∅∅ | Mereka yang binasa.

96 9 0
                                    

Disclaimer: Cerita dengan judul yang sama dengan alur yang berbeda, dikarenakan plot sebelumnya tidak rampung dan kurangnya pemahaman untuk jalan ceritanya. Penulis memutuskan untuk merombak keseluruhan plot agar lebih matang dan terstruktur. Jika sekiranya pembaca kecewa dan kurang nyaman, boleh di skip.

Karakter sepenuhnya milik Moonton, penulis hanya meminjam, dan plot yang ada di sini murni hasil pemikiran @RavenWang dengan mengambil latar belakang dari karakter yang sudah ada. Tidak menerima adanya plagiarisme dan antek-anteknya, ya, Udin/Siti sekalian. Misalkan ada kemiripan dengan cerita kalian, itu ketidaksengajaan. Bisa jadi kita satu pemikiran, otak, jantung, hati, ginjal, usus, satu atap sekalian, mau? .g

Thanks. 😁
















✶✶✶

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✶✶✶

Ketakutan atas ketiadaan yang terukir di atas jiwa yang terbelenggu, membuat keraguan jelas terlihat. Ia, sang kegelapan menuntun kehancuran datang ke Moniyan Empire, membuat para pejuang dan banyaknya nyawa hadir dengan sukarela menyerahkan diri. Dua kubu yang bertolak belakang---kedamaian dan mimpi buruk abadi. Penguasa Abyss, pihak dari kubu Darkborn yang dikenal sebagai musuh bebuyutan Keluarga Paxley yang disegani.

Banyak nyawa telah terbuang, menyisakan kepedihan yang mendalam dari mereka yang kehilangan. Memori masa lalu berputar, bagai kaset rusak yang berderung mengguncang isi kepalanya.

Ketiadaan.

Segalanya telah tiada menjadi genangan darah yang menyedihkan, membawa musim semi menuju puncaknya untuk menjadi musim dingin yang panjang. Iris yang dulunya teduh telah berubah menjadi sorot sendu penuh kebencian.

"Menyedihkan sekali," Nada dingin terlontar menghantam dada sang Duke, membuatnya tersenyum simpul dan kembali berucap, "Kakakku."

Angin berembus menerpa raga mereka, menyalurkan sensasi dingin yang berdesir ke seluruh tubuh. Tangan itu, yang dulunya saling bertaut dalam kehangatan musim semi, kini dipenuhi bercak darah yang kotor. Menodai segala kenangan yang telah disusun dengan rapi. Cinta, kasih sayang, semuanya binasa karena satu kesalahan.

Tubuh kokoh sang kakak tetap berdiri, mendengarkan ocehan keji yang dilontarkan adiknya. Tidak memperdulikan lagi bagaimana penampilannya yang porak-poranda, ia dengan tertatih berjalan mendekat. Sekumpulan shards berterbangan di sekitar tubuhnya, seolah sedang bersiaga untuk melindungi tuan mereka dari bahaya. Tangannya terulur, menangkup wajah sang adik yang ia cintai sejak dulu.

"Hentikan, Gusion." Kesedihan ikut serta dalam nada suaranya, seakan tak ingin tertinggal dalam mengikuti kisah keduanya.

Sang adik membalas dengan tawa, terdengar meremehkan. Ekspresi yang dulunya penuh kasih kini hanya tersisa tatapan dingin yang menusuk, penuh dendam dan ketidaksukaan. Manik mata itu tidak lagi bersinar, hanya kehampaan.

"Mengapa aku harus melakukan itu?" Jawab Gusion dengan ekspresi meremehkan.

"Kau melukai banyak orang."

"Mereka juga melukaiku, bukankah sepadan?"

Keheningan mengambil alih, tak ada lagi salah satu dari mereka yang berbicara. Sampai sebilah pedang hampir menembus tulang tengkorak milik Aamon, serangan tiba-tiba yang datang dari arah belakang tubuhnya. Shards miliknya tergerak, serta merta menepis benda tajam itu tanpa ragu, membuatnya jatuh dan menimpa tanah.

Belum sempat napasnya teratur, Aamon dikejutkan dengan serangan lain dari bawah tanah. Guncangan hebat terjadi, membuat tanah yang mereka pijak tak berbentuk dan nyaris runtuh. Sesuatu muncul dari dalam, membuatnya dengan cepat melompat menjauh guna mengantisipasi resiko serangan yang tiba-tiba.

Pertarungan akan sulit dihindari, pengorbanan nyawa mungkin akan terjadi. Dua jiwa yang pernah terikat kini memaksa untuk terlepas, benang takdir yang dulunya kokoh perlahan rapuh, menyisakan serat tipis dan akan putus kapan saja. Mereka, dua musim yang hanyut dalam kegelapan takdir seiring berjalannya waktu.

Peristiwa yang hanya menimbulkan penyesalan.

Seandainya saja ia tak pernah menorehkan tinta hitam pada kertas putih yang seharusnya tak pernah ternoda ... bencana ini tak akan pernah terjadi.

Beberapa tahun lalu sebelum kedamaian mereka hancur,

kisah yang membuat beberapa tetes air mata mengalir deras dengan sendirinya.








Mobile Legends © Moonton

Plot by © RavenWang

About What I See ; GusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang