Gadis itu berdiri di depan pintu rumah yang masih tertutup. Ia sudah mengetuk pintu itu beberapa kali, tetapi sang pemilik belum juga membukanya. Bukan tanpa alasan ia datang ke rumah si kembar itu malam ini, tetapi karena ia sadar akan salah satu benda kesayangannya yang hilang.
Biasanya, jika salah satu benda kesayangan Zia hilang, pasti Devan ada di balik kasus kehilangan itu. Siapa lagi orang yang bisa sejahil itu padanya?
Zia mengetuk pintu itu sekali lagi hingga beberapa detik kemudian terbuka dan menampilkan sosok Davin di baliknya.
"Berisik, Zi! Mau ngapain, sih?"
Zia menampilkan deretan gigi sebentar sebelum bersuara. "Devan mana?"Davin menggerakkan kepala, memberi isyarat bahwa abang kembarnya itu ada di dalam. Tanpa dipersilakan, Zia langsung berlari masuk ke dalam rumah. Sementara Davin hanya menggeleng melihat tingkah laku sahabat perempuannya itu.
Saat tiba di depan sofa, Zia berdecak kesal melihat Devan yang masih tertidur pulas meskipun hari sudah gelap. "Dasar kebo!"
Tangan Zia langsung mengambil salah satu bantal yang terletak di sofa lalu melamparnya ke Devan. Cowok itu menggeliat lalu menutupi kepala dengan bantal yang tadi dilempar oleh Zia.
"Eh, ada Zia." Seorang wanita paruh baya baru saja keluar dari dapur.
Zia menoleh. "Iya, Tante," jawab Zia dengan senyum lebar.
"Ada perlu sama Devan?" Liana beralih melihat anaknya. "Bangunin aja, Zi, kalo perlu siram pake air!"
Zia tertawa sebentar. "Emang boleh, Tan?"
Liana mengangguk. "Banget. Kalo enggak digituin, enggak bakal bangun Devannya."
"Siap, Tante!" Zia mengangkat tangannya ke dahi seolah-olah sedang menghormat lalu mengikuti Liana ke dapur dan kembali dengan segelas air putih.
"Mau ngapain, sih?" tanya Davin yang sekarang sudah duduk di depan televisi.
"Sst!" desisnya yang membuat Davin langsung menutup mulut. Ia menarik bantal yang menutupi muka Devan susah payah, memasukkan tangannya ke dalam air, lalu memercikkannya ke wajah laki-laki menyebalkan itu.
Sontak air itu langsung mebuat Devan terduduk dengan panik. "Hujan! Hujan!"
Zia tertawa puas cukup lama hingga terduduk di sebelah Devan. Davin yang tadi fokus menatap televisi juga ikut tertawa.Cukup lama, Zia belum juga meredakan tawanya meskipun sudah dilempari bantal tepat pada wajahnya berkali-kali.
"Ck! Pentulan Jarum, lo ngapain, sih, ke sini? Ganggu tidur nyenyak gue aja!" Cowok itu kembali merebahkan tubuhnya.
"Eh, eh!" Dengan cepat gadis itu menarik tangannya agar Devan kembali duduk. Sudah susah payah ia membangunkan dan kini Devan ingin tidur lagi? Tidak bisa dibiarkan.
"Ya Tuhan, ini anak bener-bener, ya!" ucap Zia kesal.
Devan sudah terduduk sekarang, tetapi kepalanya masih bersandar di sandaran sofa. "Mau ngapain, sih?"
"Gelang Zia mana?"
Devan melebarkan mata saat Zia mengutarakan itu. "Jadi, lo gangguin gue tidur cuma gara-gara gelang?"
Zia mengangguk cepat lalu terkekeh. Tawanya bahkan tak memperlihatkan rasa sedih sedikit pun. "Mana gelang Zia?"
Zia sempat tertidur di kelas. Namun, ia baru menyadari jika salah satu gelang dari sekian banyak yang melingkar di tangannya hilang saat ingin mandi tadi sore. Dan ia yakin jika tersangka dari hilangnya gelang itu tidak lain adalah Devan.
Devan menggaruk kepala dengan bingung. "Gue lupa nyimpennya di mana tadi."

KAMU SEDANG MEMBACA
3DZia : Rasa
Teen Fiction"Kata orang, tertawa yang membuat kita bahagia, tetapi kenapa justru luka yang hadir setelahnya?" Content creator dengan nama 3DZia team adalah milik empat manusia absurd bernama Danu, Devan, Davin, dan Zia. Karena sangat akrab, mereka memutuskan un...