Tante Gila tapi Kaya

38 0 0
                                    

Mentari bersinar dengan sangat terik, jam menunjukkan pukul 12 siang saat Elena dan Julio tiba di sebuah apartemen yang terletak di kota Jakarta.

"Waw, besar dan mewah sekali apartemen ini. Pasti yang tinggal di dalamnya orang-orang kaya semua."

Elena yang duduk di sebelah Julio tersenyum saat mendengar ucapan dari pemuda itu. 

"Ya ... Begitulah. Sebagai salah satu apartemen paling berkelas yang ada di kota Jakarta, Olympus Grand apart bisa dikatakan sebagai tempat yang paling cocok untuk dihuni oleh orang-orang yang berasal dari kalangan atas. Mereka yang tinggal di unit ini kebanyakan adalah orang-orang sukses. Beberapa diantaranya adalah seorang pebisnis, pengusaha besar, dan orang-orang yang terkenal seperti artis atau pejabat."

"Oh, seperti itu. Lalu, untuk apa Tante membawa aku ke tempat ini? Apa jangan-jangan, Tante juga salah satu orang yang tinggal di apartemen ini ya?"

Elena kembali tersenyum. Menggelengkan kepalanya secara perlahan, lalu berkata, "Aku memang membeli satu buah unit apartemen di  sini. Tetapi, itu bukan untuk aku tinggali, Julio."

"Loh, terus kalo bukan untuk Tante tinggali, kenapa Tante membelinya?"

"Karena aku ingin memberikannya kepada seseorang."

"Siapa?"

"Sugar baby-ku."

Julio tercengang. "Tunggu sebentar ... Sugar baby Tante? Ma—maksudnya aku?"

Elena mengangguk dan membenarkan hal tersebut. Julio mematung dengan raut wajah yang menjelaskan rasa ketidakpercayaan. 

"Tidak, itu tidak mungkin. Tante pasti lagi bercanda, kan?"

Elena merogoh tas mahalnya lalu mengeluarkan sebuah kertas yang kemudian dia serahkan kepada Julio.

"Baca kertas ini dan kamu akan menemukan jawabannya," titah Elena dengan ujung bibir yang melengkung seperti bulan sabit.

Julio pun menuruti perintah Elena. Dia membuka kertas itu dan mulai membacanya dengan seksama. Awalnya, pemuda itu tampak biasa-biasa saja. Hingga tibalah saat  dimana dirinya sampai di salah satu bagian dari tulisan yang tercetak di atas kertas tersebut, wajah Julio seketika berubah dan kedua matanya langsung terbelalak dengan sempurna.

Ternyata, Elena mengatakan yang sejujurnya. Dia memang membeli satu unit apartemen di Grand Olympus apart lengkap dengan furnitur, internet pribadi, dan juga fasilitas-fasilitas lain yang jika ditotal secara keseluruhan, nominalnya telah mencapai angka sekitar 10 miliar rupiah.

Tidak hanya itu, Julio semakin dibuat terkejut lagi dengan kenyataan bahwa di dalam kertas yang ternyata adalah dokumen pembelian tersebut, tertera sebuah nama yang tak lain adalah nama lengkapnya yaitu Julio Ade Hermawanto sebagai pemilik sah dan penghuni tetap dari apartemen berjenis Penthouse super VVIP tersebut.

"Jadi bagaimana? Apakah surat pembelian ini sudah cukup kuat untuk membuktikan bahwa aku tidak sedang bermain-main?" tanya Elena dengan tatapan yang sedikit mengejek.

Julio tidak menjawab. Dia hanya terpaku dalam kebisuan, sambil terus menatap ke arah kertas yang saat ini masih tergenggam di kedua tangannya. Jujur, dia tidak tau harus memberikan jawaban apa. Rasa terkejut yang menghantam pikirannya secara bertubi-tubi, membuat pemuda itu kehilangan sistem motoriknya dan membuatnya membeku untuk beberapa sesaat.

"Sepertinya, kamu masih belum mempercayaiku, ya? Baiklah, kalau begitu, aku akan menghubungi pemilik apartemen ini dan membiarkan dia sendiri yang menjelaskan semuanya kepada dirimu. Oke?" Elena mengambil ponselnya dan berniat untuk menghubungi nomor seseorang. Akan tetapi, baru saja dia hendak menekan tombol "memanggil", Julio menghentikan tindakannya dan membuat Elena terkejut hingga menatap ke arah dirinya.

"Ti—tidak perlu, Tante. A—aku percaya," ucap Julio dengan suara yang sedikit tergagap.

Elena tersenyum untuk kemudian kembali memasukkan ponsel miliknya.

Singkat cerita, mobil yang ditumpangi oleh Elena dan Julio kini telah berada di area basemen apart. Elena pun dengan cepat melepaskan sabuk pengamannya dan berniat untuk keluar dari mobil itu.

"Julio, ayo kita—" Elena menghentikan ucapannya. Sesaat setelah dia menatap kembali ke arah Julio dan mendapati jika si pemuda tengah melamun sambil menundukkan kepalanya dengan tatapan kosong.

"Julio, kamu kenapa?" tanya Elena diiringi dengan tangan yang menyentuh pundak Julio.

Julio tersentak. Dia kembali ke permukaan kesadaran karena mendengar suara dan sebuah sentuhan yang berasal dari Elena.

"Eh, Ti—tidak, Tante. A—aku tidak apa-apa."

"Serius? Tapi kenapa muka kamu terlihat seperti seseorang yang sedang memikirkan sesuatu hal?"

"Benarkah? Ah, itu paling cuman perasaan Tante saja." Dengan senyuman yang terlihat sangat kaku, Julio berucap dan memberikan sebuah jawaban.

Elena yang merupakan seorang magister psikologi, sebenarnya tidak ingin mempercayai Julio. Namun, waktu yang terus saja berjalan memaksa wanita itu untuk menyudahi semuanya dan memilih untuk mengiyakan ucapan pemuda itu.

"Oh, ya sudah kalau memang seperti itu. Ayo kita turun," ajak Elena.

"Sekarang Tante?" Pertanyaan bodoh tiba-tiba saja keluar dari mulut Julio.

"Ya sekaranglah, Julio. Memangnya kamu tidak ingin melihat tempat tinggal kamu yang baru?"

"Ya tentu saja mau, Tante. Tapi kan barang-barang aku masih ada di kos-kosan. Jadi ya ... mau tidak mau aku harus pulang dulu buat mengemasi semuanya."

"Oh, jadi karena itu ya. Mmm ... kalau semisal aku bilang, semuanya sudah beres bagaimana?"

Kening Julio seketika berkerut. "Maksud Tante apa?"

Elena menepuk pundak supir yang sedari tadi masih berada di dalam mobil itu. Seolah mengerti dengan isyarat yang diberikan oleh bosnya, si pria paruh baya yang terduduk di kursi kemudi itu pun langsung menyerahkan sebuah flashdisk berwarna kuning yang terlihat sangat familiar di kedua mata Julio.

"Loh, itu kan flashdisk punyaku. Kok bisa ada di Tante?"

Ya. Flashdisk dengan stiker Spongebob Squarepants itu adalah milik Julio yang dia gunakan untuk menyimpan file skripsinya. Anehnya, Julio mengingat betul bahwa terakhir kali dia melihat flashdisk tersebut adalah di atas meja belajarnya, sesaat sebelum dia memutuskan pergi dan bertemu dengan Elena. Lantas, bagaimana bisa flashdisk itu ada di tangan Elena sekarang? Satu pertanyaan sederhana yang saat ini telah berselimut di dalam hatinya.

"Jangan terkejut seperti itu, Julio. Aku hanya ingin membantumu untuk berkemas-kemas saja. Tidak lebih."

"Tunggu ... membantuku untuk berkemas? Jangan bilang kalau Tante mengetahui tempat tinggalku dan secara diam-diam sudah menyelinap ke kamar kosanku? Benar begitu?"

"Mmm ... lebih tepatnya anak-anak buahku yang datang ke tempat kumuh itu."

"A—apa! A—anak buah Tante?"

"Ya. Merekalah yang telah mengemasi semua barang-barang kamu, di saat kita bertemu dan melakukan kesepakatan di restoran pagi tadi."

Julio benar-benar tercengang. Dia nyaris saja tidak bisa percaya dengan semua ucapan yang dilontarkan oleh wanita itu.

"Te—terus, ba—bagaimana bisa mereka masuk ke dalam kamar kos yang telah aku kunci? Maksudku—"

Belum sempat Julio menyelesaikan ucapannya, jari telunjuk Elena tiba-tiba saja menempel di bibir Julio dan langsung membuat pemuda itu terdiam tanpa sepatah kata pun.

"Sssttt! Sudah ya. Jangan dibahas lagi. Lebih baik sekarang kita keluar dari mobil ini dan bergegas untuk melihat tempat tinggal kamu yang baru. Oke?"

Julio mengangguk dan mengiyakan hal tersebut.

Sejenak, mereka saling menatap satu sama lain. Mungkin sekitar dua setengah menit, hingga pada akhirnya mereka kembali tersadar dan Elena pun langsung menjauh dari Julio.

"Maaf," kata Elena dengan suara datar.

Julio hanya terdiam seribu bahasa, dengan tatapan mata yang sesekali melirik kecil ke arah Elena.

Berondong Kesayangan Tante ElenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang