chapter 5

1.5K 161 44
                                    


Jungwon terduduk di atas ranjang tidurnya. Pandangannya jatuh menatap kearah jendela kamar yang terbuka. Tak peduli dengan dinginnya angin malam yang bertiup menerbangkan sang gorden.

Ingatannya jatuh kembali pada percakapan terakhirnya dengan Jay saat di halte bus.

Perasaan takut kehilangan secara tiba-tiba menyeruak. Entahlah.. Yang jelas Jungwon begitu kalut dengan banyaknya kekhawatiran yang tercetak di keningnya. Jungwon lantas menggeleng beberapa kali mencoba menepis pemikiran yang datang dan pergi dalam benaknya.

'Drrtt.. Drrt'

Ponsel miliknya pun bergetar. Jungwon menoleh pada benda persegi yang tergeletak di sampingnya. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang asing.

Dengan sedikit bergetar, ia lantas mengambil ponselnya dan menggeser ikon berwarna hijau di layar persegi tersebut.

"H-halo?". Ucapnya dengan sedikit gugup sembari menggigit bibir bawahnya.

"Halo, Jungwon!".

Seketika ponsel dalam genggamannya pun terjatuh begitu saja. Jungwon tampak terkesiap setelah mendengar suara wanita di seberang sana yang sangat ia kenali.

"Kau masih disana 'kan, Jungwon?".

Si pemilik nama pun dengan segera meraih ponselnya yang sempat terjatuh tadi lantas memutus panggilan secara sepihak. Ia bahkan mematikan ponselnya dan menjauhkan benda itu dari jangkauannya. Jungwon menggeleng gusar seraya meracau tak jelas.

"Jay! Jay..!".

Setelahnya iapun bergegas keluar dari kamarnya.

'Brakk!!'

Jungwon membanting pintu kamar putranya. Tak peduli jika si penghuni kamar akan terganggu karenanya. Ia segera melarikan manik doe-nya kesekeliling kamar hanya untuk menemukan keberadaan sosok putranya.

Namun nihil. Putranya tak ada didalam kamarnya.

Jungwon semakin panik dibuatnya. Tangisnya tiba-tiba saja pecah begitu. Sembari tak hentinya memanggil nama putranya.

"Astaga.. Ayah? Ada apa denganmu?".

Jungwon tak mengindahkan pertanyaannya dan segera menghamburkan diri--memeluk sosok tinggi dihadapannya dengan erat.

"Jangan tinggalkan aku, jangan tinggalkan aku..." . Lirihnya diiringi isakkan.

Sontak saja Jay sedikit terhenyak ketika mendengar isakan sang Ayah. Dengan perlahan, iapun mengurai pelukannya. Menatap lekat sosok cantik dihadapannya. Sungguh. Demi apapun ia ikut terluka begitu melihat air mata yang membasahi wajah sang Ayah.

"Aku tidak akan meninggalkanmu, Ayah. Kau tenanglah dulu". Ucapnya sembari menyeka jejak air mata milik pria manis itu dengan lembut.

"Sekarang, ceritakan padaku. Kenapa tiba-tiba Ayah menangis seperti ini?".

Jungwon tak menjawab. Bukannya tak mau. Ia hanya merasa belum siap untuk mengatakannya. Jadi yang selanjutnya Jungwon lakukan hanyalah kembali memeluk tubuh tegap milik putranya. Kedua tangannya bahkan merengkuh erat leher kekar itu. Sementara wajahnya terbenam dibahu sang dominan.

Lain lagi dengan Jay hanya dapat mengelus surai kelam itu lembut--mencoba memberinya ketenangan. Ya.. mungkin saja Ayahnya memang belum ingin bercerita. Ia akan menunggu hingga pria manis itu ingin membagi cerita dengannya sendiri.

Perlahan, Jay pun turut membalas pelukan sang Ayah yang tak kalah erat.


















Keesokkan paginya..

Sepasang Ayah dan Anak itu tengah menyantap sarapan pagi mereka bersama di ruang makan.

"Apa hari ini kau punya jadwal ekskul?". Ujar si manis yang membuka percakapan sembari mengoleskan selai coklat di rotinya.

Jay tampak terdiam sejenak mencoba untuk mengingat. "Sepertinya ada. Mungkin sore nanti aku baru bisa pulang itu pun kalau tidak telat".

"Baiklah. Jangan pulang sebelum aku datang menjemputmu". Tukas Jungwon sembari beranjak dari duduknya.

"Ayah, aku bisa pulang sendiri--".

"Ayah harus bersiap-siap dulu. Kau habiskan sarapanmu ya? Tunggu aku di depan".

Tanpa mempedulikan tatapan penuh tanya putranya, Jungwon dengan segera bergegas pergi meninggalkan meja makan.

"Sebenarnya ada apa denganmu?".
















**






Jungwon berjalan dengan sedikit langkah yang gontai memasuki gedung perusahaannya. Ia bahkan mengabaikan beberapa dari pekerjanya yang menyapa dengan ramah. Entahlah.. Ia hanya merasa kepalanya begitu pening. Bahkan yang ia lakukan sedari tadi hanyalah memijit keningnya yang berdenyut.

Ting!

Sebuah kotak besi dihadapannya pun terbuka. Sedikitnya ia merasa bersyukur karena lift yang akan membawanya sampai ke lantai lima belas--ruang kerja pribadinya yang tampak kosong. Jungwon lantas membawa langkahnya masuk kedalam sana.

'Drrt.. Drrt'

Ponsel miliknya lagi-lagi bergetar. Jungwon sengaja tak ingin menjawab panggilan yang ia yakini dari penelepon yang sama seperti semalam.

Ting!

Tak butuh waktu lama, pintu lift itupun terbuka. Jungwon lantas melangkahkan kakinya keluar dari kotak besi tersebut.

'Deg'

Seketika ia dibuat begitu terkejut saat mendapati sesosok wanita dengan balutan dress berwarna putih beserta scarf yang melingkari lehernya.

"Lama tidak bertemu, Yang Jungwon. Kau masih mengingatku bukan?".


















Sementara itu disisi lain...

Jay merasa tak begitu bersemangat untuk latihannya kali ini. Ia bahkan memilih untuk bersantai di sudut lapangan sembari meneguk minuman dingin di tangannya.

"Hey, kau tak latihan lagi?". Ujar Jisung sembari mengambil duduk disampingnya.

Jay menghabiskan minumannya lebih dulu sebelum menyahut, "Tidak. Suasana hatiku sedang tak baik".

Jisung sontak tertawa kecil sembari menepuk bahu sahabatnya agak keras. "Oh.. Jangan katakan kau tiba-tiba saja merindukan si penguntitmu itu ya? Haha makanya jangan suka berlagak tak peduli".

"Apasih kau ini? Siapa juga yang merindukan bocah itu. Aku malah senang jika dia tak datang untuk menggangguku. Dan lagi, jangan menyebut namanya. Dia bisa datang tanpa diduga!".

"Haha dasar bodoh". Jisung lantas menghentikan tawanya. "Omong-omong, apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?".

Pemuda Park itu hanya dapat mengangguk tanpa menatap si lawan bicara. Pandangannya jatuh melihat bagaimana teman-teman satu timnya tengah berlatih di lapangan.

"Ini tentang Ayahku. Kurasa ada yang ia sembunyikan dariku". Ujarnya sembari kembali menerawang sikap Jungwon semalam dan juga tadi pagi saat sarapan.

"Kenapa tidak kau tanyakan saja padanya?".

"Aku sudah bertanya sebelum bercerita padamu, Ji. Tapi dia sama sekali tak memberikan jawaban apapun padaku. Sepertinya aku memang harus mencari tahunya sendiri".


















***

hi! maaf baru bisa kembali. i miss you guys! 🥺🤍

unholy | jaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang