RAMONA

797 13 0
                                    

Kita semua tahu cara kerja waktu, yang seringnya akan berlalu.

Hal itu sepertinya tidak berlaku untuk Ramona. Pekerjaan yang seringnya menumpuk membuat harinya padat dan terasa lama. Seolah detik enggan berlalu. Setiap hari berkas-berkas tak pernah absen dari mejanya. Ingin sekali rasanya dia berhenti kerja, bahkan sejak lama. Tapi kalau dia berhenti dari sini, maka dia akan mencari pekerjaan baru yang belum tentu gajinya cukup untuk hidup di ibukota ini.

Ibukota lebih kejam dari ibu tiri. Agaknya kalimat itu benar. Mona yang setiap hari kerja banting tulang, gajinya hanya cukup untuk menyewa satu kamar kost yang tidak terlalu jauh dari tempatnya bekerja, untuk makan dan keperluan harian, serta sedikit untuk tabungan dirinya. Beberapa dia sisihkan untuk membantu keperluan keluarganya. Dia tidak muluk-muluk, dia berharap tabungannya yang dia sisikan cukup untuk membeli rumah di pinggiran kota kelak ketika dia sudah tidak kuat bekerja lagi. Impian standart setiap orang untuk memiliki sandang pangan dan papan yang layak.

Hampir setiap hari Mona kerja lembur. Beruntung dia bukan tipe anak yang suka kelayapan malam. Jadi dia tidak terbebani dengan ajakan teman sekantor untuk hang out yang seringnya dia tolak.

Mona juga tidak naif, karyawan mana yang tidak suka pulang cepat kemudian merebahkan diri di rumah. Dia sebenarnya juga tidak segila kerja itu untuk sering lembur. Tapi apalah daya kerjaanya benar-benar menumpuk setiap hari. Devisi marketing tak semenyenangkan itu sepertinya.

"Mon, nanti pulang kerja ikut gathering yuk." Ajak Sisil tetangga kubikelnya.

"Dalam rangka apa?" Mata Mona masih terfokus pada layar komputer dan tangan menggerak-gerakkan mouse.

"Katanya pemilik perusahaan akan pindah ke sini. Sekaligus pengenalan, tapi dikemas dalam acara santai gitu lah." Sisil yang berbadan tambun dan suka makan menjawab sambil mengunyah chips yang selalu ada di atas mejanya. "Penasaran sih, kenapa juga boss perusahaannya banyak memilih bekerja di anak perusahaan. Kecil pula. Kamu nggak penasaran?"

"Kalau nggak wajib aku absen deh, mau kelarin kerjaan terus pulang. Sepertinya badanku mau rontok." Elak Mona.

"Issshh....percuma sih nawarin kamu." Sisil berbalik menghadap layarnya sambil mendumal. Sisil selalu kesal Mona tidak mau diajak kemana-mana, ya meskipun dia yang paling tahu Mona seperti apa.

Mona kembali menekuri layarnya. Pikirannya melayang pada percakapan dengan orang tuanya beberapa waktu lalu ketika dia mudik.

Kedua orang tuanya bermaksud menjodohkan Mona dengan anak sahabatnya. Lebih tepatnya orang yang pernah menolong ayah Ramona ketika masa muda dulu. Kurang lebih seperti itu yang dia pahami.

Singkat cerita, mereka bertemu lagi setelah sekian tahun tidak bertemu. Sahabat ayah Mona mengeluh karena putra semata wayangnya tak juga bersedia menikah di usianya yang ke 42 tahun. Padahal beliau sudah sangat mengharapkan penerus untuk perusahaannya, atau kalau tidak usaha yang telah menggurita tersebut akan berhenti hanya di tangan putranya tersebut.

Ayah Mona sebenarnya tidak bermaksud memaksa dirinya. Tapi di sisi lain beliau juga tidak bisa menolak permintaan sahabat penolongnya tersebut. Dan akhirnya memilih untuk menceritakan semuanya kepada Mona.

Mona sebenarnya juga sangat tidak setuju dengan perjodohan ini. Dia masih muda, usianya masih 26 tahun. Dia berada di puncak karirnya yang meski tidak mentereng, tapi karirnya sedang bagus. Dia bisa saja bergaya hedon seperti teman-temannya yang lain kalau dia mau, tapi cita-cita dia masih sangat banyak yang belum tercapai. Terlebih mereka terpaut 16 tahun, membayangkan saja sebenarnya Mona merasa agak risih.

Tapi Mona juga bukan tipikal anak pembantah. Dia tidak menolak ataupun mengiyakan permintaan ayahnya.

Mona cukup pusing dengan pekerjaannya. Akhirnya dia menutup layar dan mematikan perangkat. Hari ini dia tidak ingin lembur. Dia pun bergegas meninggalkan kantor ketika jam kerja telah usai.

🐰🐰🐰

Usia 42 tahun. Apa yang akan dikatakan teman-temannya nanti. Dia yang ansos sudah sering dibicarakan, apalagi dia harus menikah dengan bapak-bapak yang mestinya sudah pantas beranak 2.

Mona benar-benar tidak bisa tidur. Apa keputusannya benar mengiyakan permintaan sang ayah. Bagaimana kalau ternyata sang ayah hanya ditipu mentah-mentah oleh orang itu. Bagaimana kalau ternyata orang itu sebenarnya sudah memiliki keluarga di luar sana?

Mona yang pada dasarnya tidak banyak bicara hanya mengangguk saja ketika sang ayah memintanya menyetujui permintaan sahabatnya. Dan karena sangat senang sahabat ayahnya tersebut berencana menggelar acara pernikahan besar-besaran yang tentu saja langsung ditolak oleh Mona. Mona hanya meminta pernikahan mereka sederhana saja dan dihadiri beberapa saksi. Baginya yang terpenting pernikahan ini sah dan tidak ada drama.

Lagipula Mona tidak berencana mengundang teman-temannya. Dia belum tahu bagaimana wajah calon suaminya. Di usia 42 dan masih single bisa jadi karena orang ini memang buruk rupa, berbadan tambun, berkulit hitam, bertubuh pendek. Mona pasrah saja kemana nasib membawanya. Dia juga menolak ketika keluarga memintanya bertemu dulu dengan calon suaminya. Istilah kerennya kencan buta.

Bagi Mona, tidak penting lelaki mana yang akan menikahinya. Yang penting ayahnya senang.

Mona itu hanya pendiam dan tidak senang bergaul berlebihan. Dia cukup cantik. Kalau saja dia mau berdandan dan berpakaian sedikit terbuka, tubuhnya pasti sangat sexy. Tingginya semampai, berkulit putih. Dia juga berwajah oriental. Namun selama 26 tahun hidupnya dia belum pernah memiliki kekasih. Entah dia yang terlalu malas berdekatan dengan lawan jenis atau memang tidak ada yang suka dengan gadis sepertinya.

Hal ini juga yang membuat Mona mengiyakan permintaan sang ayah. Dia sedang tidak berada di satu hubungan dengan siapapun. Siapa tahu dengan menikah beban di pundaknya berkurang. Entahlah, dia tidak beraharap banyak.

Teringat beberapa waktu lalu Mona diminta menandatangani berkas-berkas pernikahan yang sudah tertera surat nikah dan keperluannya. Orang suruhan calon suaminya yang datang ke kost dengan pakaian berjas sangat rapi. Beliau mengenalkan diri sebagai pengacara Raymond yang artinya calon suaminya. Dan setelah membaca sekilas tanpa pikir panjang Mona menandatanganinya. Sepertinya begitu, memikirkannya membuat Mona sedikit pusing.

Mona pun terlelap.

Mona pun terlelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ICE PRINCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang