"Boboiboy?"
Tujuh anak dengan rupa yang sama, sedang menatapku dengan tatapan heran. Lalu tak lama kemudian, mereka saling memandang satu sama lain dan kebisingan pun terjadi.
"Eh, kau juga Boboiboy lah!" ujar anak dengan manik Zamrud.
"Ha'ah, kau juga sama. Bagaimana bisa jadi begini?" sambung anak bermanik jingga.
Semakin kuperhatikan, mereka semakin mirip diriku. Aku hanya menatap mereka tak percaya, tidak mungkin bagi mereka keluar begitu saja tanpa intruksi dariku.
"Apa mungkin... kalian elemental?"
Blaze yang merupakan anak pemilik mata jingga tersebut, tidak terima dengan sebutan itu dan menolaknya. "Elemental? Aku Boboiboy lah!"
Ya... dia benar sih. Lagipula, mereka bagian dari diriku sendiri.
"Tapi, jika kita orang yang sama. Bagaimana caranya kita bisa jadi sebanyak ini?" tanya anak dengan manik emas, bernama Gempa.
"Haduh... kalian ini. Kita jelas Boboiboy, kenapa kalian tidak mengingatnya?" ujar Solar.
"Um, hanya sedikit. Aku merasa kita pernah bertemu dan bertarung bersama, tapi anehnya aku tidak bisa mengingatnya."
"Itu aneh. Aku juga merasa begitu, entah kenapa aku merasa sudah mengenal kalian," sambung Blaze sembari memainkan dagunya.
Sejenak aku berfikir, bedasarkan percakapan mereka. Saat ini ketujuh anak ini mengalami amnesia, kemungkinan besar penyebabnya ada saat pelepasan yang disebabkan alien misterius itu. Mungkin, pelepasan jam itulah yang membuat mereka sedikit amnesia.
"Baiklah, jadi kita harus manggil orang ini dengan sebutan apa?" tanya Duri sambil menunjuk ke arahku.
"Panggil saja Boboiboy--"
"Eh, mana boleh gitu! Kalau kau Boboiboy, kita semua juga harus dipanggil Boboiboy biar adil," protes Blaze dan segera memotong ucapanku.
Namun, apa yang diucapkan olehnya benar. Saat ini mereka juga bagian dari diriku yang terpisah, kalau aku menyebut diriku sendiri sebagai Boboiboy. Rasanya seolah mereka tidak diterima oleh diri sendiri, jadi wajar jika Blaze menolak usulanku tadi.
"Oke, kalian saja yang tentukan," ucapku pasrah.
"Kalau begitu... bagaimana dengan Ori?" usul Duri.
"Jangan, itu juga sama saja," ujar Blaze menolak usulannya.
Merasa ide briliannya ditolak, Duri langsung memasang ekspresi kecewa ke arahnya. Aku hanya terkekeh pelan melihat kelakuannya, lalu mengusap kepala itu dengan pelan.
"Kalau begitu bagaimana dengan sebutan tuan?" usul Solar.
"Tuan? Kau bercanda, kan?"
Halilintar yang sejak tadi terdiam, mulai membuka suaranya. Tatapan ganas terlihat dari sorot matanya, aku yang merasa ditatap seperti itu hanya bisa menelan air ludah. Aura mengintimidasi keluar dari tubuhnya, mampu membuatku terdiam mematung.
"Kau pikir orang lemah sepertinya layak dijadikan tuan? Huh, lucu sekali. Bahkan dia sendiri tidak bisa menjaga kita dengan baik."
"Tunggu, Hali! Ini hanya panggilan--"
"DIAMLAH! Intinya, aku tidak akan pernah menganggap bocah ini sebagai tuan!"
Belum selesai Solar berkata sesuatu, Halilintar langsung memotong ucapannya. Lalu lekas pergi, disusul oleh Gempa.
"Bo-- Tuan... tolong maafkan dia. Aku yakin dia gak bermaksud begitu," ujar Gempa sebelum pergi.
Ketegangan mulai tercipta, ruangan yang tadi ramai, kini telah sunyi. Aku membungkam mulutku, enggan mengeluarkan kalimat apapun. Halilintar benar. Saat ini, aku masih terlalu lemah untuk melindungi mereka. Bahkan, para elemental sudah berkali-kali dalam bahaya karena ulahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Family
FanfictionCeritanya dipindahkan ke (CHANGED) My Family adalah sebuah kisah yang menceritakan seorang anak bertopi Dino yang sedang menunggu kepulangan orang tuanya. Namun, karena alurnya terasa agak berantakan. Jadinya Author ganti cerita ini menjadi (CHANGED...