada. Jadi kita bisa punya mobil baru!" Shanum berkata dengan yakin dan riang.
"Besok aku akan cetak rekening koranku dan memastikan isinya. Kalau sampai kosong saldonya, berarti ada yang sudah memakainya tanpa ijinku. Ini bisa masuk kasus penipuan dan pencurian. Setahuku dalam pasal penipuan dan penggelapan pelaku akan dihukum dengan penjara 4 tahun. Bahkan berdasarkan pasal 21 ayat 4 huruf b KUHP merupakan termasuk dalam perkara yang pelakunya bisa dilakukan penahanan oleh penyidik bahkan sebelum perkara tersebut diputus pengadilan," imbuh Shanum lagi tidak main-main.
Tidak sia-sia dulu dia sempat ngepoin paman Alan tentang hukum. Padahal waktu itu hanya sekedar riset untuk artikelnya, ternyata bisa berguna juga untuk saat ini.
Mendengar ucapan Shanum, Mama Rima semakin blingsatan. Wajah gusarnya semakin tak bisa di tutupi. Dan Shanum sangat senang melihatnya.
"Ngapain sih harus lapor polisi segala. Nggak usahlah! Uangnya juga tidak seberapa, kan?" Mama Rima mencoba mempengaruhi.
"Meski perbulannya kecil. Tapi kalau terkumpul selama dua tahun kan pasti banyak. Sekitar ...." Shanum terlihat sedang menghitung dengan serius. "80-90 juta. Nah, sudah bisa itu beli mobil baru, kan? Meski mungkin bukan mobil yang Wow, tapi lumayan, kan, buat anter-anter kalau ada urusan penting?" Shanum tak gentar.
"Wah, benar itu!" Diva berseru mengaminkan.
"Papa setuju!" Papa pun ikut memberi suara. "Selidiki hal ini, Num. Jangan sampai lepas. Tidak usah pikirkan untuk beli mobil baru dulu. Itu bicarakan nanti. Sekarang temukan dulu ATM itu. Bagaimana pun itu hak kamu?" Papa menambahkan. Mama Rima semakin pucat di tempatnya.
"Udahlah, ngapain sih membesar-besarkan hal ini. Nggak usah sampai lapor polisi segala. Bikin malu saja. Uang nggak seberapa tapi--"
"Ma?" Papa tiba-tiba menyela. "Kamu kenapa, sih? Padahal kamu yang ngotot ingin beli mobil baru. Ini sudah ada jalan keluarnya dan sedang di usahakan, kamu malah begini? Kamu takut atau gimana?" tuduh Papa tepat sasaran. Mama Rima jadi tak bisa berkata-kata lagi.
Bagaimana tidak. Mama Rima sekarang seolah dengan makan buah simalakama. Maju kena, mundur juga kena. Setuju akan usul Shanum, dia pasti akan ketahuan belangnya. Tetapi kalau terus menolak, lama-lama semua orang akan curiga padanya.
"Baiklah. Terserah kamu saja!" ucap Mama Rima dengan wajah tak ikhlas akhirnya. Dalam hati wanita itu merancang sebuah rencana. Akan mengembalikan ATM Shanum diam-diam.
"Baiklah, kalau begitu aku telepon Reyn dulu," ucap Shanum semangat.
"Reyn? Reyn siapa?" tanya Reksa curiga.
"Reyn anaknya uncle Raid. Yang punya perusahaan keamanan itu loh. Soal lacak melacak mah emang jagonya. Jadi, kita nggak usah nunggu besok untuk tahu ke mana saja aliran dana dari ATM gajiku."
Uhuk! Uhuk! Mama Rima tiba-tiba tersedak ludahnya sendiri. Mungkin tidak menyangka jika Shanum benar-benar tidak memberikannya waktu untuk berkelit.
"Memang bisa secepat itu, kak?" tanya Diva penasaran.
"Bisa!" Shanum mengangguk yakin. "Jangankan melacak aliran dana ATM yang jelas-jelas aku hafal nomor kartu dan paswordnya. Mutasi ATM Mas Reksa pun bisa di lacak jika aku mau."
Uhuk! Uhuk! Kali ini bukan hanya Mama yang tersedak, tapi juga Reksa. Seolah dia memang sudah melakukan kecurangan dana selama ini.
"Beneran, kak?" Diva mengabaikan wajah Mama Rima dan Reksa yang tiba-tiba memucat.
"Beneran!"
"Bisa ketahuan malam ini juga?"
"Yups!"
"Ya, udah. Kalau gitu telepon, Kak! Diva jadi ingin tahu sehebat apa sepupu kakak itu!" Diva memaksa Shanum untuk memberi pembuktian.
"Sebentar," ucap Shanum sambil mengotak atik ponselnya.
"Nggak usah telepon," sela Mama Rima tiba-tiba. Menginterupsi Shanum yang baru saja ingin mendial nomor ponsel Reyn. Salah satu anak sahabat orang tuanya.
"Kenapa?"
Mama Rima tak langsung menjawab. Wanita paruh baya yang kecantikannya selalu terjaga perawatan mahal itu terlihat ragu di tempatnya.
"Kenapa, Ma?" Shanum tentu saja tak akan melepaskan Mama Rima begitu saja.
Sudah cukup dia di curangi selama ini. Bukan hanya keringat saja yang di peras wanita itu. Perasaan, bahkan uang Shanum pun terus di peras seenaknya. Seolah Shanum memang hadir untuk dimanfaatkan. Sialan banget, kan?
Bodohnya Shanum di masa lalu memang sudah tak tertolong. Saking bucinnya, dia jadi seakan tidak punya otak. Diam saja dibego-begoin mertuanya itu.
Namun itu dulu. Sekarang Shanum sudah sadar dan berjanji akan merubah keadaan. Setidaknya, dia harus mengambil kembali apa yang memang menjadi haknya sedari awal.
"Kenapa sih, Ma? Jangan bikin penasaran, kenapa?" Ternyata bukan hanya Shanum yang tak melepaskan Mama Rima. Diva pun tak kalah mendesak.
"Itu ... uhm ... ATM-nya nggak usah di cari lagi," cicit Mama Rima dengan suara agak bergetar.
"Kenapa?" Kali ini Papa yang bertanya. Namun, suaranya terdengar tegas dan penuh tekanan. Seolah sudah bisa menebak keadaan yang sebenarnya terjadi.
"Karena .... ATM itu .... memang ada di Mama!"
Kena, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Shanum (Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna) (On Going Di Kbm Dan GN)
RomanceLapak baru. Slow update. Hanya untuk yang punya kesabaran tingkat dewa. Yang gak sabaran mah, skip aja gak papa