02.

247 49 3
                                    

Serangan dari pihak Mongol semakin gencar, banyak prajurit berguguran, sehingga Kaisar terpaksa menyebarkan mandat wajib militer ke seluruh penjuru negeri. Selebaran-selebaran ditempelkan di berbagai tempat. Orang-orang ramai berkerumun untuk membacanya, tidak terkecuali Jaejong dan Yunho. Mereka berjinjit untuk membaca selebaran dari belakang kerumunan.

'Mewajibkan setiap keluarga yang memiliki 2 atau lebih anak laki-laki, untuk mengirimkan 1 orang anak laki-lakinya yang sudah melewati usia 17 tahun untuk menjadi prajurit sementara, hingga pertempuran di kota Ganghwa berakhir.'

Beberapa orang mulai menangis, beberapa yang lain langsung berlari pulang ke rumah. Jaejong meremat genggamannya pada Yunho. Yunho membalasnya dengan pelukan.

"Jangan khawatir, aku anak tunggal, tidak masuk dalam kriteria wajib militer. Lihat, hanya keluarga yang memiliki 2 anak laki-laki atau lebih."

"Aku tahu, tapi..."
Perasaannya buruk tentang hal ini. Jaejong sendiri aman dari wajib militer, karena kakaknya sudah menjadi prajurit, sehingga ayahnya tidak wajib lagi untuk mengirimkan Jaejong ke medan pertempuran.

"Jangan dipikirkan, ayo pulang, ayahmu pasti sudah mencari."

Hari-hari berlalu, satu minggu kemudian, iring-iringan wajib militer lewat. Beberapa prajurit menggiring puluhan anak laki-laki yang sudah berhasil dikumpulkan. Banyak orang tua yang menangis mengikuti iringan sambil berusaha menggapai anak mereka yang berada dalam barisan. Jaejong melihat bersama ayahnya dari depan kedai.

"Ayah.. Apakah kakak akan pulang..?"

"Ayah tidak tahu.. Ayah hanya berharap kakakmu masih hidup.. Semoga saja peperangan ini segera berakhir, ayah juga sangat merindukannya.."

Jaejong memeluk ayahnya, meskipun terlihat tegar, tapi dia bisa menangkap getaran kesedihan dari suara ayahnya. Biasanya setiap 3-4 bulan sekali kakaknya akan kembali ke rumah sebelum kembali lagi ke pasukan, tapi sudah 2 tahun ini Jansuk tidak pulang dan tidak ada kabar..

Suasana kota kembali tenang selepas kepergian para wajib militer, hanya tersisa isak tangis beberapa orang tua yang masih meratapi keberangkatan anaknya yang ntah akan kembali hidup atau mati. Beberapa hari berlalu semenjak itu, Jaejong sedang mengganggu Yunho di ladang seperti biasa. Kali ini tidak benar-benar mengganggu, dia membantu memanen ubi. Kedai sedang sepi, jadi ayahnya mengijinkannya pergi sampai sore.

"Yang ini besar sekali, aku tidak kuat menariknya, kau saja."

"Yunho?"

Masih tidak ada tanggapan, jadi Jaejog mendongak untuk melihat apa yang sedang dilakukan Yunho. Yunho sedang berdiri mematung. Jaejong langsung mengikuti ke mana arah pandang Yunho terpaku.

Beberapa prajurit dan Ju Hwan sedang berbincang dengan kedua orang Yunho. Perbincangan itu nampak serius, Ju Hwan membawa sebuah gulungan, dan ibu yunho mulai menangis. Yunho langsung berlari mendekati mereka. Jaejong pun ikut menyusul.

"Ayah.. Ibu.. ada apa..?"
Yunho bertanya dengan cemas.

"Anakku... Tidak..."
Nyonya Jung hanya bisa menjawabnya dengan tangisan. Sementara Tuan Jung menatap Yunho dengan berkaca-kaca tanpa bisa berucap.

"Ah biarkan aku yang membantu menjelaskannya."
Ju Hwan mengambil alih.

"Aku baru saja mendapat surat pribadi dari Jendral Yu, jumlah prajurit masih kurang, dan kota kita salah satu yang menyumbangkan paling sedikit. Kita harus mengirimkan beberapa orang lagi. Semua keluarga sudah menyumbangkan 1 anak laki-laki mereka, sangat tidak adil jika aku memaksa mereka mengirimkan 2 atau lebih, jadi... dengan terpaksa aku harus meminta kepada keluarga yang belum menyumbang."

The Faithful: Two World AppartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang