— 𝘼𝙉𝘼𝙎𝙀𝙍𝘼 —
"Saya dan Nirmala akan bercerai."
Kinanti menatap anak kecil yang berada di sebelah Alano, anak perempuan seusia Kaluna itu tampak canggung ketika berhadapan dengan orang baru. Apalagi ketika melihat ekspresi Kinanti yang datar, dia seperti akan menangis.
"Tapi, saya ke sini sebenarnya cuma ingin tahu kondisi kamu saja," kata Alano. "Saya dengar kamu kecelakaan."
"Pertemukan aku dengan Nirmala."
"Apa?"
"Hari ini jika boleh."
"Kinanti," panggil Alano. "Apa maksud kamu?"
"Aku mau bicara sama Nirmala, ada yang ingin aku bicarakan dengan dia," beber Kinanti. "Hubungi dia, bilang ke dia untuk segera datang ke tempat yang akan aku sebutkan nanti."
Alano bingung. Kedatangannya bermaksud untuk memastikan kondisi Kinanti baik-baik saja, sekaligus mengabarkan perceraiannya dengan Nirmala. Tapi, ketika Kinanti bilang dia ingin bertemu dengan Nirmala, tentu saja membuatnya kebingungan. Apa yang akan Kinanti bicarakan dengan Nirmala?
"Atau begini, deh," kata Kinanti. "Berhubung anak-anak sedang di sekolah, aku mau ke rumah kalian, aku mau bertemu dengan Nirmala."
"Sekarang banget?"
"Ya." Kinanti menjawab sembari melirik Senna yang kelihatan makin canggung. "Sebaiknya kamu periksa anak kamu itu, apa dia juga terluka atau tidak."
"Maksud kamu?"
"Ayo!" Kinanti beranjak berdiri. "Bawa aku ke rumah kamu, aku mau bertemu dengan Nirmala."
— 𝘼𝙉𝘼𝙎𝙀𝙍𝘼 —
Anasera bingung. Dia mendadak lupa dengan perintah gurunya saat ia berada di gudang saat ini. Sejujurnya, Anasera sering kebingungan akhir-akhir ini, bahkan buruknya bisa sampai lupa.
"Ana harus bawa apa, ya?"
"Ana lupa."
Anasera memasuki gudang penuh barang bekas itu, ia batuk-batuk begitu sampai di dalam karena debu yang tebal.
"Ana!"
Seruan itu berasal dari Arjuna, buru-buru Anasera berbalik dan tersenyum menghadap ke arahnya. Arjuna berkacak pinggang.
"Kenapa lama banget?" tanya Arjuna.
"Ana bingung, Ana disuruh bawa apa sama Ibu guru tadi?"
"Gitar Ana," kata Arjuna. "Tuh, gitarnya yang sebelah sana, mungkin debunya lebih sedikit karena gitarnya sering dibawa keluar."
"Oh iya," kata Anasera sembari menyengir. "Terima kasih, Ajun."
"Eh, jangan!" Arjuna mencekal lengan Anasera. "Biar Ajun saja yang ambil, Ana keluar dari sini, banyak debu."
"Ana tidak takut debu, tuh!"
"Tapi nanti Ana sakit, Ajun tidak mau Ana kenapa-kenapa," cerocos Arjuna. "Sana keluar, Ibu guru lupa kalau Ana anak baru di sekolah, makanya Ibu guru suruh Ajun menyusul Ana."
"Ajun!!!"
Brak!
Anasera berhasil menarik lengan Arjuna, membawa tubuh temannya itu menjauh dari reruntuhan rak yang sudah tak layak pakai itu. Arjuna bernapas tak menentu karena terkejut, pun dengan Anasera. Andai saja Anasera tidak menarik lengannya, mungkin ia sudah tertimpa reruntuhan kardus berisi benda-benda berat itu.