05.

247 40 6
                                    

Hari ini Jaejong tidak datang menyusup ke kamarnya, jadi pagi-pagi Yunho langsung menuju ke balai kota untuk menyelesaikan urusan, dia akan menemui Jaejong setelahnya. Balai kota sudah mulai ramai, para petugas administrasi sudah mengangkat kuasnya untuk bekerja.

"Maaf, aku ingin bertemu dengan Tuan Lim."

"Beliau belum datang. Titipkan saja keperluanmu, akan kusampaikan."

"Oh, tidak usah, aku perlu menemuinya sendiri. Terima kasih."

Bukan hal yang penting, hanya menyerahkan berkas, tapi Yunho ingin melakukannya sendiri langsung kepada Ju Hwan, hanya untuk menunjukkan bahwa dia tidak kalah darinya. Yunho tahu jika memasukkannya ke wajib militer hanyalah trik licik untuk menjauhkannya dari Jaejong. Dia mulai mencurigai hal itu ketika tidak kunjung dipulangkan bersama dengan teman-teman sekampungnya. Bisa jadi Jendral Yu pun ikut membantu Ju Hwan untuk itu, ntahlah.. Yunho hanya menduga. Yang pasti dia berhasil pulang hidup-hidup. Dia ingin menunjukkan diri di hadapan Ju Hwan, mungkin akan melemparkan surat jalan itu ke wajahnya jika ada kesempatan.

Yunho memutuskan untuk pergi ke kediaman Ju Hwan. Pejabat gemuk itu mungkin masih bersantai sambil menikmati snack paginya di rumah. Rumah yang sangat luas, dan dijaga oleh beberapa pengawal. Yunho diijinkan masuk karena membawa berkas berstample kemiliteran.

Seorang pelayan mempersilakan Yunho untuk menunggu di aula utama sementara ia memberitahukan kepada tuan rumah perihal kedatangannya. Aula yang sangat megah, dibangun dari uang rakyat. Ju Hwan sudah memegang kekuasaan di daerah itu sejak 20 tahun yang lalu, jadi Yunho sudah mengenalnya sejak dia masih kecil. Pria yang tamak, tapi pandai menyembunyikan kebusukannya di muka umum. Bahkan tidak ada wanita bangsawan yang mau menikahinya sehingga dia masih melajang sampai tua. Tapi mungkin sekarang sudah menikah, ntahlah.

Yunho melihat-lihat suasana aula, pilar-pilar, perabotan, hiasan, lukisan. Lukisan... Yunho terpaku pada sebuah lukisan besar di tengah aula. Jantungnya langsung berdegup kencang. Dia sedang melihat wajah Jaejong.. lukisan Ju Hwan sedang bersanding dengan seseorang yang terlihat sangat mirip dengan Jaejong. Seperti lukisan pernikahan. Yunho bernapas berat. Kakinya bergerak sendiri untuk keluar dari ruangan itu melupakan keperluannya. Tidak mungkin Jaejong. Dia harus memastikan sendiri. Jaejong pasti ada di kedai. Lukisan itu bukan dia. Yunho mempercepat langkahnya hingga berlari.

BRAK!
Yunho membuka pintu dapur kedai Tuan Kim dengan keras.

"Yu..Yunho...? Kau sudah kembali??"
Tuan Kim menjatuhkan spatulanya karena terkejut. Dia langsung berlari menghampiri Yunho dan memeluknya, mengabaikan raut wajah keras yang sulit dijelaskan. Dia sudah menganggap Yunho seperti anaknya sendiri, melihat Yunho pulang dari medan perang dengan selamat sungguh membahagiakan.

"Yunho? Di mana lenganmu??"
Tuan Kim meraba-raba lengan baju Yunho persis seperti yang Jaejong dan orang tuanya lakukan saat pertama kali mereka bertemu lagi. Tapi Yunho tidak menjawabnya, dia hanya ingin bertemu Jaejong.

"Di mana Jaejong?

"Yunho, tentang Jaejong--"

"Jaejong! Jaejong!"
Yunho memanggil-manggil sambil memeriksa semua ruangan. Dia selalu memulangkan Jaejong ke kedai setiap malam, dia pasti ada di sini, atau mungkin sedang pergi ke luar.

"Yunho, tolong dengarkan aku. Tenangkan dirimu, biarkan aku menjelaskan."

"Paman, aku melihat lukisan yang mirip dengan Jaejong di rumah Ju Hwan, katakan itu bukan dia."

Tuan Kim terdiam sambil berkaca-kaca.

"Paman.. katakan itu bukan dia!"
Yunho mulai kehilangan kesabaran dan mengguncang Tuan Kim.

The Faithful: Two World AppartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang