| 2 | Selalu Saja

554 67 0
                                    

Pernikahan menginjak usia satu tahun.

Sakura malam itu terlihat duduk di sebuah sofa ruang televisi, dimana benda persegi panjang di depannya kini menghadirkan sebuah kisah romansa yang disaksikan oleh si merah muda.

Sakura kembali melahap popcorn yang ada di pelukannya, tatapannya sesekali mengarah pada jam dinding yang kini sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

"Mengapa si bodoh itu belum pulang juga." Dengusnya.

Naruto beberapa waktu lalu mengabarinya akan pulang terlambat karena lembur, banyak berkas yang perlu diperiksa olehnya dan itu memakan banyak waktu. Sakura yang sedikit merasa khawatir pun memutuskan untuk menunggu kepulangan Naruto, ingat, hanya sedikit.

Hingga, sebuah pintu terbuka menarik perhatian Sakura, dan sosok Naruto pun dengan lunglai mulai menampakkan atensinya, Naruto terlihat kelelahan dengan tangan kiri menjinjing tas kerjanya dan tangan kanan melonggarkan dasi.

Laki-laki itu langsung menjatuhkan bokongnya di salah satu sofa dengan menyandarkan punggungnya, mengistirahatkan tubuh atas kelelahan yang sejak tadi dirasakan.

"Kau menungguku?" Naruto berucap dengan mata terpejam, kemudian iris kebiruan itu terlihat dan bibirnya sedikit menghadirkan senyuman karena mengetahui Sakura menantikan kehadirannya hingga larut seperti ini.

Sakura mengernyit, perempuan itu pun bangkit. "Tidak." jawabnya membuat Naruto menaikan sebelah alisnya meragukan.

"Aku akan menyiapkan air hangat untukmu." Tak ingin ketahuan jika sejak tadi menunggunya, Sakura bergegas ngacir ke kamar guna menyiapkan keperluan Naruto dalam membersihkan diri.

Kebiasaan Sakura ini baru terjadi beberapa hari lalu, itu karena kedua orang tua mereka yang memberikan wejangan, yang mana sebelumnya mereka hanya fokus pada kebutuhan masing-masing tanpa memperdulikan pasangan. Sejak ocehan kedua orang tua mereka berdengung di telinga, akhirnya mereka pun sedikit-sedikit mulai mencoba melakukan apa yang menjadi kewajiban seorang suami istri.

Kecuali bersentuhan intim. Naruto menggeleng saat sekelebat ingatan muncul di otaknya, dimana itu adalah kejadian yang membuat Naruto tidak fokus bekerja dan berakhir lembur.

Siang ini, Naruto dan beberapa teman bisnis sekaligus teman dekatnya nampak tengah menikmati jam istirahat di sebuah cafe, membicarakan bisnis sekaligus reoni kecil-kecilan dimana mereka selalu disibukkan oleh pekerjaan masing-masing.

"Kudengar kau memutuskan untuk tinggal berdua dengan Sakura, Naruto?" Pria berwajah pucat mulai bicara, dia adalah Sai, pebisnis dalam bidang seni dimana telah melahirkan galeri lukis di beberapa titik lokasi di kota ini.

Di sisi lain, sosok dengan wajah angkuh tak memberikan respon apapun, dia Sasuke, CEO di perusahaan Uchiha Group sekaligus teman masa kecil Naruto, sama seperti Sakura.

"Ya, kau tahu, kami sulit mengimbangi kehebohan kedua orang tua kami," Naruto memakan ramen miliknya disela ucapannya.

"Hee~ karena itu? Kupikir supaya kau bisa leluasa menerkam Sakura─"

"Ukhuk!" Naruto langsung tersedak mie di dalam mulutnya mendengar kalimat frontal Sai, langsung saja laki-laki itu menyeruput minumannya untuk menyegarkan tenggorokan. "A - apa-apaan kau ini?!"

"Baka. Mereka belum melakukannya."

Naruto memelototi Sasuke yang dengan mudahnya membuka rahasia memalukan milik keluarga kecilnya. "Teme!"

Sasuke hanya menatapnya tanpa ekspresi. "Apa? Kau yang mengatakannya padaku."

"Aish! Kau ini tidak bisa menjaga rahasia!"

"APA?! JADI!? KALIAN BELUM MELAKUKAN ─mmpp!"

Sai bungkam saat Naruto dengan gesit menutup mulut toa-nya.

Sasuke yang menyaksikan itu hanya menggeleng ringan, merasa malu karena memiliki teman yang masih bertingkah kekanak-kanakan.

"Dia itu payah, mana mungkin memiliki nyali untuk meminta lebih dulu." Sasuke kembali bicara.

Naruto yang mendengar itu mendadak naik pitam. "Hey! Daripada kau! Sampai sekarang belum juga menikah!"

"Itu karena aku memang tidak ingin." Sasuke menyahut.

"Ya ampun. Lihat aku, aku bahkan sudah memiliki dua putra," Ucapan Sai memancing tatapan membunuh dari kedua temannya itu.

"Itu karena kau mesum!" Sungut Naruto.

"Aku normal, wajar. Jika kau normal seharusnya sejak awal kau sudah menyentuh Sakura, Naruto, hahahaha."

Naruto menghela napas dan memijat pelipisnya, hal itu menjadi masalah pelik bagi Naruto, dan pekerjaan pun menjadi tidak fokus.

Sejujurnya sering sekali Naruto junior terbangun ketika kedua matanya tidak sengaja melihat lekuk tubuh Sakura, namun selalu saja berakhir dengan dirinya bermain solo di kamar mandi.

Bukan apa-apa, tapi Naruto hanya tidak mau melakukan tanpa dasar keinginan kedua belah pihak. Mengingat mereka menikah karena perjodohan dan terpaksa, membuat Naruto berasumsi jika Sakura pasti akan menolak.

Lamunan Naruto buyar ketika mendengar teriakan istrinya dari lantai dua, itu adalah kamar mereka. Naruto pun langsung saja beranjak untuk menghampiri.

...

Sulit tidur.

Hal tersebut kini dirasakan oleh Naruto, mendadak pelipisnya banjir oleh keringat ketika kini dirinya dan Sakura sudah terbaring di ranjang yang sama.

Memang ini bukan pemandangan baru, tapi ucapan Sai yang selalu menghantuinya membuat tatapan Naruto pun beberapa kali tertuju pada titik tubuh Sakura yang mampu membangkitkan sesuatu dalam dirinya, dan Naruto saat ini tengah berusaha mengendalikan sesuatu tersebut dan berusaha agar tidak kelepasan.

Naruto menoleh samar, di sisinya terlihat Sakura yang sedang bermain ponsel, terlihat tidak ada kecanggungan yang tampak dalam gesture tubuh Sakura, itu membuktikan Sakura tidak merasakan apa-apa terhadapnya.

Hingga akhirnya Naruto merasakan ranjang bergerak, saat laki-laki itu menoleh, Naruto bisa melihat Sakura menyimpan ponselnya di meja dan mulai membenarkan posisi tidurnya lalu memejamkan mata.

Untuk beberapa waktu Naruto memandang sang istri, bibirnya berkedut tipis saat perasaan tidak menyangka dirasakan, Naruto tidak menyangka akan menikah dengan perempuan ini. Sahabatnya sendiri.

"Sakura-chan, kau sudah ─ Akh!"

Naruto memekik ketika sebuah bogeman mendarat di perutnya, laki-laki itu menatap Sakura yang masih memejamkan mata dengan kebingungan, mempertanyakan mengapa ia dipukul.

"Tidurlah dan jangan ganggu aku."

Setelah itu Sakura pun berbalik menjadi memunggunginya, Naruto pun meringis dan bergidik ngeri.

Naruto tidak bisa membayangkan apa jadinya jika dirinya tiba-tiba menyentuh Sakura? Sepertinya Naruto bisa-bisa kehilangan tangannya, atau justru nyawa?

...

Bersambung...

𝐌𝐚𝐫𝐫𝐢𝐞𝐝 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐌𝐲 𝐁𝐞𝐬𝐭𝐟𝐫𝐢𝐞𝐧𝐝 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang