| 1 | Kehidupan Baru

936 76 1
                                    

Uzumaki Naruto dan Haruno Sakura adalah dua orang yang sudah bersahabat sejak kecil, keakraban mereka membuat kedua orang tua masing-masing merasa gemas dan tidak henti-hentinya meminta mereka untuk menikah saja.

Uzumaki Minato dan Uzumaki Kushina sebagai kedua orang tua Naruto sudah sangat menyayangi Sakura layaknya putri mereka sendiri, mereka tidak jarang meminta bantuan Sakura untuk mengurusi Naruto yang memang memiliki karakter absurd, laki-laki itu pecicilan serta banyak tingkah dan Sakura lah yang mampu mengontrol layaknya seorang pawang.

Haruno Kizashi dan Haruno Mebuki pun tidak kalah kompak dalam jodoh menjodohkan putri mereka dengan Naruto. Kedua orang tua Sakura bahkan hanya akan mengijinkan Sakura pergi jika Naruto yang mendampingi gadis itu.

Hingga, berbagai macam cara telah kedua pasang orang tua itu lakukan untuk menikahkan Naruto dan Sakura, tapi selalu saja berakhir kegagalan.

Dan pada akhirnya, ide terakhir pun dilakukan.

Dimana kini, mereka berdua di ruang rawat inap Jiraya─kakek Naruto yang dikabarkan mengidap penyakit mematikan.

Keluarga Naruto dan keluarga Sakura sekarang sedang berada di ruang rawat Jiraya dan mereka terlihat sedang terlibat cekcok.

"Kakek, aku tidak akan tertipu. Tempo hari Ibu menggunakan alasan seperti ini untuk membuat aku menikahi Sakura-chan, aku yakin kali ini juga kalian hanya menjalankan sebuah drama," Naruto menolak mentah-mentah keinginan Jiraya.

Sakura yang berdiri di sisi Naruto jelas saja satu pendapat dengan bocah rubah itu dan memberikan anggukkan kepala cepat, menggambarkan Sakura sangat teramat setuju dengan ucapan Naruto.

Jadi, Naruto dan Sakura mendapatkan kabar jika Jiraya sudah berada di ambang batas, dan keinginan terakhir Jiraya adalah pernikahan Naruto dan Sakura.

Ini konyol.

Itu lah yang ada di dalam pikiran Naruto dan Sakura.

Kushina sebisa mungkin memasang wajah menyedihkan dengan air yang mengalir di pipinya, air mata palsu yang Kushina peroleh dari tetes mata yang sempat wanita itu teteskan beberapa waktu lalu, tentunya tanpa sepengetahuan dua anak yang kini sedang berdebat dengan mereka.

Wanita berambut merah darah itu menyentuh pundak putranya. "Naruto, ini adalah keinginan terakhir kakek, kau seharusnya tidak banyak perotes dan turuti saja. Apa kau mau, kakek meninggal dengan rasa kecewa atas sikapmu ini?"

"Ibu! Aku tahu kakek tidak sakit, ini pasti hanya akal-akalan kalian saja supaya kami menikah," dengus Naruto.

Yang jelas saja kembali disambut anggukan kepala Sakura. "Itu benar. Bibi Kushina aku minta maaf sebelumnya. Tapi ini sudah keterlaluan,"

"Sakura, Naruto, apa kalian pikir kami akan senekad itu dengan cara mempermainkan nyawa orang tua?" Mebuki ikut ambil peran dalam drama tersebut untuk memberikan keyakinan atas ucapan mereka.

Ucapan Mebuki berhasil membuat Naruto dan Sakura menunduk dan bungkam. Tanda jika keduanya telah masuk kedalam kebohongan yang sedang terjadi.

Keheningan pun menyelimuti ruangan tersebut, Sakura dan Naruto masih tetap menunduk seolah-olah sedang merenungkan semuanya, sedangkan para pihak orang tua tampak memberikan kode lewat kedipan mata dan ekspresi wajah.

Kushina pun mengangguk dan kembali menepuk pundak Naruto. "Tolong kabulkan keinginan terakhir kakek, Naruto,"

Naruto pun mendongak dan menatap Jiraya yang mulai memejamkan matanya dengan napas lemah, hal itu membuat Naruto menggigit bibir bawahnya merasa resah.

Setelah itu tatapan Naruto mengarah pada gadis di sisinya, berpandangan cukup lama dengan Sakura yang bisa menyimpulkan arti dari tatapan laki-laki itu. Sakura menggeleng lemah dimana gadis itu juga tidak tahu harus seperti apa, Sakura tidak bisa bertindak terlalu banyak karena pihak yang sakit adalah keluarga Naruto, Sakura masih punya etika untuk tidak bersikap terlalu buruk.

Keputusan akhir telah Sakura berikan pada Naruto, apapun itu Sakura akan mencoba menerimanya.

Hingga, gadis itu pun terperangah saat merasakan jemarinya digenggam erat oleh sebuah kehangatan, Sakura menunduk dan melihat bagaimana jemari Naruto mencengkeram lembut tangannya, seolah menyalurkan perasaan tak menentu yang sedang dirasakan olehnya.

"Baiklah."

Satu kata terucap dari bibir Naruto, dan itu adalah penentu bagi nasib masa depan mereka. Takdir baru.

...

Hari ini, terhitung sudah satu bulan dua sejoli itu menyandang gelar sebagai pasutri, tidak ada yang berubah diantara keduanya, hanya menjadi teman tidur dan tinggal di atap yang sama, itupun benar-benar tertidur bersebalahan tanpa melakukan hal lebih, mereka masih terlihat seperti dua orang sahabat.

Hari-hari awal pernikahan, kedua orang tua mereka hampir setiap hari berkunjung ke rumah, untuk memastikan hubungan kedua anak mereka baik-baik saja, dan tidak jarang menggoda keduanya perihal buah hati.

Keisengan kedua orang tua mereka juga lah yang membuat Naruto memutuskan membeli rumah minimalis khusus untuk keluarga kecil mereka, niatnya supaya tidak direcoki, tapi itu semua nyatanya percuma karena kedua orang tua mereka masih sering datang walaupun tidak sesering pada awal pernikahan.

Keduanya tampak tergolong keluarga yang berkecukupan, dimana Naruto telah mewarisi perusahaan sang ayah yang sejak dulu menaungi bisnis properti, dimana Naruto diberi kepercayaan untuk memimpin anak perusahaan yang berpusat di Kota Konohagakure, dimana rumah mereka berada.

Sebelum berangkat bekerja, seperti biasa, Sakura menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri untuk menyiapkan sarapan, sejak awal Sakura hanya bisa menyajikan seporsi roti atau sandwich ringan, dan ketika makan siang atau malam maka mereka memutuskan untuk membeli menu makanan.

Naruto sebagai seorang suami tidak banyak menuntut, dan tidak keberatan jika harus selalu membeli makan untuk memenuhi kebutuhan perut mereka, yang terpenting laki-laki itu tidak mengijinkan adanya seorang asisten rumah tangga di rumahnya, entah mengapa tapi Naruto hanya ingin rumah tersebut berisikan orang-orang yang menjadi keluarganya saja.

"Naruto, kau tidak bosan, 'kan, sarapan hanya dengan roti dan susu?" Sakura sedang mengoleskan selai coklat pada permukaan roti tawar di tangannya.

Kemudian menyodorkan pada sang suami yang langsung diterima, Naruto hanya mendengus geli dengan melahap roti tersebut. "Aku saat masih menjadi pelajar selalu memakan ramen setiap hari, dan itu tidak masalah bagiku. Bukankah roti jauh lebih sehat? Jangan khawatir,"

Sakura mengerucutkan bibirnya. "Aku tidak khawatir,"

"Sejak dulu kau memang tidak pernah mengkhawatirkanku," Naruto pun bangkit dan menjulurkan lidahnya untuk mengejek dengan berjalan cepat menuju pintu utama. "Aku memiliki jadwal meeting pagi ini, jadi harus pergi lebih awal," lambaian tangan Naruto hadirnya untuk salam perpisahan.

Yang mana dihadiahi gelengan kepala ringan oleh Sakura dan dengusan ringan.

Rumah tangga yang aneh. Tapi Sakura bersyukur karena sejauh ini tidak ada cek-cok yang terjadi, paling-paling hanya keributan kecil dan tidak penting, itu karena mereka terlalu acuh tak acuh dalam hubungan pernikahan dan bersikap layaknya sahabat.

Mungkin ini lebih baik? Sakura tidak tahu kedepannya akan seperti apa keluarga kecilnya ini. Rasanya aneh, hambar, dan terdengar lucu jika dipikirkan kembali.

...

Bersambung...

𝐌𝐚𝐫𝐫𝐢𝐞𝐝 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐌𝐲 𝐁𝐞𝐬𝐭𝐟𝐫𝐢𝐞𝐧𝐝 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang