Kematian Itu Romantis

360 30 15
                                    

Sinar keemasan di ujung laut semakin terang, membiaskan cahaya bintang-bintang yang bertaburan menghias langit sepanjang malam. Netra bulat kecoklatannya menatap pemandangan itu tak berkedip, Luffy tersenyum manis, pelupuk matanya mulai terisi air, setelah sekian lama dia mengurung diri, akhirnya Luffy bisa melihatnya secara langsung, fajar paling indah di sepanjang hidupnya.

Lengkap dengan bau laut, desir ombak, keramaian dermaga, dan seorang malaikat maut, Trafalgar Law.

"Minumlah, meski ini tidak akan memperpanjang usiamu, setidaknya kau tidak akan mati dalam keadaan kehausan." Baru saja dipikirkan oleh Luffy, Law sudah kembali dengan secangkir air hangat. Jauh-jauh dia membawanya dari warung itu ke tepi dermaga.

Luffy tidak jadi sarapan, tiba-tiba dia berlari ke arah laut, lalu duduk di lantai kayu berpanggung di antara kapal-kapal kecil yang baru berlabuh. Kakinya bergelantungan, sedikit menyentuh air yang beriak tenang.

"Terima kasih, Torao." Luffy hampir tertawa, Law punya cara yang unik untuk mengungkapkan kepeduliannya, dia tidak ingin terlihat peduli, oleh karenanya Law membalut kepedulian itu dengan kalimatnya yang kejam.

"Apa kepalamu terasa pusing?"

Luffy menggeleng seraya menyeruput air hangatnya. "Tidak terlalu, hanya saja dadaku sakit sekali, seperti dihantam oleh pukulan berkali-kali lebih kuat dari sebelumnya."

"Kau mungkin sedang sekarat." Raut wajahnya datar sekali ketika berkata demikian. Harusnya sebagai seorang dokter Law berusaha memberikan pertolongan pertama kepada Luffy, dia sudah terikat sumpah profesi.

Namun, Law juga tidak bisa mengabaikan keinginan pasien yang ingin mengakhiri hidupnya sendiri. Kadang kala mati adalah jalan terbaik untuk mengobati rasa sakitnya.

"Kau benar, napasku sudah mulai terbata-bata." Bukan hanya Law yang aneh, Luffy lebih aneh lagi, dia malah tersenyum saat mengatakannya.

"Sejak kapan kau sudah merencanakannya ini, Luffy?" Law bukanlah orang bodoh. Dia cukup peka untuk memahami bahwa Luffy bukannya tidak sengaja mengikutinya terus-menerus, Luffy mungkin menginginkan sesuatu, seperti permintaan terakhirnya?

"Sejak aku melihatmu dalam berkas kasus yang dibawa kakekku. Aku langsung jatuh cinta padamu, menurutku kau adalah satu-satunya dokter yang bisa memahami bahwa kematian itu romantis."

Law mengerutkan dahinya, dia tidak pernah berpikiran sejauh itu, kematian tetaplah tragedi yang menyakitkan, bahkan Law sampai saat ini masih keras kepala tidak mau menyerah untuk menyelamatkan orang yang paling berharga di hidupnya dari jurang kematian.

"Bukankah setiap orang mempunyai keinginan dan impiannya tersendiri? Misalnya seorang anak yang ingin mainan baru, atau impian sederhana seorang petani yang ingin hasil panennya berlimpah ruah, itu adalah hal yang normal dalam kehidupan kita, Torao." Luffy menghela napas yang sangat panjang, dia tidak berbohong soal napasnya yang terasa berat.

"Sama halnya dengan orang yang ingin mati, aku sedang berbicara tentang orang yang benar-benar ingin mati, Torao. Bukan tentang orang yang hanya frustasi dengan hidupnya lalu memilih kematian sebagai jalan pintasnya, itu namanya pengecut, aku tidak menginginkan kematian yang seperti itu."

Law masih terdiam, mendengarkan kalimat-kalimat si topi jerami yang semakin terdengar menarik, entah kenapa perkataan Luffy selalu memikatnya.

"Menurutku setiap orang berhak menentukan kapan dan di mana dia ingin mati, juga dengan cara apa dia akan mewujudkannya. Kalau aku benar-benar mendengarkan perasaan bersalahku, maka harusnya aku sudah tidak ada hari ini, Torao. Aku akan mengakhiri hidup tidak jauh dari tanggal kematian teman-temanku."

Mata Law melebar, dia baru mengetahuinya, maksudnya teman-teman yang Luffy sebutkan kemarin? Seperti Sanji dan juga Zoro? Law tidak pernah menduga bahwa mereka sudah tiada. Artinya si topi jerami sendirian. Bagaimana mungkin dia bisa menjaga senyuman ceria tetap memancar di wajahnya?

Mr. Grim Reaper, I Love You || LawluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang